Bengkulu, Bengkulutoday.com- Tiara Kania Dewi mantan costumer service (CS) Bank Syari'ah Indonesia (BSI) cabang S Parman Padang Jati Bengkulu divonis hukuman 9 tahun denda Rp 10 miliar subsidear 4 bulan kurangan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu, Senin (28/4/25).
Hakim Edi Sanjaya Lase, S.H, menyebutkan terdakwa Tiara Kania Dewi, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pada Bank BSI cabang S Parman Padang Jati Bengkulu senilai Rp 4 Miliar berpotensi Rp 8 Miliar.
Jaksa Penuntut Umum(JPU) Kejati Bengkulu, Lucky Selvano Marigo SH MH, menerangkan atas putusan hakim kepada terdakwa TKD bahwa pihaknya menyatakan sikap untuk pikir-pikir dulu. Waktu ini akan dia gunakan untuk meminta arahan pimpinan untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Kami akan lapor ke pimpinan dulu, untuk mengetahui apa pendapat dan arahan pimpinan. Baru nanti kami menentukan sikap," kata Lucky.
Dikatakan Lucky, ada dua hal yang memberatkan terdakwa. Yakni perbuatannya telah merugikan nasabah dan membuat buruk citra BSI. Sementara, untuk perbuatan yang meringankan disebutkan sebanyak lima.
Disampaikan Lucky, untuk sementara terhadap berkas YF suami TKD sendiri, pihaknya masih akan melakukan penelitian lebih lanjut.
Sementara, Kuasa Hukumnya TKD , Dede Frastian, S.H, menyatakan sikap masih pikir-pikir masih ada waktu selama 7 hari ke depan untuk kliennya mempertimbangkan langkah hukum selanjutnya.
"Memang sampai saat ini belum ada koordinasi dengan klien. Tapi melihat situasi, klien masih pikir-pikir," terang Dede.
Meski mensyukuri vonis hakim yang lebih rendah dari tuntutan JPU, menurut Dede, langkah yang sebaiknya diambil kliennya adalah banding. Ia beralasan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim tersebut belum memenuhi rasa keadilan bagi kliennya. Apalagi TKD dalam kondisi sebagai seorang ibu yang baru saja melahirkan.
"Tentu kami syukuri putusan itu, karena ada pengurangan hukuman dan rasa keadilan bagi terdakwa. Tetapi secara subjektif, itu belum memenuhi rasa keadilan. Saya sebagai pembela, tentu akan menggunakan haknya untuk menempuh langkah hukum banding," jelasnya.
Menurut Dede, pihaknya menilai bahwa perkara yang mendera kliennya itu akibat sikap BSI yang tergesa-gesa. Bahwa klien kami sudah menunjukkan itikad baik dengan mengembalikan uang nasabah mencapai Rp 2,4 milyar.
Dijelaskan Dede, mestinya perkara tersebut tidak perlu masuk ke ranah pidana, tetapi bisa hanya perdata.
"Tapi BSI buru-buru memberi dana talangan kepada nasabah dan melaporkan perkara ke Mabes Polri sehingga perkara ini menjadi pidana yang kemudian tidak bisa lagi diselesaikan secara perdata," katanya.
Dikatakan Dede, sejak awal pihaknya berharap kasus ini bisa diputus (onslah) karena tidak ada unsur pidananya. Apalagi, sejak awal kliennya sudah beritikad baik mengembalikan uang nasabah.
Sementara, terhadap suami terdakwa, Dede mengatakan bahwa kliennya nanti akan menjadi saksi karena perkara pokok yang dihadapi suami TKD adalah perkara TKD sendiri. Hanya saja Dede mengaku belum mendapatkan berkas dakwaannya sehingga belum mengetahui pasal pasal apa yang dipakai menjerat suami kliennya tersebut.
"Gambarannya, sepertinya suami TKD ini akan dikenakan pasal TPPU secara pasif dimana ada unsur patut diduga tersebut yang mana ada beberapa aliran dana yang masuk ke rekening atas nama suaminya tersebut," tukasnya.
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) , menuntut terdakwa hukuman 11 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 milyar subsideair 4 bulan penjara.
Dan terdakwa diduga melanggar Pasal 63 ayat (1) huruf c UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).