Bengkulu, Bengkulutoday.com- Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu, kembali menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas kredit perbankan kepada perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Kaur.
Kedua tersangka itu bernama IKS (65) selaku Direktur Utama PT Perbankan perkebunan dan NJS (43) selaku Kepala Divisi (Kadiv) Pengendalian Resiko Kredit perbankan.
Usai menjalani pemeriksaan, tersangka setelah itu digelandang ke mobil tahanan, Senin (8/9) sekitar pukul 23.04 WIB.
Kajati Bengkulu, Victor Antonius Saragih Sidabutar melalui Kasi Penyidikan (Kasidik), Danang Prasetyo didampingi Plh Penkum Kejati Bengkulu Deni Agustian dan Ketua Tim Penyidikan, Chandra Kirana mengatakan, kedua tersangka ini disangkakan melanggar Pasal 2 dan pasal 3.
"Pada malam ini kita kembali menetapkan tersangka berinisial IKS selaku Direktur Utama perbankan perkebunan dan NJS selaku Kepala Divisi Pengendalian Resiko Kredit. Yang sebelumnya divisi kredit. Ini devisi pengendalian kredit," ujar Deni kepada awak media dalam jumpa pers, Senin (8/9) malam.
Danang Prasetyo menambahkan, tersangka terindikasi menyalahgunakan wewenang atau melawan hukum dalam pemberian kredit di perusahaan perbankan senilai Rp 119 Miliar.
"Jadi, kredit itu bisa cair karena persetujuan tersangka. Ada permohonan dan telaah dianalisa," jelas Danang.
Sebelumnya, Kejati Bengkulu telah menetapkan lima tersangka. Masing-masing, pensiunan perbankan BUMN yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Divisi Bisnis perkebunan pada 2016–2019 berinisial SL, karyawan di perusahaan perbankan berinisial FR.
Kemudian, ZA Mantan Direktur Bisnis di perusahaan BUMN. Lalu, Raharjo Sapto Ajie Sumargo (49) selaku Owner PT DPM, dan Novita Sumargo (48) selaku Direktur PT DPM. Keduanya merupakan saudara kandung.
PT Perkebunan, sebagai anak perusahaan perbankan BUMN. Sedangkan, PT PDM adalah perusahaan yang bergerak di perkebunan kelapa sawit.
Perkara ini berawal adanya temuan pemanfaatan Hak Guna Usaha (HGU) seluas kurang lebih 2.489,6 Ha berdasarkan SK Menteri Agraria/ATR Kepala BPN nomor 61 tahun 2016.
Kemudian, HGU itu diterbitkan Kepala Kantor BPN Kaur yang terbagi dalam dua HGU, yakni HGU nomor 0020 dan HGU nomor 0021.
Lalu, PT DPM tanggal 9 September 2016 mengajukan agunan kepada bank PT Perkebunan Tbk dengan menggunakan HGU di Kaur tersebut dengan nilai mencapai Rp 119 miliar.
Karena macet PT DPM mencoba strategi dengan melakukan pelelangan di Bengkulu. Sejak tanggal 9 Maret 2021 sampai 7 Juli 2025, proses lelang gagal atau tanpa ada penawaran. Itupun buntut lahan tersebut tidak bisa dilelang atau dialihkan karena saat ini berstatus QUO.
Ternyata dicek penyidik, HGU ini bermasalah. Sebagian HGU itu ternyata milik masyarakat belum diganti rugi. Lalu, ada tanah masyarakat masih masuk dalam HGU. Uang yang dipakai untuk kredit tadi tidak digunakan secara maksimal untuk rencana perluasan lahan baru.
Para tersangka dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat (1) Junto Pasal 18 ayat (2) dan (3) UU RI nomor 31 tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2021 Junto pasal 55 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 3 Junto pasal 18 Ayat (2) dan (3) UU RI nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2021.