AGAR QRIS SEMAKIN BERTAJI

Penulis Opini

Oleh: Hasan Lutfi
Kepala Seksi Manajemen Satuan Kerja dan Kepatuhan Internal KPPN Bengkulu

 

Kota Bengkulu - Pemerintah Republik Indonesia bersama Bank Indonesia (BI) sejak 14 Agustus 2014 telah menggencarkan program Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum, pelaku bisnis dan instansi pemerintah agar menggunakan fasilitas pembayaran non tunai dalam melakukan transaksi keuangan. Peningkatan penggunaan instrumen non tunai akan menciptakan budaya less cash society (LSC) yang dapat dimaknai dengan berkurangnya penggunaan transaksi secara tunai.

Sejalan dengan itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 tahun 2018 tentang Penggunaan dan Pertanggungjawaban Kartu Kredit Pemerintah (KKP) dan kemudian diikuti dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 12 tahun 2022 tentang Tata Cara Pembayaran Atas Beban APBN Dengan Menggunakan KKP Domestik (KKPD). Sementara regulasi untuk mengatur penggunaan KKP di lingkungan Pemerintah Daerah ditetapkan melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 tahun 2022 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah Daerah Dalam Pelaksanaan  Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Di dalam Pasal 26 ayat (1) Perdirjen Perbendaharaan Nomor 12 tersebut diatur ketentuan penggunaan KKPD secara bertahap yakni tahap pertama untuk KKPD dengan metode Quick Response Code for Indonesia Standard (QRIS) dari mobile banking dengan menggunakan Skema Pemrosesan Domestik dan tahap kedua menggunakan kartu kredit secara fisik dan tambahan metode transaksi QRIS dari mobile banking yang saling interkoneksi dan interoperable dengan menggunakan Skema Pemrosesan Domestik.

Penggunaan KKPD digunakan untuk memenuhi keperluan belanja barang, modal dan perjalanan dinas jabatan. Penggunaan KKPD diutamakan untuk pembelian produk dalam negeri yang disediakan oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan Koperasi. Saat meluncurkan KKP Domestik pada 29 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo menyatakan optimis sistem ini akan membuat jutaan usaha kecil-menengah naik kelas. Jokowi yakin digitalisasi sistem pembayaran, termasuk untuk pembelian barang dan jasa pemerintah pusat dan daerah, akan mendorong bisnis pengusaha kecil-menengah. Karena itu, dia meminta penggunaan KKP Domestik dipercepat dan diperluas.

Penggunaan QRIS itu sendiri sebenarnya merupakan inovasi dari Bank Indonesia (BI) juga dalam rangka sistem pembayaran berbasis QR-Code yang dinamakan QRIS (Quick Response Code for Indonesia Standard). Pada dasarnya QRIS telah disahkan di Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 2019.  Dalam mendukung penerapan QRIS tersebut, BI mengeluarkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur (PADG) Nomor 21/18/PADG/2019 tentang Implementasi Standar Nasional Quick Response Code untuk Pembayaran.

Penggunaan QRIS ini merupakan perwujudan inisiatif BI yang kedua dari Visi Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) BI yaitu pengembangan infrastruktur dalam pembayaran ritel yang dilakukan secara real time, seamless, dan tersedia dalam 24/7 (setiap hari setiap waktu). Dalam pengembangan inisiatif kedua ini key deliverables yang dikembangkan selain QRIS (dan lebih dahulu daripada QRIS), antara lain berupa, BI- Fast, Interface Pembayaran terintegrasi, dan juga Gerbang Pembayaran Nasional (GPN). 

Ketika membuka program Business Matching Produk Dalam Negeri di Jakarta 15 Maret 2023 lalu, Jokowi menghendaki belanja pemerintah pusat dan daerah menggunakan kartu kredit baru yakni GPN tanpa mengandalkan penerbit asing seperti Visa dan Mastercard. Penetapan QRIS sejalan juga dengan tatanan GPN yang mana mengarah kepada penyelenggaraan sistem pembayaran yang efisien, aman, lancar, andal, mengutamakan perluasan akses dan perlindungan konsumen, serta mampu dalam memproses segala transaksi yang berhubungan dengan pembayaran digital.

BI mendorong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk menggunakan QRIS ini sebagai kanal pembayaran dan tidak membatasi sektor dagang lainnya. Namun, karena UMKM adalah sektor dagang yang paling strategis di waktu yang bertepatan dengan pandemi Covid yang lalu, maka BI mendorong masyarakat untuk melakukan transaksi  secara  non-tunai  atau  cashless dengan QRIS dengan pemenuhan kebutuhan yang dapat dipenuhi oleh sektor UMKM. 

Menurut Presiden Joko Widodo dalam sambutan virtual pada ajang Google for Indonesia 2020, menyatakan bahwa ekonomi digital sangat berpotensi dikembangkan dalam UMKM. Dari 64 (enam puluh empat juta) UMKM, baru 13 (tiga belas) persen saja yang terintegrasi ekonomi digital, apabila seluruhnya telah terintegrasi, maka pertumbuhannya ekonomi digital akan semakin besar dan berkembang. 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cabang Bengkulu, Darjana (seperti dilansir dalam media Bengkulu.antaranews.com,27 Maret 2023) menargetkan bahwa di tahun 2023 sebanyak 98.000 pedagang di Bengkulu telah memakai QRIS dalam menyediakan sistem pembayaran non-tunai kepada konsumen. 

Alasan BI mengembangkan QRIS pada pedagang UMKM disebabkan oleh banyaknya QR-Code yang harus disediakan pedagang dari berbagai Penyedia Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) atau penerbit, selain itu juga BI mengupayakan untuk mempermudah transaksi tanpa uang kembalian di pedagang pasar tradisional yang mana memungkinkan untuk mengurangi penyebaran uang palsu, dan yang paling penting BI ingin mendorong pertumbuhan ekonomi digital pada semua sektor terutama perdagangan seperti UMKM. 

Pada kenyataannya sampai saat ini penggunaan QRIS sebagai inovasi pembayaran digital belum terlalu dimanfaatkan dalam kegiatan usaha di Bengkulu terutama oleh UMKM. Setidaknya ada empat kendala yang dihadapi dalam penggunaan QRIS yakni literasi dan inklusi keuangan yang masih rendah, penerapan tarif Merchant Discount Rate (MDR) dan limit transaksi yang terbatas serta penggunaan teknologi internet.

Rendahnya Literasi Keuangan dan Inklusi Keuangan

Kendala pertama yang dihadapi dalam penggunaan QRIS adalah masih rendahnya tingkat literasi dan inklusi keuangan digital masyarakat Indonesia.Tingkat literasi keuangan masyarakat di Bengkulu sendiri menurut Kepala Bagian Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Provinsi Bengkulu, Herwan Achyar dalam kegiatan Galeri Investasi Bursa Efek Indonesia (GIBEI) Gathering Wilayah Bengkulu, di Ballroom Hotel Santika, Jum’at (24/02 2023) mencapai 30,39 % sedangkan rata-rata nasional berada di angka 49,68%.

Merujuk pengertian yang disampaikan OJK, literasi keuangan hadir untuk mengedukasi masyarakat agar dapat memilih dan memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan yang sesuai kebutuhan. Pemahaman terhadap literasi keuangan ini diperlukan supaya masyarakat memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan dengan lebih baik serta terhindar dari aktivitas investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas. 

Sementara, Bank Dunia mendefinisikan inklusi keuangan sebagai individu atau bisnis yang mempunyai akses keuangan yang cukup mampu untuk membeli barang atau jasa dengan cara yang efektif dan berkelanjutan. Sederhananya, inklusi keuangan merujuk pada keadaan setiap orang yang memiliki dan menggunakan berbagai produk atau jasa keuangan seperti mobile banking, uang elektronik, tabungan digital, SMS banking, dan layanan asuransi.
Hadirnya inklusi keuangan ini diharapkan bisa membuat setiap lapisan masyarakat memiliki akses setara dalam penggunaan uang sekaligus dapat menggunakan serta memanfaatkan setiap layanan serta teknologi secara baik. Secara ideal, dengan meningkatnya inklusi dan literasi keuangan ini pada akhirnya dapat mendorong membaiknya kesejahteraan masyarakat yang selanjutnya berujung pada penurunan tingkat kemiskinan.

Penetapan MDR dan Limit Transaksi

Secara umum, aturan utama tentang Merchant Discount Rate (MDR) memuat tentang kewajiban merchant dalam pembayaran tarif. Pembayaran tarif ini sepenuhnya dibebankan kepada penjual selaku pemilik merchant. Jadi sebagai pemilik, merchant memastikan bahwa anggaran biaya operasional yang tercatat sudah termasuk biaya MDR.

Tujuannya tentu saja, untuk memastikan tidak ada beban tambahan yang harus ditanggung di akhir. Tarif MDR ini juga tidak boleh dibebankan ke pelanggan baik secara langsung berupa pemotongan otomatis ketika transaksi dilakukan, ataupun secara tidak langsung melalui penerapan harga jual yang dihitung dengan biaya MDR.

Ketentuan  biaya  MDR  pada  pelaku  usaha  yang  hendak  menggunakan  QRIS  ini menjadi satu kendala yang dihadapi UMKM. Pelaku usaha Mikro yang mengetahui tarif yang diberlakukan oleh Interactive QRIS membuat pelaku usaha tidak jadi untuk menggunakan QRIS, dan merasa keberlakuan QRIS pada usaha mereka malah membutuhkan modal pendapatan yang dipotong banyak.

Pada awalnya Bank Indonesia menerapkan MDR 0,7% (nol koma tujuh persen) bagi pelaku usaha tanpa terkecuali seperti UMKM, namun sesuai dengan pertimbangan dan adanya kemerosotan ekonomi akibat pandemi, maka BI telah memperpanjang kembali masa berlaku ketentuan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS untuk merchant kategori Usaha Mikro (UMI) yang seharusnya dikenakan 0,7% bagi merchant, kini menjadi sebesar 0% saja. Diskon istimewa yang diberikan BI kepada merchant pengguna QRIS diperpanjang dari sebelumnya sampai dengan akhir Desember 2021 menjadi 31 Desember 2022, dan saat ini BI melonggarkan kembali masa berlaku ketentuan MDR menjadi sampai dengan 30 Juni 2023.
Beban MDR sepenuhnya ada pada pihak penjual. Meskipun kelihatannya biaya ini bisa menambah ongkos operasional, tetapi penggunaan mesin EDC dan QRIS pada bisnis akan mendongkrak potensi keuntungan. Jadi angka sebesar 0,5% – 0,7% yang harus dikeluarkan seharusnya tidak terlalu menjadi beban.

Hal lain yang dikeluhkan oleh pelaku UMKM adalah bahwa uang dari transasksi QRIS tidak secara real time diterima oleh merchant, tapi biasanya H+1. Hal ini sedikit banyak juga menjadi penghambat UMKM dalam menggunakan QRIS.

Selain itu, QRIS juga sebaiknya dilengkapi   dengan   penambahan   limit   transaksi   atau   batas   transaksi   yang memungkinkan UMKM memiliki cukup banyak nominal transaksi. Karena UMKM tidak memiliki pasar yang luas dan usia usaha UMKM yang baru membuat dana yang tersedia tidak terlalu besar. Hal ini juga akan menjadi penghambat dalam penggunaan QRIS.

Penggunan Teknologi Digital

Terkait dengan koneksi jaringan/internet, menurut World Economic Forum (2015) mengungkapkan bahwa sebagian besar transaksi di negara-negara   berkembang   memiliki   nilai   rendah   namun   volume   yang   tinggi. Dibutuhkan investasi awal yang besar akan peralatan dan infrastruktur jaringan/koneksi internet serta sumber daya untuk mendukung volume transaksi yang tinggi.

Menurut hasil penelitian dari Gabriella, Lastuti dan Tri Handayani (Universitas Padjadjaran, 2021), penggunaan QRIS yang masif terjadi di Pulau Jawa dan Bali.  Daerah lainnya belum menggunakan QRIS secara signifikan dan bahkan belum mengenal sistem pembayaran berbasis server dan juga jaringan internet yang masih terkonsentrasi di pulau Jawa. Bahkan di pulau Jawa pun masih ada yang belum terjangkau jaringan internet. Kemudian kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan QRIS berupa kepemilikan ponsel pintar yang belum merata untuk seluruh masyarakat. 

Upaya edukasi penggunaan teknologi ini dimaksudkan agar masyarakat dan para pelaku UMKM dapat memanfaatkan teknologi QRIS dengan bebas dan sebaik-baiknya, hingga memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya sehingga mendukung kegiatan berbisnis dan memperlancar pencatatan arus kas secara real time. Hasil dari kegiatan penjualan UMKM pun akan langsung diterima oleh pelaku UMKM dan langsung masuk ke dalam rekening masing-masing. 

Oleh karena itu dibutuhkan lebih banyak edukasi literasi keuangan kepada pelaku UMKM khususnya dalam penguasaan teknologi digital. Sebagai solusi, BI harus melakukan edukasi kepada UMKM yang belum menggunakan QRIS akibat kekhawatiran risiko teknologi yang tidak dipahami. Tujuannya agar pelaku UMKM tidak ragu dan tidak takut lagi untuk menggunakan inovasi teknologi pembayaran QRIS. Kehadiran QRIS ini juga sangat memudahkan BI sebagai otoritas moneter nantinya dalam memantau peredaran uang.


Perubahan

Penggunaan QRIS jelas membutuhkan effort yang besar karena harus merubah mind set sosial dari masyarakat. Menurut Bungin (Sosiologi Komunikasi, 2009) perubahan sosial itu dilakukan melalui tiga tahap yakni perubahan pola pikir, perubahan perilaku dan akhirnya akan menjadi perubahan budaya materi. Perubahan pola pikir terkait penggunaan QRIS pernah dilakukan oleh BI Perwakilan Bengkulu melalui rangkaian kegiatan Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) tahun 2022 berupa webinar virtual, QRIS carnival, Roadshow ke perguruan tinggi, sekolah - sekolah menengah atas dan menengah pertama di Provinsi Bengkulu, mengadakan pekan QRIS Nasional dan Festival Edukasi Rupiah.

Perubahan perilaku, hal ini terlihat dari perilaku masyarakat, yang mulai memilih menggunakan transaksi non-tunai menggunakan QR code, atau metode pembayaran QRIS. Kemudahan yang mereka rasakan pada transaksi saat itu, bukan tidak mungkin akan mempengaruhi pola perilaku mereka ke depannya untuk benar-benar beralih kepada metode pembayaran non-tunai melalui QRIS, sehingga tidak akan lagi transaksi tunai karena mereka cukup membawa gawai yang telah dilengkapi aplikasi dompet digital. 

Mungkin juga perlu dicoba strategi Word of Mouth (WOM) yang tepat untuk menarik UMKM baik secara fisik maupun online.  Strategi yang dapat diterapkan untuk memotivasi UMKM menuliskan review positifnya dan merekomendasikan kepada teman usaha, antara lain dengan memberikan apresiasi berupa pelayanan yang baik, bonus, dan hal menarik lainnya. 

Perubahan budaya materi, hal ini dapat dilihat dari aplikasi - aplikasi dompet digital yang akan mudah ditemui di setiap gawai masyarakat, yang keberadaannya mulai menggantikan uang kertas atau uang koin selaku alat tukar utama dalam setiap transaksi ekonomi selama ini.

Perubahan-perubahan tersebut nantinya akan menjadi suatu kebiasaan. Charles Duhigg (dalam buku The Power of Habit: Why We Do What We Do in Life and Business, 2012) menyebutnya sebagai keystone habit yakni kebiasaan yang memiliki dampak signifikan pada banyak area kehidupan seseorang atau masyarakat. Kebiasaan ini dapat memicu efek domino yang positif, sehingga membuat seseorang atau masyarakat lebih produktif dan berhasil dalam mencapai tujuan mereka.  

Transaksi digital berupa penggunaan QRIS yang diterapkan dalam sektor UMKM diharapkan akan menghadirkan suatu solusi bisnis yang baru bagi UMKM sehingga akan mendorong tingkat partisipasi ekonomi pelaku unbanked people yang lebih tinggi serta akseptasi pada layanan fintech dan e-commerce akan semakin kuat.