PEMANFAATAN LIMBAH BUAH PASAR PANORAMA SEBAGAI BAHAN DASAR PEMBUATAN PUPUK ORGANIK CAIR DENGAN PENAMBAHAN BIOAKTIVATOR EM4

Foto limbah

Disusun oleh Vera Martarini 

1. PENDAHULUAN
Timbulan sampah akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Disisi lain, kondisi eksiting pengolahan limbah padat saat ini belum sepenuhnya tertangani. Ratnawati dkk. (2018) menyatakan bahwa limbah padat yang tidak diolah dengan baik dapat mengandung berbagai kuman penyakit yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan terganggunya estetika. Timbulan limbah padat yang tidak diimbangi dengan pengolahan menyebabkan terjadinya pencemaran air, air tanah, tanah, dan udara (Safirul dkk., 2012; Ratnawati dkk., 2018). Persentase jumlah sampah organik dan anorganik di Kabupaten Sidoarjo masing-masing adalah 61,54% dan 38,19% (Gaol dan Warmadewanthi, 2017). Pengolahan sampah yang ada di Kabupaten Sidoarjo diantaranya adalah dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (41,28%), dibakar (35,59%), dibuang ke sungai (14,01%), dikubur (7,97%), dan diolah menjadi kompos (1,15%) (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo, 2013). Alternatif pengolahan sampah organik yang efektif adalah mengolahnya menjadi pupuk organik cair karena dapat menyehatkan dan dapat membantu menyuburkan lahan pertanian dan perkebunan (Kusumaningtyas dkk., 2015).

Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari berbagai bahan pembuat pupuk alami seperti kotoran hewan, bagian tubuh hewan, tumbuhan, yang kaya akan mineral serta baik untuk pemanfaatan penyuburan tanah (Leovini, 2012; Roidah, 2013). Berdasarkan bentuknya, pupuk organik dibedakan menjadi dua, yaitu cair dan padat (Hadisuwito, 2012). Pupuk cair adalah larutan yang mengandung satu atau lebih pembawa unsur yang dibutuhkan tanaman yang mudah larut. Kelebihan pupuk cair adalah pada kemampuannya untuk memberikan unsur hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat mendorong dan meningkatkan pembentukan klorofil daun sehingga meningkatkan kemampuan fotosintesis tanaman dan penyerapan nitrogen dari udara, dapat meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh dan kuat, meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan, merangsang pertumbuhan cabang produksi, meningkatkan pembentukan bunga dan bakal buah, mengurangi gugurnya dan, bunga, dan bakal buah (Huda, 2013; Febrianna dkk., 2018). Pemberian pupuk cair juga dapat dilakukan dengan lebih merata dan kepekatannya dapat diatur dengan mudah sesuai dengan kebutuhan tanaman. Pupuk organik cair dapat berasal baik dari sisa-sisa tanaman maupun kotoran hewan, sedangkan pupuk organik padat adalah pupuk yang sebagian besar atau keseluruhannya terisi atas bahan organik yang berasal dari sisa tanaman atau kotoran hewan yang berbentuk padat (Febrianna dkk., 2018). Selain itu, pupuk ini juga memilik bahan pengikat sehingga larutan pupuk yang diberikan ke permukaan tanah bisa langsung dimanfaatkan oleh tanaman (Hadisuwito, 2012). Pupuk cair akan dapat mengatasi defisiensi unsur hara dengan lebih cepat, bila dibandingkan dengan pupuk padat. Hal ini didukung oleh bentuknya yang cair sehingga mudah diserap tanah dan tanaman (Roidah, 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Susi dkk. (2018), yaitu membuat pupuk organik cair yang berasal dari limbah kulit nanas dengan proses fermentasi selama 1 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik cair limbah kulit nanas mengandung phospor (P) 23,63 ppm, kalium (K) 08,25 ppm, nitrogen (N) 01,27 %, kalsium (Ca) 27,55 ppm, magnesium (Mg) 137,25 ppm, natrium (Na) 79,52 ppm, besi (Fe) 1,27 ppm, mangan (Mn) 28,75 ppm, tembaga (Cu) 0,17 ppm, seng (Zn) 0,53 ppm dan karbon (C) organik 3,10 %. Pemilihan bahan baku limbah buah pepaya dan pisang dikarenakan ketersediaan yang melimpah di pasar tradisional dan menurut penelitian terdahulu kedua jenis limbah buah tersebut dapat digunakan untuk membuat pupuk organik cair.

Jalaluddin dkk. (2016) melakukan pengolahan sampah organik buah-buahan menjadi pupuk dengan menggunakan tambahan bioaktivator efektif mikoorganisme (EM4). Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama waktu fermentasi dan semakin banyak volume EM4 yang digunakan maka semakin tinggi nilai N, P dan K yang didapat. Nilai pH yang terbaik diperoleh pada waktu fermentasi 9 hari dengan volume EM4 sebanyak 40 mL yaitu 6,89. Konsentrasi N yang terbaik 2,80% pada volume EM4 sebanyak 70 mL dengan waktu fermentasi 15 hari. Konsentrasi K sebesar 0.64% pada volume EM4 sebanyak 70 mL dengan waktu fermentasi 15 hari. Konsentrasi P sebesar 1.16% pada volume EM4 70 mL dengan waktu fermentasi 18 hari.

Machrodania dkk. (2015) melakukan penelitian yaitu pemanfaatan pupuk organik cair berbahan baku kulit pisang, kulit telur, dan Gracillaria gigas terhadap pertumbuhan tanaman kedelai var Anjasmoro. Konsentrasi unsur hara N, P, K dari pupuk organik cair berbahan baku kulit pisang, kulit telur, dan G. gigas tergolong dalam kriteria sangat tinggi, dimana konsentrasi N sebesar 0,89%; P sebesar 0,04%; K sebesar 1,82%, dan rasio C/N 25 termasuk kriteria tinggi. Pemberian pupuk organik cair berbahan baku kulit pisang, kulit telur, dan G. gigas berbagai dosis berpengaruh secara signifikan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap biomassa tanaman kedelai var Anjasmoro. Dosis pemberian pupuk organik cair berbahan baku kulit pisang, kulit telur dan G. gigas yang paling optimal terhadap pertumbuhan var Anjasmoro yaitu dosis 16,86 mL/L/polybag dan 22,48 mL/L/polybag.

Marjenah dkk. (2017) memanfaatan limbah kulit buah-buahan sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik cair. Penelitian menggunakan 2 campuran bahan baku kompos yaitu limbah kulit buah nanas dan naga, limbah kulit buah nanas dan jeruk dengan waktu pengambilan air lindi pada minggu ke-2, ke-4, dan ke-6 setelah proses komposting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lindi yang berasal dari campuran kulit buah nanas dan buah naga menghasilkan lindi yang lebih banyak (8.960 mL) dibandingkan lindi yang berasal dari campuran kulit buah nanas dan kulit buah jeruk (6.551 mL). Konsentrasi unsur hara P tersedia pada lindi yang berasal dari campuran kulit buah nanas dan kulit buah jeruk hampir 8-10 kali lipat bila dibandingkan dengan standar mutu pupuk organik. pH lindi yang dari campuran kulit buah nanas dan naga rata-rata 3,63 dan pH campuran kulit buah nanas dan kulit buah jeruk rata-rata 3,71% kedua-duanya masih di bawah angka standar mutu yaitu 4-9.

Bioaktivator yang saat ini sering digunakan untuk pembuatan pupuk organik cair adalah EM4. Jalaludin dkk. (2016) menyatakan bahwa EM4 merupakan campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan. Jumlah mikroorganisme fermentasi didalam EM4 berkisar 80 jenis. Mikroorganisme tersebut dipilih yang dapat bekerja secara efektif dalam memfermentasikan bahan organik. Dari sekian banyak mikroorganisme, ada 5 golongan yang pokok yaitu bakteri fotosintetik, Lactobacillus sp., Streptomices sp., ragi (yeast), dan Actinomicetes. Nur dkk. (2014) menyatakan bahwa proses fermentasi berlangsung dalam kondisi anaerob, konsentrasi air sedang (30-40%), konsentrasi gula tinggi, dan suhu sekitar 40-50oC. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji kualitas produk pupuk organik cair (konsentrasi C-organik, N, P, dan K) menggunakan limbah buah pepaya dan pisang, serta membandingkannya dengan baku mutu pupuk organik cair menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 261 tahun 2019 tentang Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah.

2. LANGKAH PEMBUATAN
Reaktor yang digunakan berupa drum plastik tertutup dengan volume 2,5 L yang dilengkapi selang sebagai gelembung udara yang dihubungkan dengan botol plastik. Selang berfungsi untuk penstabil suhu bahan. Selang ini disambungkan ke dalam botol yang berisi air yang dihubungkan ke dalam reaktor. Air di dalam botol berfungsi untuk membuang gas yang dihasilkan untuk menghambat udara dari luar yang akan masuk ke dalam reaktor. Bahan baku yang digunakan adalah limbah buah pepaya dan pisang yang telah membusuk berasal dari pasar Panorama. Pencacahan dilakukan bahan baku dengan ukuran 2-3 cm. Proses fermentasi dilakukan dengan proses anaerobik selama 24 hari. Fermentasi dilakukan dengan penambahan gula merah 800 gram dan ragi 22 gram pada setiap reaktor.

DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Sidoarjo. (2013). Materi Pengelolaan Sampah DKP Sidoarjo. DKP Kabupaten Sidoarjo.
Febrianna, M., Prijono, S., Kusumarini, N. (2018). Pemanfaatan Pupuk Organik Cair untuk Meningkatkan Serapan Nitrogen serta Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) pada Tanah Berpasir. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan, 5 (2): 1009-1018.
Gaol, L.M. dan Wamadewanthi, IDAA., (2017). Prediksi Dampak Lingkungan Pengelolaan Sampah di TPA Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jurnal Teknik ITS, 6 (2): 2337-3539.
Hadisuwito, S. (2012). Membuat Pupuk Kompos Cair. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.
Huda, M.K. (2013). Pembuatan Pupuk Organik Cair Dai Urin Sapi Dengan Aditif Tetes (Molasse) Metode Fermentasi. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Kusumaningtyas, R.D., Erfan, M.S., Hartanto, D., (2015). Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Industri Bioetanol (Vinasse) Melalui Proses Fermentasi Berbantuan Promoting Microbes. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia, 1: 82- 88.
Leovini, H. (2012). Pemanfaatan Pupuk Organik Cair Pada Budidaya Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.). Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Ratnawati, R., Wulandari, R.A., Matin, N. (2016b). Pengolahan Limbah Padat Rumah Potong Hewan dengan Metode Pengomposan Aerobik dan Anaerobik. Prosiding Seminar Tahunan Lingkungan Hidup, Universitas Brawijaya Malang, 277-287.
Roidah, I.S. (2013). Manfaat Penggunaan Pupuk Organik untuk Kesuburan Tanah. Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo, 1 (1): 30-42.
Safirul, B. I., Fauzi, M., dan Ismail, T. (2012). Desain Proses Pengelolaan Limbah Vinasse dengan Metode Pemekatan dan Pembakaran Pada Pabrik Gula – Alkohol Terintegrasi. Jurnal Teknik POMITS, 1 (1): 1-6.
Susi, N., Surtinah, dan Rizal, M. (2018). Pengujian Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik Cair (POC) Limbah Kulit Nenas. Jurnal Ilmiah Pertanian, 14 (2): 47-51.