Tuna Bengkulu, Pesonamu

Moh Fatichuddin

Oleh: Moh Fatichuddin, ASN di BPS Provinsi Bengkulu

Ikan Tuna merupakan ikan laut pelagik yang termasuk bangsa Thunnini, terdiri dari beberapa spesies dari famili skombride, terutama genus Thunnus. Ikan ini adalah perenang andal (pernah diukur mencapai 77 km/jam). Tidak seperti kebanyakan ikan yang memiliki daging berwarna putih, daging tuna berwarna merah muda sampai merah tua. Hal ini karena otot tuna lebih banyak mengandung myoglobin daripada ikan lainnya. Beberapa spesies tuna yang lebih besar, seperti tuna sirip biru Atlantik (Thunnus thynnus), dapat menaikkan suhu darahnya di atas suhu air dengan aktivitas ototnya. Hal ini menyebabkan mereka dapat hidup di air yang lebih dingin dan dapat bertahan dalam kondisi yang beragam (https://id.wikipedia.org/wiki/Tuna). Dengan kondisi seperti itu sangatlah wajar ikan tuna banyak diperoleh di perairan laut dalam.

Ikan Tuna pernah mengalami sejarah kelam, Trevor Corson dalam buku The Story of Sushi seperti tertulis dalam https://www.idntimes.com/science/discovery/zaki-17/sejarah-tuna-exp-c1c2/3 menyebutkan bahwa pada tahun 1840an ikan Tuna bagi orang Jepang kala itu dianggap sebagai “neko-matagi” yang berarti bagi kucing makanan daging tuna adalah sebuah penghinaan. Namun seiring berjalannya waktu dan terjadinya perkenalan budaya antar negara atau wilayah, pasca perang dunia II masyarakat Jepang mulai mengkonsumsi daging merah termasuk ikan tuna, yang biasa dikonsumsi masyarakat barat. 

Berbarengan dengan dominasi Negeri Sakura dalam kancah perekonomian dunia, maka tuna pun semakin popular di dunia. Kepopuleran ikan tuna sangat ditunjang oleh perkembangan teknologi. Bagaimana teknologi menghasilan kemampuan membekukan ikan tuna agar lebih awer saat dibawa baik dengan kapal laut ataupun pesawat. Kemampuan teknologi ini pula yang menghantarkan tuna sebagai ikan yang terjaga kualitasnya dan harga relatif tinggi. Menurut https://www.harga.top/harga-ikan-tuna/ pada tanggal 1 Juli 2021 harga ikan tuna bisa mencapai Rp. 120 ribu per kg. Tingginya harga tersebut tidak menyebabkan penurunan minat konsumen untuk membeli tuna sebagai salah satu menu terfavorit dan bergengsi. 

Kondisi tersebut seyogyanya meningkatkan gairah masyarakat bahari dalam penangkapan ikan tuna. Apakah itu terjadi di masyarakat Bengkulu?

Perikanan Bengkulu
Berbicara ikan tuna tak lepas dari mengungkap sektor perikanan, peran sektor perikanan bagi Bengkulu tidak bisa dilihat sebelah mata. Bengkulu memiliki potensi perikanan yang tinggi karena memiliki panjang garis pantai mencapai 525 km, terbentang di tujuh wilayah kabupaten/kota. Pastinya banyak masyarakat Bengkulu yang bergantung hidup pada sektor perikanan. Sensus Pertanian 2013 (ST2013) BPS mencatat 13.894 rumah tangga di Bengkulu melakukan usaha di sektor perikanan, sedangkan Survei Pertanian Antar Sensus 2018 (SUTAS2018) BPS menyebutkan 9.454 rumah tangga.

Beberapa indicator menunjukkan perlunya perhatian pemerintah dan pihak terkait terhadap sektor perikanan Bengkulu. Peran sektor perikanan Bengkulu selama lima tahun terahir mengalami penurunan, tahun 2016 sektor perikanan memberi peran 6,85 persen, sedang di 2020 turun menjadi 6,69 persen, bahkan di tahun 2019 hanya 6,65 persen. Kalau diliat dari pertumbuhannya, sektor perikanan mengalami pertumbuhan tertinggi selama lima tahun terakhir pada tahun 2019 tumbuh hingga 5,30 persen namun melambat kembali di 2020 dengan angka pertumbuhan 0,22 persen. Tingginya pertumbuhan di 2019 tidak menjadikan kenaikan peran, bahkan sektor perikanan mengalami penurunan peranan di 2019, artinya sangat mungkin ada sektor lain yang tumbuh lebih cepat dibanding sektor perikanan.

Indicator selanjutnya Nilai Tukar Nelayan (NTN), pada bulan Juni 2021 NTN Bengkulu mencapai 99,08, angka ini lebih tinggi jika dibandingkan kondisi bulan Mei 2021. Meski naik, angka tersebut masih menunjukkan lebih tingginya harga yang dibayar oleh nelayan dari pada harga yang diterima. Rendahnya angka NTN Bengkulu dipicu oleh rendahnya Indeks Harga yang diterima oleh nelayan (It) penangkapan perairan umum yiatu 96,90. Kondisi ini mengisyaratkan perlunya pemerintah memonitor harga-harga yang terjadi di pasar, bahkan melakukan intervensi demi terjaganya stabilitas harga. Sehingga tingginya harga ikan tuna di dunia juga dinikmati oleh nelayan Bengkulu.

Ikan Tuna Bengkulu
Potensi ikan tuna di Bengkulu sangatlah tinggi, seperti diungkapkan oleh peneliti dan tokoh masyarakat di media-media. Sultan B Najumudin wakil ketua DPD RI, di berbagai media menyebutkan bahwa laut Bengkulu memiliki potensi ikan tuna yang tinggi mencapai 364 ribu ton per tahun, namun baru mampu diambil oleh nelayan hanya 64 ton.

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan UNIB mengungkapkan, laut Bengkulu memiliki potensi ikan tuna mecapai puluhan ribu ton per tahun. Hasil riset sejumlah dosen dan mahasisw di Kaur, ada potensi 23-32 ribu ton per tahuan. Dari jumlah tersebut hanya 64 ton yang mampu diambil oleh nelayan (https://regional.kompas.com/read/2019/09/20/15500371/melirik-potensi-puluhan-ribu-ton-tuna-di-laut-bengkulu?page=all). 

Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam https://statistik.kkp.go.id/ mencatat bahwa jumlah ikan tuna yang ditangkap oleh nelayan Bengkulu dari tahun 2010 hinga 2019 sangat berfluktuasi. Tahun 2010 hingga 2014, nelayan Bengkulu hanya mampu mengambil tuna paling banyak 886 ton di 2011, dan terendah 282 ton di tahun 2014. Sedangkan antara tahun 2015-2019, jumlah tuna yang mampu diambil paling tinggi 5.597ton terjadi di Tahun 2018 dan terendah 328 ton di tahun 2017. 

Sangat fluktuatifnya jumlah tuna yang dapat diambil oleh nelayan Bengkulu, mungkin dipengaruhi dominasi faktor alam. Namun demikian dari sisi non alam bisa diminimalkan dampaknya, seperti jumlah nelayan yang melaut, jumlah kapal digunakan untuk menangkap ikan. Selama satu dasa warsa 2010-2019 jumlah nelayan dan jumlah kapal mengalami kenaikan. Jumlah kapal motor yang dimiliki nelayan tahun 2019 naik 55,82 persen dibanding tahun 2010, dari 781 kapal menjadi 1.217 kapal. Jumlah motor tempel di 2019 naik 111,93 persen dibanding tahun 2010, sebanyak 1.274 motor menjadi 2.700 motor. 

Sementara itu jumlah nelayan yang dicatat Kementrian KKP juga mengalami kenaikan yang signifikan. Tahun 2019 dibanding tahun 2010 jumlah nelayan Bengkulu naik hampir 63 persen, dari 15.863 nelayan di tahun 2010 menjadi 25.846 nelayan di 2019. Kenaikan sangat signifikan dari jumlah kapal yang dimiliki serta nelayan yang melaut, ternyata belum mampu meningkatkan jumlah ikan tuna yang ditangkap. Jumlah ikan tuna yang ditangkap tahun 2019 hanya mencapai 1.451ton turun 74 persen dibanding kondisi tahun 2018.

Regulasi diharapkan
Seperti tersebut sebelumnya bahwa faktor alam sangat berpengaruh terhadap jumlah ikan tuna yang dapat diambil oleh nelayan, karena faktor alam itu tidak bisa diinterfensi, maka yang harus dilakukan adalah interfensi terhadap faktor non alam. Interfensi dapat melalui pintu teknologi, bantuan modal, mekanisme pemasaran dan sebagainya, semua itu perlu payung hukum berupa regulasi atau peraturan dari pemerintah baik pusat maupun daerah.
PP Nomor 27 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan bidang kelautan dan perikanan dapat menjadi payung hukum bagi pihak-pihak terkait dalam penyelenggaran kelautan dan perikanan. Sinergitas antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (gubernur/bupati/wali kota) serta para akademisi dapat dilakukan.

Pasal 105 PP Nomor 27 Tahun 2021 menyebutkan Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya memfasilitasi kegiatan pemberdayaan usaha kelautan dan perikanan. Pasal 107 menuliskan kewajiban dari Menteri dan kepala daerah untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas usaha kelautan dan perikanan. Sampai pasal 113 di PP tersebut masih menguraikan kewajiban pemerintah dalam hal ini Menteri dan kepala daerah dalam peran serta mereka di kegiatan usaha kelautan dan perikanan.

PP nomor 27 Tahun 2021 secara tersirat juga menuliskan bagaimana perguruan tinggi dapan berperan dalam kegiatan kelautan dan perikanan. Kajian-kajian dapat dilakukan oleh perguruan tinggi, dan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah saat menerbitkan regulasi dan nelayan saat memanfaatkan teknologi dalam melaut.

Akhirnya dapat dikatakan bahwa payung hukum untuk melahirkan sinergi antara pemerintah, dunia Pendidikan dan nelayan sudah ada, tinggal bagaimana para pihak memanfaatkan seoptimal mungkin demi kemajuan, kesejahteraan nelayan. 

Regulasi tepat, Penelitian manfaat, Nelayan semangat.