Tarik-ulur Omnibus Law

Diskusi implikasi omnibus law terhadap SDA dan Lingkungan

Bengkulutoday.com - Pekan lalu melalui diskusi panel, Walhi bersama Genesis Bengkulu menilai konsep pemangkasan Undang-Undang bernamakan omnibus law bakal jadi kekhawatiran bersama dan perlu dikaji ulang. 

Pasalnya, keberadaan aturan yang disiapkan guna memperkuat perekonomian nasional melalui perbaikan ekosistem investasi dan daya saing Indonesia, justru berimplikasi pada keselamatan Sumber daya alam dan lingkungan di Provinsi Bengkulu.

Omnibus Law sendiri menurut Akademisi Hukum Lingkungan Universitas Bengkulu, Edra Satmaidi mengatakan, Omnibus law merupakan pemangkasan Undang-Undang, di mana tujuannya adalah efisiensi regulasi investasi dan tata usaha tidak lagi memerlukan regulasi legalitas yang berbelit.

"Dengan mengangkat omnibus law, pemerintah sepertinya sengaja menjadikan investasi ekonomi sebagai negarapanglima," kata Edra, Kamis (23/01/2020), di Kota Bengkulu.

Ia menambahkan, dengan hadirnya omnibus law yang salah satunya berisikan penyederhanaan perizinan dan persyaratan investasi, Menteri Lingkungan Hidup turut meniadakan izin Amdal dan RTRW yang jadi salah satu penghambat aktivitas investasi.

"Memberikan investasi dan menghilangkan regulasi legalitas. Dampak dari aktivitas investasi dikesampingkan. Juga batas investasi pertambangan mengacu pada usia tambang. Tentu ini berimplikasi menjadikan omnibus law sebagai UU Sapu Jagad," kata Edra.

Setidaknya, ada 79 undang-undang dengan 1.244 pasal yang direvisi dan terdampak sekaligus. 

"Omnibus law sendiri telah masuk dalam program Legislasi Nasional Super Prioritas 2020. Semacam metode memangkas perundang-undangan, menggabungan beberapa aturan menjadi satu aturan," sampai Edra Satmaidi.

Adapun, omnibus law cipta lapangan kerja mencakup 11 klaster dari 31 Kementerian dan Lembaga terkait. Adapun, 11 klaster tersebut adalah

1) Penyederhanaan Perizinan,
2) Persyaratan Investasi,
3) Ketenagakerjaan,
4) Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM,
5) Kemudahan Berusaha,
6) Dukungan Riset dan Inovasi,
7) Administrasi Pemerintahan,
8) Pengenaan Sanksi,
9) Pengadaan Lahan,
10) Investasi dan Proyek Pemerintah, dan
11) Kawasan Ekonomi.

Sedangkan, omnibus law perpajakan mencakup 6 pilar, yakni

1) Pendanaan Investasi,
2) Sistem Teritori,
3) Subjek Pajak Orang Pribadi,
4) Kepatuhan Wajib Pajak,
5) Keadilan Iklim Berusaha, dan
6) Fasilitas.

Kaji Ulang atau Paparkan

Senada, ditanggapi Ketua Ganesis Bengkulu, Uli Arta Siagian, Sabtu (01/01/2020), omnibus law juga dinilai menghadirkan sanksi pidana bagi kepala daerah yang menentang investasi dan masih banyak lagi.

"Pembuatan RUU omnibus law ini ditekankan presiden harus selesai dalam waktu 100 hari kerja sejak Oktober 2019 lalu. Sedangkan yang perlu digarisbawahi adalah pertama, memang secara materi kita belum bisa mengkaji, karena memang pemerintah tidak membuka bagaimana bentuk materinya, naskah akademiknya apalagi RUU-nya. Ini yang seharusnya dibuka dulu ke publik. Beberapa informasi yang diwartakan media nasional, bahwa pemerintah siap menyerahkan RUU ke DPR," kata Uli.

"Yang ada itu materi presentasi dari para pejabat publik. Nah dari itu begitu jelas bagaimana investasi memang jadi tujuan utama. Dari konteks lingkungannya, terminologi izin lingkungan kemungkinan besar akan hilang," tambahnya.

Selain itu, omnibus ini akan mengembalikan sentralisasi, itu artinya rakyat akan kehilangan kontrol atas sumber-sumber pengidupannya dan terhadap setiap kebijakan yang mengatur itu.

"Sanksi pidana untuk pelanggar izin juga kemungkinan besar akan hilang. Yang ada hanya sanksi administratif," tegas Uli.

"Sekali lagi menurut ku yang harus didesak itu adalah pemerintah membuka dokumen-dokumen terkait omnibus. Agar kita bisa periksa, kaji dan memberikan rekomendasi," ujar Uli.

Uli memaparkan, satu kebijakan atau produk hukum yang disusun secara diam-diam, tidak dibuka ke publik dan tidak memberikan ruang pada publik untuk terlibat, produk atau kebijakan itu patut dipertanyakan bahkan ditolak, sampai semuanya terbuka.

Pewarta : Bisri Mustofa