Petani Malin Deman Mukomuko Laporkan Pencurian Sawit ke Polisi

Petani Malin Deman Mukomuko laporkan pencurian sawit ke Polisi

Bengkulutoday.com - Puluhan petani Kecamatan Malin Deman Kabupaten Mukomuko melaporkan pencurian buah sawit oleh lima orang oknum yang mengaku karyawan PT Daria Dharma Putra (DDP) ke Polsek Ipuh. Kelima oknum karyawan PT DDP tersebut atas nama Agus, Rahmad, Andi, Riki, dan Efri ditemukan sedang memanen sawit di lahan garapan Edi Supri warga Desa Lubuk Talang, Kecamatan Malin Deman. 

Kejadian berawal pada Selasa, pukul 10.00 WIB, seperti biasa petani menuju lahan garapan untuk beraktifitas. Saat tiba di kebun garapan Edi Supri, kelima oknum karyawan itu langsung menghentikan aktifitas pemanenan dan langsung pergi meninggalkan sawit yang sudah dipanen.

Oleh warga, buah sawit yang dipanen oknum karyawan tersebut langsung dibawa ke Polsek Ipuh dengan laporan pencurian sawit. 

Menurut Joni, petani lainnya mengatakan pemanenen sawit petani mandiri oleh oknum karyawan perusahaan sudah terjadi tiga kali. Sebelumnya warga juga menemukan oknum dari perusahaan dan barang bukti sawit yang di tinggalkan di lahan garapan petani bernama Darmin tapi dibiarkan dan hanya diberikan peringatan. 

"Kejadian ini sudah berulangkali makanya kami laporkan ke polisi karena mereka ini sudah meresahkan petani," kata Joni.

Karena berulang, pencurian sawit di atas lahan Edi Supri dilaporkan oleh 40 petani lainnya yang sedang berada di sekitaran lahan tersebut. Bersama-sama mereka melaporakan kejadian ini ke Polsek Ipuh dan membawa barang bukti berupa sawit sebanyak 840 kilogram.

"Ini sudah ketigakalinya kami menemukan mereka manen, selama ini kami peringatkan saja. Tapi sepertinya semakin hari, semakin besar kepala oknum ini sehingga kami laporkan ke polisi agar ada efek jera," kata Suharto, petani lainnya. 

Edi Supri, petani penggarap lahan yang ditelantarkan PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) sudah merawat sawit tersebut sejak 2016. Selama ini ia rutin memanen buah sawit tersebut tanpa gangguan pihak lain.

Petani lainnya, Suharto mengatakan puluhan petani lainnya di wilayah itu juga menggarap lahan yang ditelantarkan PT BBS sejak beberapa tahun lalu. Penguasaan lahan oleh petani ini dikuatkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tahun 2009 sesuai surat nomor 3207/22.1-500/VIII/2009 yang menyebutkan bahwa lahan HGU PT BBS masuk dalam daftar lahan terlantar.

Konflik muncul setelah PT Daria Dharma Pratama (DDP) mengklaim telah membeli lahan HGU PT BBS dan mulai mengusir petani penggarap. Namun menurut Suhato, hingga saat ini manajemen PT DDP tidak bisa menunjukkan dokumen legalitas perusahaan menguasai HGU PT BBS tersebut.

"Semua pihak sudah kami tanyakan tentang legalitas penguasaan HGU yang terlantar itu, tapi sampai saat ini tidak ada yang bisa menunjukkan dokumennya, sementara petani penggarap merasa diteror setiap hari," kata Suharto.

Selama ini masyarakat penggarap lahan yang ditelantarkan PT BBS juga sudah memperjuangkan legalitas mereka untuk menguasai lahan tersebut dengan mengurus surat keterangan tanah dan surat keterangan garap dari perangkat desa mereka. Hingga saat ini terdapat 36 orang petani yang sudah mengantongi surat keterangan tanah atau surat keterangan garap tersebut.