Miris, Nasib Tenaga Kerja Honorer, Islam Problem Solver!

ilustrasi

Oleh: Munawwaroh, M.E

Bengkulutoday.com - Sungguh miris melihat nasib para pekerja honorer menjadi korban ketidakpedulian penguasa di Negeri ini. Bagaimana tidak, setelah tenaganya diperas namun haknya jangankan diberikan secara layak untuk tenaga kerja sukarela yang mengabdi tanpa peduli digaji berapapun, namanya juga sukarela iya kan? tak kunjung mendapatkan haknya secara pasti. Melalui laman berita harianrakyatbengkulu pada 15/8/2023 lalu menurut pengakuan salah seorang TKS yang enggan ditulis namanya bekerja di RSUD Kepahiyang hingga kini belum juga menerima honor/gaji atas jerih payahnya bekerja selama 8 bulan belum sekalipun menerima gaji. Tak dapat dipungkiri, Tentu saja nasib malang tenaga honorer ini tidak hanya dialami oleh satu atau dua orang saja, namun, bisa jadi jutaan orang tenaga honorer bernasib sama dari berbagai daerah di Negeri ini.

Perngakuan tersebut diperkuat melalui berita Curupekspress 15/8/2023 Nasib pemberian Honor 160 tenaga harian lepas (THL) rumah sakit umum daerah (RSUD) kepahiyang yang belum dibayarkan sejak januari 2023 lalu, akan dipertaruhkan pada APBD-P. Direktur RSUD Kepahiyang mengatakan ”akan kita upayakan dan usul honor THL ini pada APBD-P nanti. Namun itu baru sebatas usulan saja dan pihaknya hanya mengusulkan honor THL itu dibayar selama 7 bulan saja”. Usulan tersebut berdasarkan aspirasi puluhan tenaga kesehatan yang mewakili 160 THL lainnya pada senin (29/5/2023) tuntutan tersebut berisi honor/gajinya agar bisa dianggarkan oleh pihak DPRD dan meminta surat kerja (SK) kerjanya dari awal januari lalu. Curup ekspress(15/08/2023).

Padahal, masih sangat segar diingatan kita semua bukan? Siapapun penguasa di daerah ini sebagai pemangku jabatan, bahkan  yang katanya wakil rakyat. Plisss jangan hanya bisanya menghabisi uang rakyat! mari sama-sama kita simak baik-baik dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 berbunyi ”tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupaan yang layak bagi manusia” pasal ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mampu memiliki penghidupan yang layak. namun faktanya jauh panggang dari api, pasal ini hanya retorika semata mengingat masih banyaknya tenaga honorer. sudahlah honorer sukarela pula, berbulan-bulan gaji tak kunjung cair pula, padahal bekerja tiap hari butuh biaya kan? Ongkos BBM dari rumah kekantor, butuh biaya makan dan lain-lainnya. Sejatinya kebijakan penguasa adanya pembedaan ASN dan tenaga honorer sudah cukup menapikkan bunyi undang-undang tersebut karena terdapat diskriminasi dan ketidakadilan terhadap tenaga kerja. 

Selanjutnya, dalam UU juga telah dijelaskan pada pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia 1945, yang menyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun faktanya hari berganti tahun berganti pula penguasa, kenyataannya apakah nasib rakyat diperhatikan? Alih-alih memperhatikan kemakmuran rakyat permasalahan menggaji tenaga kerja honorer secara layak saja tidak mampu, buktinya bertahun-tahun tenaga honorer kian tidak menemukan kepastian padahal sejatinya negeri ini adalah negeri yang kaya akan sumberdaya alam, hanya untuk menggaji tenaga kerja honorer saja tidak terselesaikan, bagaimana pemasalahan yang lain misalnya kemiskinan, pengangguran, kenaikan harga kebutuhan pokok, kelangkaan bahan pangan dan energi dan lain-lain masih banyak lagi bagaikan benang kusut seolah tak menemukan solusi pasti.

Jelas sudah, selagi negeri ini masih kekeh mengambil aturan buatan manusia yang lemah dan rusak maka selamanya problematika kehidupan diberbagai aspek tidak akan menemukan solusi termasuk permasalahan tenaga kerja yang sebenarnya adalah permasalahan cabang yang berasal dari turunan permasalahan ekonomi. Beginilah kejamnya sistem rusak kapitalisme, dalam sistem ini manusia berdaulat atas sebuah hukum, manusia tidak hanya bisa membuat, menjalankan, namun bisa merevisi bahkan menghapus hukum sesuai dengan kepentingan dan asas manfaat didalamnya.

Paham sekulerisme melahirkan kepemimpinan bercorak kapitalisme. Kapitalisme adalah faham yang bersifat materialistis, tentu saja ketika sistem ini diterapkan memberi dampak berbahaya bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah terciptanya hubungan antara penguasa dan rakyat seperti layaknya penjual dan pembeli. Rakyat dipandang sebagai pembeli secara ekonomis, yaitu apa yang menguntungkan dan merugikan bagi penguasa negeri ini.

Maksudnya, jika dengan diterapkan tenaga honorer di Negeri ini dipandang akan bisa menguntungkan karena bisa mengurangi pengangguran, maka tenaga kerja honorer di anggap bermanfaat dan menguntungkan bagi Negara karena selain mengurangi pengangguran juga dapat digaji dengan upah yang sangat rendah, bahkan mirisnya lagi terjadi diberbagai daerah muncul istilah tenaga kerja honorer yakni Tenaga Kerja Sukarela (TKS), Tenaga Harian Lepas (THL) yang gajinya disesuaikan dengan anggaran masing-masing daerah bahkan mirisnya lagi mereka bekerja setelah berbulan-bulan lamanya gaji tak kunjung cair dan kepastian haknya pun masih dipertaruhkan pada APBD-P daerah tersebut.

Namun jika dianggap tidak menguntung penguasa akan menghapuskan kebijakan ini, sebagaimana yang kita ketahui setelah terbitnya surat menteri PANRB tentang dihapusnya tenaga kerja honorer mulai tanggal 28 november 2023 mendatang. Ini didasarkan surat menteri PANRB No.B/185/M.SM.02.03/2022 perihal status kepegawaian dilingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Surat yang diteken 31 mei 2022 itu menjadikan ASN terdiri atas dua jenis yaitu: ASN dan PPPK, tenaga honorer akan dihapuskan, lalu diganti dengan sistem outsourcing.

Inilah kenyataan pahit para pencari kerja disistem rusak kapitalisme ini, rakyat selama ini berjuang sendiri memenuhi kebutuhannya, ditambah lagi harus mencari pekerjaan sendiri, padahal seharusnya lapangan pekerjaan disediakan oleh Negara, kalaupun ada penyediaan lapangan pekerjaan tentunya tidak sebanding dengan jumlah pencari kerjanya, sehingga rakyat berfikir, yaa sudahlah dari pada nganggur tidak masalah jadi tenaga honorer, tidak apa-apa jadi tenaga kerja sukarela bahkan tenaga harian lepas pun jadi yang belum jelas status dan gajinya yang penting setelah selesai sarjana pakai seragam kerja agar tidak dipandang menganggur. Beginilah stigma yang muncul dimasyarakat hari ini.

Mungkin, masyarakat sudah jengah dengan sistem hari ini, namun hanya saja tidak menemukan solusi pasti terhadap apa yang mereka alami betapa di Negeri ini sejatinya tenaga kerja honorer benar-benar tidak mendapatkan haknya secara layak. Untuk itu marilah kita sama-sama renungkan, Allah sang Khalik yang maha pengasih dan penyayang yang telah menciptakan manusia tentunya dengan seperangkat peraturan didalamnya, tidakkah kita mau diatur oleh aturan Allah subhanahu wa ta’alla yang lebih tahu permasalahan hidup kita dari mulai bangun tidur, bangun rumah tangga hingga bangun Negara, Islam adalah way of life yang mengatur semua sendi kehidupan termasuk masalah terkait ketenagakerjaan. Berikut ulasannya:

Pertama, Pengelolaan kepemilikan umum oleh Penguasa/Negara berupa sumber air, hutan dan sumber-sumber energi serta seluruh barang tambang dalam jumlah yang besar tentu saja akan membutuhkan banyak tenaga kerja dan tenaga ahli diberbagai bidang. Tentu saja hal ini menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan yang luas bagi angkatan kerja. Begitu juga pengelolaan sumber pemasukan Negara yang sangat membutuhkan tenaga kerja baik pegawai pemerintahan maupun bagian administrasi negara. Dengan banyaknya lapangan pekerjaan ini jangankan tenaga kerja honorer bahkan pengangguran pun dipastikan tidak akan ditemukan lagi.

Kedua, dengan Baitul Maal akan menempatkan gaji semua pegawai pada pos pengeluaran yang bersifat tetap, artinya mau tidak mau, ada tidak ada di Baitul Maal harus selalu tersedia dana pos pengeluaran tersebut. Pengeluran pos tersebut berasal dari dua sumber, yakni: pemasukan yang pertama harta milik Negara berupa fai, kharaj, jizyah, dan dharibah. Dan yang kedua harta milik umum seperti hasil pertambangan dan energi( tambang minyak, gas, batubara, emas, nikel dan lain-lain masih banyak lagi) hasil hutan, hasil laut dan lain-lain milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan. Sehingga tidak akan pernah terjadi penunggakan gaji tenaga kerja berbulan-bulan yang kita lihat hari ini, ketika Negara memberlakukan sistem Islam secara kaffah.  dalam Islam seorang pekerja yang telah memeras keringatnya (bekerja) dengan segenap hati dan jiwanya wajib dihargai, Dari Abdullah bin Umar, Nabi shalallahu’alaihi wasallam bersabda: “berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR.Ibnu Majah).

Selain itu juga, sebagaimana kisah tenaga kerja guru di zaman Umar Bin Khatab berikut: Iman Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah Bin Atha bahwa semasa pemerintahan Umar Bin Khatab ada tiga guru yang mengajar anak-anak, mereka diberikan gaji masing-masing sebesar 15 dinar (1=4,25 gram emas, 15 dinar=63,75 gram emas) jika saat ini harga 1 gram emas 1 juta rupiah, maka gaji guru saat itu setiap bulannya adalah Rp.63.750.000. MasyaAllah bukan? Tentunya sepenggal kisah ini tidak hanya untuk para guru saja, namun semua tenaga kerja baik pegawai pemerintahan, tenaga pendidik, tenaga kesehatan dan lain-lainnya diberikan upah secara layak sesuai kesepakatan antara pekerja dengan pemberi pekerjaan agar tidak terjadi kedzoliman. Inilah penghargaan bagi tenaga kerja disistem Islam yang memberikan keadilan dan tidak adanya diskriminasi antara pekerja satu dan lainnya.

Tidakkah kita rindu diatur oleh aturan Islam yang memberi keadilan dan kesejahteraan tidak hanya bagi pekerja saja, namun juga bagi seluruh rakyat yang dinaungi oleh aturan Islam? Wallahu a’lam bi showab….