Menilik Situasi Pembangunan Manusia di Provinsi Bengkulu

ilustrasi

Penulis: Febrianto Nainggolan (Statistisi di BPS Kabupaten Kepahiang)

Bengkulutoday.com - Human Development Index atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu rumusan yang diperkenalkan pada tahun 1990 oleh United Nations Development Programme (UNDP) sebagai suatu ukuran keberhasilan pembangunan kualitas hidup manusia. Selain digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah, di Indonesia, IPM digunakan sebagai salah satu faktor penentuan besaran Dana Alokasi Umum (DAU) yang akan diterima setiap daerah, hal ini tercantum dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004. Oleh karena itu, data IPM dianggap sebagai data strategis yang setiap tahunnya selalu menjadi perhatian pemerintah daerah, tak terkecuali di Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan Publikasi Indeks Pembangunan Manusia Provinsi Bengkulu 2022 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu pada Maret ini, angka IPM Provinsi Bengkulu terus mengalami peningkatan sejak tahun 2018 hingga 2022. Hal ini menunjukkan harapan yang positif terhadap kemajuan pembangunan manusia di Provinsi Bengkulu di masa mendatang.

Angka IPM Provinsi Bengkulu pada tahun 2022 adalah sebesar 72,16 angka ini naik sebesar 0,52 poin atau tumbuh sebesar 0,73 persen dari tahun sebelumnya, yaitu 71,64. Meskipun capaian IPM Provinsi Bengkulu pada tahun 2022 termasuk dalam kategori “tinggi” (berada pada rentang 70 hingga kurang dari 80), angka ini masih berada di bawah angka IPM nasional, yakni 72,91. Situasi ini perlu menjadi perhatian kita bersama dalam menciptakan kualitas pembangunan manusia yang tidak hanya baik, tetapi juga mampu untuk bersaing (dalam artian positif) dengan daerah lain.

Dirinci menurut dimensi penyusunnya, terdapat tiga dimensi penyusun IPM (UNDP, 2010), yaitu umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan, serta standar hidup layak. Setiap dimensi diwakili oleh indikator, dimensi umur panjang dan hidup sehat diwakili oleh indikator Angka Harapan Hidup (Life Expectancy), dimensi pengetahuan diwakili oleh indikator Rata-rata Lama Sekolah (Mean Years of Schooling) dan Harapan Lama Sekolah (Expected Years of Schooling), kemudian dimensi standar hidup layak diwakili oleh Pengeluaran per Kapita (Expenditure per Capita).

Dilihat dari dimensi umur panjang dan hidup sehat, Angka Harapan Hidup (AHH) di Provinsi Bengkulu pada tahun 2022 berada pada nilai 69,69 tahun. Hal ini berarti bahwa rata-rata bayi yang lahir tahun 2022 diperkirakan dapat bertahan hidup hingga usia 69 sampai 70 tahun. Kemudian, pada dimensi pengetahuan, rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah masing-masing sebesar 8,91 dan 13,68. Angka ini menunjukkan secara rata-rata penduduk usia 25 tahun ke atas telah menempuh pendidikan hingga 8-9 tahun atau setara kelas 2 SMP. Terakhir, pada dimensi standar hidup layak, rata-rata pengeluaran mencapai Rp10.840.000 per kapita per tahun. Jika dibagi ke dalam 12 bulan dalam setahun, rata-rata pengeluaran penduduk di Provinsi Bengkulu bahkan tidak sampai 1 juta per bulan (sekitar 903 ribu per orang per bulan). Angka yang cukup kecil.

Jika dilihat berdasarkan wilayah, capaian IPM di Provinsi Bengkulu pada tingkat kabupaten/kota tidak tersebar merata. Hanya Kota Bengkulu yang memiliki IPM diatas (bahkan jauh diatas) capaian IPM provinsi (72,16), yakni sebesar 80,99. Angka ini merupakan yang terbesar di Provinsi Bengkulu dan termasuk kategori IPM sangat tinggi. Sedangkan, sembilan wilayah kabupaten lainnya memiliki angka IPM dibawah rata-rata provinsi dengan IPM terendah berada di wilayah Kabupaten Seluma dengan nilai 67,76. Kesenjangan antara wilayah kabupaten dan kota dalam pembangunan manusia yang terlihat dari capaian IPM perlu menjadi perhatian kita bersama.

Peningkatan capaian IPM Provinsi Bengkulu tentu menjadi target yang realistis, mengingat capaian IPM terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Berbagai program yang dijalankan oleh pemerintah perlu ditingkatkan, seperti dalam bidang kesehatan berupa penyediaan layanan fasilitas dan tenaga kesehatan yang berkualitas dan lebih terjangkau baik secara jarak fisik maupun ekonomi. Kemudian pada bidang pendidikan, perlu ditingkatkan pelaksanaan program wajib belajar baik itu 12 tahun serta sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Lalu, pada bidang ekonomi diperlukan berbagai program yang dapat mengentaskan kemiskinan dan mengurangi tingkat pengangguran, seperti penyediaan lapangan pekerjaan yang sesuai dengan kapasitas tenaga kerja tersedia dan pelatihan prakerja yang lebih efektif sesuai dengan tujuan lapangan kerja.