Wartawan Dipanggil Polisi Terkait Berita, SMSI Bengkulu Siap Berikan Pendampingan Hukum

Wartawan Dipanggil Polisi Terkait Berita, SMSI Bengkulu Siap Berikan Pendampingan Hukum

Bengkulu - Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Bengkulu Wibowo Susilo mengatakan, SMSI Bengkulu siap memberikan pendampingan hukum atau pembelaan terhadap wartawan di Bengkulu yang dipanggil penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Bengkulu. Hal itu disampaikan Wibowo melalui siaran persnya, Sabtu (19/8/2023).

Disampaikan Wibowo, SMSI Bengkulu telah menerima permohonan pendampingan sebagai organisasi pers terhadap wartawan yang dipanggil penyidik terkait pemberitaan di media. Selain itu, ada wartawan yang memang medianya anggota SMSI Bengkulu.

"Informasi sementara, ada 4 wartawan, 3 wartawan media online dan 1 wartawan media cetak yang dipanggil penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Bengkulu terkait berita yang mereka buat di media mereka. Dari empat wartawan, 3 wartawan telah memenuhi panggilan penyidik. Sejak awal pemanggilan, kita sudah diberi tahu oleh wartawan secara lisan agar turut memantau perkembangannya. Pemanggilan tersebut memang berjudul wawancara, tetapi materi pertanyaannya kami anggap mengintervensi kebebasan pers. Berdasarkan hal tersebut, kami telah berkoordinasi dengan ahli pers Dewan Pers," ujar Wibowo.

Seharusnya, kata Wibowo, pemanggilan bukan ditujukan kepada wartawan, tetapi kepada penanggungjawab media atau pemimpin redaksinya. Itu yang diatur UU Pers dan peraturan Dewan Pers. Selain itu, penyidik  juga harus mematuhi MoU Dewan Pers dengan Polri  tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022 diteken Ketua Dewan Pers dan Kapolri pada Rabu 16 Maret 2022, dan juga Keputusan Bersama Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri tentang Implementasi Atas Pasal Tertentu Dalam UU ITE. Selain itu, ada juga Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Bareskrim Polri dan Komisi Hukum Dewan Pers yang baru saja diteken pada Kamis (10/11/2022) lalu sebagai pedoman penyidik dalam menangani perkara terkait pers.

"Dalam hal adanya dugaan pelanggaran hukum terhadap karya jurnalistik, pertanggungjawaban hukum ditujukan kepada "Penanggung Jawab" institusi pers yang bersangkutan. Merujuk pada UU Pers pasal 12, yang dimaksud penanggung jawab perusahaan pers adalah meliputi bidang usaha dan bidang redaksi. Dalam hal pelanggaran pidana yang dilakukan perusahaan pers, maka perusahaan pers tersebut diwakili oleh penangung jawab, apabila kepolisian menerima aduan perkara pidana menyangkut karya jurnalistik, maka menurut UU Pers tidak perlu menyelidiki siapa pelaku perbuatan pidana, melainkan langsung meminta pertanggungjawaban dari Penanggung Jawab perusahaan pers, sebagai pihak yang harus menghadapi proses hukum," jelasnya.

"Jadi pemanggilan terhadap wartawan terkait pemberitaan menurut UU Pers menyalahi, seharusnya penyidik memanggil penangung jawab/pemimpin redaksi perusahaan pers tempat wartawan bekerja jika itu termasuk sengketa pers," jelas Wibowo.

Untuk diketahui, wartawan tersebut dipanggil dalam perkara dugaan tindak pidana pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 yang dilaporkan oleh Rektor Unihaz, Yulfi Perius.

Wibowo menambahkan, wartawan adalah profesi yang memiliki hak tolak, yaitu hak menolak mengungkapkan nama dan atau identitas narasumber berita yang harus dirahasiakan, dalam hal ini berlaku bagi narasumber confidential sebagaimana pasal 4 ayat (4) UU Pers yang berbunyi "Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak". Hal tolak ini berlaku bagi narasumber yang kredibel, beritikad baik, kompeten dan informasi yang disampaikan terkat dengan kepentingan publik.

"Hak tolak ini dapat dibatalkan demi kepentingan dan keselamatan negara atau ketertiban umum yang dinyatakan oleh pengadilan terpisah yang khusus memeriksa soal itu," demikian Wibowo mengut…