Menanti Kehadiran Sistem Pendidikan Islam Yang Melindungi Generasi Dari Bullying

ilustrasi

Oleh: Indah Kartika Sari, SP (Forum Muslimah Untuk Studi Islam Bengkulu)

Bengkulutoday.com - Dunia pendidikan berkali-kali tercoreng dengan berbagai kasus kekerasan (bullying). Korban kekerasan bukan  hanya menimpa  siswa namun juga para guru.   Belum  lepas ingatan kita dari kasus kekerasan yang menimpa seorang guru olahraga SMAN 7 Rejang Lebong Bengkulu imbas diketapel oleh orang tua murid sekolahnya sehingga mengalami kebutaan permanen.  Seakan menggambarkan fenomena gunung es, kasus  bullying kembali menimpa puluhan pelajar di salah satu SMAN Bengkulu Tengah (Benteng). 

Ditengarai seorang oknum guru melakukan kekerasan terhadap puluhan pelajar setempat hingga mereka mengalami lebam. Menurut kabar, pemicunya lantaran para siswa tersebut tidak membawa perlengkapan olahraga. Tak pelak kejadian itu langsung mengundang reaksi protes keras dari para wali murid, kalangan LSM, pejabat hingga orang nomor wahid di Provinsi Bengkulu, Gubernur Rohidin Mersyah. Kadis Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Eri Yulian Hidayat turun ke sekolah tersebut guna melakukan investigasi.

Semakin marak

Kasus perundungan generasi yang semakin marak di sekolah-sekolah, memunculkan pertanyaan ada apa dengan sistem pendidikan kita. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengungkapkan keprihatinan terhadap pencapaian program pemerintah di bidang Pendidikan, khususnya program Pendidikan karakter berbasis Nawacita yang tercantum dalam Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI terkait visi Pendidikan karakter.

Ia mengekspresikan kekesalannya terhadap meningkatnya kasus perundungan di kalangan pelajar yang semakin sering dilaporkan di media dan terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Ia juga mempertanyakan keseriusan pejabat terkait dalam menangani masalah ini.

Abdul Fikri Faqih merasa geram dengan maraknya kejadian perundungan yang semakin sering terjadi dan menyebar ke berbagai daerah. Sayangnya, beberapa korban yang masih pelajar harus kehilangan nyawa akibat perundungan tersebut.

Sebelumnya, berdasarkan hasil Survei PISA 2019 oleh OECD, yang masih menjadi acuan Kemendikbudristek RI, Indonesia menempati peringkat teratas dalam kasus perundungan. Survei tersebut menunjukkan bahwa 41 persen anak di Indonesia mengalami perundungan lebih dari sekali dalam sebulan.

Mengingat kondisi tersebut, Abdul Fikri Faqih mendesak pemerintah, terutama Kemendikbud RI, untuk menyatakan darurat perundungan agar kesadaran dan kepedulian terhadap masalah ini semakin meningkat di kalangan semua pihak dan masyarakat.

Ia juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017, yang merupakan dasar program Nawacita Presiden Joko Widodo terkait Pendidikan karakter.

Selain itu, Kemendikbudristek RI juga telah meluncurkan program yang ambisius dan menggunakan anggaran negara yang signifikan yang disebut ‘Profil Pelajar Pancasila’. Program ini tertuang dalam Permendikbud RI Nomor 22 tahun 2020 tentang rencana strategis kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020-2024.

Setelah enam tahun sejak dikeluarkannya Perpres 87/2017 dan tiga tahun setelah Permendikbud 22/2020, Abdul Fikri Faqih mempertanyakan apakah program-program tersebut benar-benar mencerminkan hasil dari pendidikan karakter dan pembentukan karakter pelajar Pancasila yang diharapkan. Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap masa depan bangsa jika kualitas pelajar saat ini lebih menonjolkan perilaku agresif daripada kecerdasan dan prestasi.

Berbagai kritik yang dilontarkan ini wajar dilakukan. Sebab dengan berbagai kebijakan di dunia pendidikan termasuk adanya pergantian kurikulum ternyata tidak juga mampu menurunkan kasus kekerasan dalam dunia pendidikan.  Ini menunjukkan Indonesia sedang darurat bullying. Perundungan kian hari seolah menjadi ancaman bagi anak-anak. Mengapa hal ini terus saja berulang? Apa yang menjadi masalah utamanya?

Sistem Yang Salah

Kasus kekerasan  marak terjadi pada sistem yang menjauhkan Islam dari kehidupan (sekuler). Dalam sistem sekuler, umat mengalami krisis iman yaitu hilangnya rasa takut kepada Allah Ta'ala.  Mereka tak lagi berpatokan pada halal dan haram ketika berbuat.  Hawa nafsu lebih mereka tonjolkan. Lihat saja, hanya karena dipicu hal-hal sepele, mereka bisa saling baku hantam dan tawuran.  Begitu mudah kekerasan terjadi dalam sistem sekulerisme
bahkan sampai menghilangkan nyawa.

Sistem sekulerisme yang meniadakan turut campurnya agama dalam kehidupan, membuat kurikulum pendidikan jauh dari tujuan memanusiakan manusia.  Akibat rusaknya sistem sekuler yang merata di mana-mana,  sekolah umum maupun sekolah berbasis Islam sampai tak  mampu membendung terjadinya kasus kekerasan terhadap para guru dan  anak-anak didik mereka.  Efek dari penerapan kurikulum berbasis sekularisme yang rusak dan merusak menyebabkan perilaku generasi termasuk para guru makin jauh dari karakter umat terbaik.   Lihat saja, berjenis-jenis kasus degradasi dunia pendidikan semisal perundungan, kekerasan seksual, narkoba, perzinaan, tawuran, bunuh diri, pembunuhan dan sebagainya kerap mengintai generasi kita.

Ditambah lagi pola asuh pendidikan  dalam lingkup keluarga yang jauh dari nilai iman dan taqwa.  Pola asuh orang tua yang super sibuk mencari nafkah membuat anak-anak lebih  dominasi berinteraksi dengan gadget yang banyak dipenuhi konten-konten sampah seperti kekerasan dan pornografi. Inilah yang membuat anak-anak sangat rentan dalam berperilaku. Kebebasan berekspresi dan kebebasan mengakses tontonan serta  kebebasan lainnya menjadikan anak dapat melakukan suatu perbuatan sesukanya dan sekehendaknya, tanpa terikat halal atau haram dalam aturan agama.

Bahkan agama menjadi sesuatu yang asing bahkan dianggap menjadi penghalang kebebasan mereka.  Di sisi lain para guru telah kehilangan dedikasinya untuk menjadi pahlawan tanpa tanda jasa bagi para siswanya.  Rendahnya gaji guru membuat mereka hanya sibuk pada administrasi dan sertifikasi sehingga kehilangan banyak waktu untuk meningkatkan kapabilitas diri sebagai pendidik sejati. Belum lagi masyarakat  hidup dengan gaya individualistis yang minim kepedulian terhadap sesama serta cenderung acuh tak acuh. Masyarakat begitu jauh dari kata umat terbaik dengan karakter amar ma'ruf nahi mungkar yang melekat padanya.

Oleh karena itu,  perundungan  yang menimpa generasi memerlukan solusi komprehensif yang dapat memutus rantai
 bullying.  Peran orang tua (keluarga) serta guru dan masyarakat belum cukup  menuntaskan kasus kenakalan generasi termasuk perundungan di dalamnya tanpa menyertakan peran penting pemangku kebijakan (negara).  Untuk itulah perlu sinergitas di antar seluruh komponen  dunia pendidikan untuk menghadirkan kembali sistem pendidikan Islam yang dapat  melindungi generasi dari degradasi sekulerisme.

 Kembali Kepada Islam

Bercermin pada peradaban Islam, dunia pendidikan merupakan institusi strategis  untuk mewujudkan generasi cemerlang yang memiliki berkepribadian mulia, berakhlak karimah, serta sangat unggul dalam ilmu dunia. Rahasianya ada pada kokohnya penancapan keimanan sebagai landasan dalam setiap perbuatan yang menjadi benteng dari perilaku jahat dan sadis. Iman akan menjadikan seseorang menyadari konsekuensi sebagai hamba Allah yaitu mentaati seluruh perintah-Nya dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Tak hanya itu, penancapan iman yang kuat pada individu rakyat harus disertai juga dengan penerapan sistem pendidikan Islam oleh institusi negara. 

Negara menerapkan kurikulum pendidikan Islam di semua jenjang sekolah dan satuan pendidikan. Negara juga mengkondisikan pola asuh orang tua akan  dipenuhi suasana iman dan kasih sayang sehingga lahir generasi yang peduli dan berempati kepada sesama.  Negara juga mensuasanakan media informasi jauh dari konten-konten kekerasan dan pornografi. Ditambah penerapan sistem pergaulan sosial berdasarkan syariat Islam akan melahirkan masyarakat Islam yang bertakwa. Negara pun membangun masyarakat dengan budaya dakwah dan amar makruf nahi mungkar yang berlandaskan sistem Islam kaaffah.  Masyarakat peka dan peduli terhadap berbagai kemaksiyatan dan tidak membiarkan kemaksiyatan itu terus ada dengan menggencarkan dakwah dari seluruh lapisan masyarakat.

Demikianlah metode Islam berhasil melahirkan generasi hebat, mulia, unggul, tak tertandingi selama kurang lebih 13 abad. Generasi dengan karakter umat terbaik yang menjadi pemimpin dari peradaban terbaik. Generasi yang terlindungi  dari semua kerusakan termasuk bullying.  Saat ini, sangat urgen menghadirkan kembali sistem terbaik bagi generasi umat Rasulullah di akhir zaman. Upaya ini memerlukan sinergitas semua pihak untuk ikut arus perjuangan penegakkannya.   Semoga Allah segera menurunkan pertolonganNya. Wallahu a'lam bish-shawab.