Fakta di Balik FGD Tambang Emas Seluma, Kuasa Hukum Pemprov Bongkar Ketidakterbukaan Informasi

Kuasa Hukum Ana Tasia Pasie

Bengkulu, 11 Oktober 2025 – Polemik tambang emas di Kabupaten Seluma kembali mencuat setelah pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) yang digelar oleh PT PT Energi Swa Dinamika Muda (ESDMu) di salah satu hotel di Bengkulu pada Sabtu (11/10). Kegiatan yang diklaim sebagai ajang dialog publik itu justru dinilai tidak representatif dan penuh kejanggalan.

Kuasa Hukum Pemerintah Provinsi Bengkulu, Ana Tasia Pase, S.H., M.H., mengungkap bahwa FGD tersebut tidak melibatkan unsur penting masyarakat seperti pemerhati lingkungan, akademisi, mahasiswa, maupun organisasi masyarakat sipil. Menurutnya, kehadiran dalam forum itu hanya terbatas pada sebagian kepala desa dan beberapa warga.

“Kami dari Pemprov Bengkulu bahkan tidak diberi ruang untuk menyampaikan sejumlah fakta penting terkait persoalan tambang emas ini,” ujar Ana Tasia Pase.

Pemerintah Provinsi Bengkulu menegaskan bahwa setiap kebijakan, termasuk investasi di sektor pertambangan, harus berpijak pada kehendak masyarakat. Gubernur Bengkulu disebut selalu menjadikan aspirasi rakyat sebagai dasar pengambilan keputusan.

“Pemprov Bengkulu tidak pernah menolak investasi. Kami justru mendukung investasi yang taat hukum, memberikan manfaat nyata, dan berkelanjutan bagi masyarakat serta daerah,” tegas Ana.

Hingga kini, Pemerintah Provinsi Bengkulu belum menerbitkan rekomendasi untuk kegiatan tambang emas di Seluma. Penundaan tersebut bukan karena hambatan administratif, melainkan karena masih adanya gejolak sosial dan penolakan warga. Lembaga Kajian Tambang (LEKAT) bahkan telah menyampaikan surat resmi penolakan kepada Gubernur Bengkulu, Presiden Republik Indonesia, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Pemerintah tidak ingin terburu-buru mengambil keputusan yang justru berpotensi menimbulkan konflik sosial di tengah masyarakat,” jelas Ana.

Dalam kesempatan itu, kuasa hukum Pemprov juga menyinggung soal isu kontribusi saham yang sempat mencuat di publik. Sejak awal, terdapat desakan dari beberapa pihak yang meminta jatah saham cukup besar, yakni 20 persen oleh Saudara Muspani dan 50 persen oleh Saudara Ranggowale.

Gubernur Bengkulu sempat mengirim tim ke Banyuwangi untuk mempelajari pola investasi tambang yang sehat. Hasilnya menunjukkan bahwa porsi saham yang wajar untuk pemerintah daerah hanya sekitar 10 persen, disertai program nyata bagi masyarakat. Namun setelah temuan tersebut, terjadi perubahan sikap dari beberapa pihak yang sebelumnya menolak, kini justru mendukung PT ESDMu dan FGD.

“Perubahan sikap ini tentu menimbulkan tanda tanya besar. Karena itu, kami menilai perlu ada pernyataan resmi dari semua pihak yang mendukung agar siap bertanggung jawab penuh terhadap dampak di kemudian hari,” kata Ana menegaskan.

Pemprov Bengkulu juga menegaskan bahwa apabila Bupati Seluma, pemerintah daerah, maupun DPRD setempat menyetujui keberadaan tambang emas, maka hal itu harus dibarengi dengan komitmen dan tanggung jawab penuh. Pemerintah provinsi tidak ingin risiko sosial, ekonomi, maupun lingkungan sepenuhnya dibebankan pada provinsi.

Dalam pelaksanaan FGD, masyarakat juga sempat melakukan orasi menolak rencana tambang emas. Aksi tersebut menjadi bukti bahwa resistensi sosial di tingkat akar rumput masih kuat dan wajib diperhatikan sebelum keputusan apa pun diambil.

Terkait isu adanya pertemuan antara Kementerian, Pemprov Bengkulu, dan PT ESDMu yang disebut membahas rekomendasi tambang, Ana Tasia Pase menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar. Pertemuan yang dimaksud hanya agenda pengawasan investasi oleh Kementerian Investasi atau BKPM RI di kantor PTSP Bengkulu.

“Pertemuan itu murni membahas evaluasi laporan penanaman modal PT ESDMu dan penghapusan KBLI yang tidak terpakai dari OSS-RBA. Tidak ada pembahasan soal izin tambang emas di Seluma,” tegasnya.

Ana menutup keterangannya dengan menegaskan bahwa keputusan terkait tambang emas Seluma akan diambil secara transparan, hati-hati, dan berpihak pada masyarakat.

“Pemerintah Provinsi Bengkulu tidak akan mengeluarkan rekomendasi apa pun sebelum seluruh aspek sosial, hukum, dan tata kelola investasi terpenuhi. Semua akan dilakukan secara terbuka, demi mewujudkan asas pemerintahan yang baik dan bersih,” pungkasnya.