Ilusi Penghapusan Kemiskinan Ekstrim Nol Persen Pada 2024

ilustrasi

Oleh: Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)

Bengkulutoday.com - Dalam penjelasan pemerintah, kemiskinan ekstrim adalah kondisi dalam memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi. Dalam angka, seseorang dikategorikan miskin ekstrim jika kemampuan daya beli (Purchasing Power Parity/PPP) hanya mencapai $1,9. PPP ini ditetapkan dengan menggunakan aturan kemiskinan absolut atau absolute poverty measure yang konsisten antarnegara dan antarwaktu.

Dalam hitungan rupiah, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021, seseorang dikategorikan miskin ekstrim jika pengeluarannya ada di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan. Berdasarkan hitungan itu, satu keluarga yang memiliki dua anak, dinilai miskin ekstrim jika pengeluarannya setara atau di bawah Rp1,28 juta per bulan. Menurut data BPS, pada Maret 2021 ada 2,14 persen atau 5,8 juta jiwa masyarakat Indonesia yang masuk dalam kategori miskin ekstrim. Menurut perhitungan, dengan mempertimbangkan berbagai kondisi, kemiskinan ekstrim pada 2024 bisa mencapai 2,6 atau 3,1 persen setara sekitar 7,2 – 8,6 juta jiwa. (www.voaindonesia.com).

Presiden Joko Widodo optimis pemerintahannya bisa menghapus kemiskinan ekstrim di Indonesia pada 2024. Penanggulangan kemiskinan ekstrim ini memang menjadi salah satu program di periode kedua Jokowi dengan target cukup ambisius, yakni nol persen. “Berkaitan dengan kemiskinan ekstrim ini sebetulnya sudah kita rencanakan di periode yang kedua ini agar nanti di 2024 itu sudah pada posisi 0 kemiskinan ekstrim kita. Kita akan kerja keras dan mati-matian,” kata Jokowi usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023). (www.tirto.id.com).

Target pengentasan kemiskinan hingga mencapai 0% pada 2024 ini bagai ilusi tak berarti, terlebih banyak ekonom yang menilai hal ini akan sulit, bahkan ada yang mengatakan dibutuhkan keajaiban dalam mewujudkan target tersebut. Penghapusan kemiskinan ekstrim tidak  akan mampu tuntas hanya dengan beragam program, namun perubahan harus menyentuh akar persoalan. Apalagi, tahun 2024 adalah tahun politik sehingga besar kemungkinan seluruh perhatian dan sumber daya akan difokuskan pada hajatan politik.

Jika ditilik lebih dalam, kemiskinan yang terjadi di Indonesia adalah kemiskinan yang telah terstruktur, sehingga memungkinkan terjadinya ketimpangan ekonomi. Walaupun sudah bekerja sangat keras, rakyat tetap miskin. Sedangkan sumber daya alam yang dikuasai oleh mereka yang berduit, mampu menghasilkan kekayaan yang fantastis dan hanya berputar pada kelompok mereka, yang kaya semakin kaya.

Alhasil, kemiskinan tumbuh subur, bahkan sampai ke level kemiskinan ekstrim yang menimpa berjuta-juta jiwa. Kebijakan yang dikeluarkan untuk menanganinya pun bagai tambal sulam, sehingga masalah kemiskinan tak mampu terselesaikan.

Oleh karena itu tampak jelas bahwa kemiskinan di Indonesia adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme yang tidak memihak kepada kepentingan rakyat. Aturan atau program apapun yang dijalankan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrim tidak akan efektif. Sebab seluruh upaya tersebut tidak menyentuh akar persoalan.

Dalam sistem kapitalisme, segelintir orang (read: para pemilik modal) boleh menguasai SDA yang menyangkut hajat hidup masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, sistem kapitalisme membolehkan individu atau kelompok yang memiliki modal untuk memiliki SDA yang padahal ini adalah kebutuhan vital bagi masyarakat. Seperti air, minyak, gas, tambang, dan sebagainya. Itu semua boleh dimiliki selama ada modal, yang berujung hanya menguntungkan penguasa dan segelintir orang saja. Oleh karena itu, masyarakat akan sulit memenuhi dan mengakses kebutuhan hajat hidupnya secara murah atau gratis.

Sistem kapitalisme adalah paham ekonomi (perekonomian) yang modalnya (penanaman modalnya, kegiatan industrinya) bersumber pada modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas. (www.kbbi.web.id) Wajar, jika ingin mengentaskan kemiskinan ekstrim dikatakan hanya sebuah ilusi ketika masih bersandar dan berharap dalam sistem kapitalisme. Karena nyatanya, sistem kapitalismelah yang menjadi biang keladi dari akutnya kemiskinan di negeri ini.

Islam Solusi dalam Mengentaskan Kemiskinan

Problem kemiskinan di negeri ini sejatinya akan usai dengan penerapan sistem yang berasal dari Al Kholik yakni sistem Islam. Pada dasarnya Islam memandang bahwa manusia memiliki kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi. Jika kebutuhan-kebutuhan mendasar ini tidak terpenuhi maka bisa dipastikan akan menimbulkan masalah dalam kehidupannya. 

Maka dalam Islam, ada beberapa mekanisme yang akan dilakukan untuk mengentaskan kemiskinan. Pertama, negara (Khilafah) wajib memenuhi kebutuhan vital (pokok) masyarakat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan, negara harus memberi kemudahan masyarakat untuk mendapatkan aksesnya secara cepat dan mudah.

Adapun dalam hal pendidikan, kesehatan, dan keamanan, negara harus memenuhinya secara gratis tanpa dipungut biaya apapun. Sebab negara bertanggung jawab untuk menjadi pelayan bagi masyarakat. Rasulullah saw bersabda: “Imam [kepala negara] itu laksana penggembala, dan dialah penanggung jawab rakyat yang digembalakannya.” Seperti halnya penggembala, ia akan mengurusi gembalaannya secara cuma-cuma tanpa kompensasi apapun.

Kedua, menjadikan semua sumber daya alam dikelola oleh negara dengan status sebagai kepemilikan umum. Terhadap kepemilikan umum, negara akan mengelolanya dan hasilnya akan diberikan kepada masyarakat secara murah atau gratis. Negara juga akan mengoptimalkan tanah-tanah mati (tanah yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun) dengan memberikannya kepada siapa saja yang mampu mengelola dan memanfaatkannya.

Ketiga, memprioritaskan pembangunan infrastruktur vital yang benar-benar dibutuhkan masyarakat, seperti rumah sakit, jalan, jembatan, sekolah, pelabuhan, dan sebagainya. Tidak ada anggaran infrastruktur yang dianggarkan, jika bukan untuk kebutuhan masyarakat.

Sejarah telah membuktikan bagaimana penerapan sistem islam telah mampu mensejahterakan rakyatnya hingga tercatat dalam tinta emas peradaban. Sebut saja  Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang memimpin Dinasti Umayyah pada 717-720 Masehi harum karena dinilai sebagai seorang pemimpin yang cakap dan berhasil mensejahterakan rakyat.

Beliau masyhur karena banyak berperan dalam mengentaskan kemiskinan meski masa kepemimpinannya cukup singkat, hanya sekitar dua sampai tiga tahun. Namun, peran Umar dalam mengutamakan kepentingan rakyat dan menyebarluaskan Islam sangat besar.

Rakyat yang dipimpinnya pun mencapai kemakmuran. Salah satu indikator kemakmurannya terlihat saat para amil zakat berkeliling di tiap perkampungan hingga ke Afrika untuk membagikan zakat. Akan tetapi, saat itu mereka tak menjumpai satu orang pun yang mau menerima zakat. Saat itu negara dalam keadaan surplus. Bahkan di masa Umar, negara memberikan subsidi untuk personal seperti membiayai pernikahan warga dan menebus utang-piutang di antara mereka. (https://app.cnnindonesia.com/).

Kegemilangan ini merupakan salah satu hikmah dan rahmat yang Allah SWT jaminkan ketika syariah-Nya diterapkan secara kaffah. Jejak peradaban Islam hingga sekarang masih ada dan bahkan bisa ditemukan dalam banyak catatan sejarah yang ditulis oleh orang non-Muslim. Sebagai contoh Will Durant, seorang sejarahwan Barat, dalam bukunya, Story of Civilization, menyatakan, "Para khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para khalifah itu juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan dan memberikan kesejahteraan selama beradab-abad dalam wilayah yang sangat luas. Fenomena seperti itu belum pernah tercatat (dalam sejarah) setelah zaman mereka."

Tuntasnya masalah kemiskinan dan hadirnya kesejahteraan yan gemilang adalah keniscayaan yang akan diraih saat kita taat terhadap perintahNya. Sebagaimana firman Allah swt:  "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS.Al-A'raaf : 96)

Tidakkah negeri ini menginginkan kesejahteraan hakiki segera terwujud dan bukan sekedar angan semata? Walhasil, hanya penerapan Islam kaffah lah yang akan mampu mengentaskan kemiskinan ekstrem di negeri ini. Wallahu a'lam bish showab.