Ikhtiar Bumi dan Ikhtiar Langit

Muhammad Aufal Fresky

Opini, Bengkulutoday.com - Tepat pada hari Jumat (10/6/2023), saya mendapatkan suntikan inspirasi saat mendengarkan khutbah Jumat di Masjid Raden Patah Universitas Brawijaya. Ya, sang khotib membahas mengenai cita-cita manusia. Setiap manusia dalam hidupnya tentu saja memiliki impian atau harapan di masa depannya. Setiap dari kita ingin impian tersebut terwujud. Ternyata, dalam meraih impian itu, ujar sang khotib, tidak cukup hanya mengandalkan ikhtiar duniawi. Tapi perlu juga mengandalkan ikhtiar langit. Alias ikhtiar untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Sebab, pada dasarnya, manusia hidup di dunia ini tidak cukup hanya dengan menggunakan akal dan fisiknya. Sebaik apapun kompetensi yang dimiliki, manusia tetap harus bergantung kepada Allah yang mengatur alam semesta dan seisinya.

Kita hanya bisa berusaha seoptimal mungkin mewujudkan impian itu. Semisal dengan belajar dengan giat dan bekerja secara profesional dan penuh integritas. Namun. yang menjadi penentu sejauh mana kita menaiki jenjang karir yaitu Allah. Percayalah. selama kita mengutamakan Allah dibandingkan urusan duniawi kita, maka hidup kita akan menjadi tentang dan kesuksesan pun akan datang. Beda halnya jika yang kita pentingkan hanyalah urusan duniawi saja. Hanya urusan perut, materi, dan jabatan, maka kegelisahan akan selalu menyertai kita. Batin kita gersang. Pikiran pun menjadi semrawut. Apalagi kita meremehkan tugas dan tanggung jawab sebagai hamba Allah di muka bumi. Padahal, yang memberi dan memberikan rezeki adalah Allah. Kita bekerja untuk menjemput rezeki yang jalan dan takarannya sudah ditentukan. Lantas, kenapa kita merasa pusing atas sesuatu yang telah dijamin atas kita? Kenapa kita terkadang lupa terhadap Tuhan yang telah menjamin hidup kita?

Begitulah sebagian manusia, kadang lupa ketika menerima kenikmatan dari Allah. Baru ingat ketika kenikmatan tersebut sudah dicabut dari hidupnya. Nikmat sehat dan waktu luang misalnya. Kebanyakan kita lalai untuk memanfaatkan nikmat tersebut untuk kebaikan. Sehingga, kerap kali menyalahgunakan nikmat tersebut untuk hal-ha yang dilarang oleh Allah. Belum lagi kesibukan duniawi yang seolah menyedot perhatian kita selama 24 jam. Tidak hanya itu, kita memiliki cita-cita setinggi langit, tapi lupa terhadap yang mampu menunjukkan jalan menuju cita-cita tersebut. Ingatlah, manusia hanya bisa berkehendak. yang menentukan adalah Allah. Maka sebab itu, bagi siapa saja yang memiliki impian, jangan pernah jauh dari Allah. Selalu mengutamakan Allah dibandingkan yang lainnya.

Jika Allah selalu diprioritaskan, maka hidup akan dipenuhi dengan keberkahan. Waktu dan materi yang kita miliki akan selalu menjadi bermanfaat untuk akhirat kita. Menjadikan kita lebih dekat dengan Allah. Jangan sampai kekayaan yang kita miliki justru menjadikan kita jauh dari-Nya. Sebab, kekayaan semacam itu justru membuat kita terjerembap ke jurang kehancuran dan kehinaan.  Tidak ada kesuksesan untuk orang-orang yang melanggar perintah-Nya. Tidak ada kemuliaan bagi mereka yang selalu meremehkan larangan-Nya. Kemuliaan hidup hanya untuk mereka yang bertakwa. Takwa secara zahir dan batin. Takwa bersumber dari keimanan yang kokoh.

Selanjutnya, hemat saya, setiap orang yang beriman juga harus memiliki impian yang besar. Tidak boleh kecil. Jangan merasa kita tidak mampu untuk menggapai impian setinggi apapun. Semua hal yang kita dambakan di masa depan tidak ada yang tidak mungkin selama bergantung kepada Allah. Yakinlah bahwa Allah Maha Besar dan Maha Kuasa. Jangan minder dan kecil hati karena keadaan kita hari ini. Semisal keadaan ekonomi yang serba kekurangan atau pendidikan yang belum mumpuni. Sebab, jika Allah berkehendak, semua menjadi mungkin. Semua bisa menjadi mudah. Tidak ada yang mustahil bagi Allah. Sehingga, kita harus memiliki semangat yang membara untuk mewujudkannya. Dengan kekuatan usaha dan doa, semua bisa diraih, insya Allah. Pikiran harus tetap positif terhadap cita-cita yang telah dituliskan di buku impian.

Terkadang, yang menghambat langkah kita adalah bukan orang lain. Ataupun berasal dari lingkungan eksternal. Tapi diri kita sendiri. Ya, pikiran negatif kita sendiri kadang menjadi belenggu atas segala hal yang ingin kita kerjakan dan wujudkan. Sebab itu, dalam meraih impian, pikiran negatif perlu dibuang jauh-jauh. Kita harus terbebas dari pikiran yang memenjarakan gerak kita. Pikiran perlu dibiarkan terus terbuka dan merdeka. Selain itu, jangan pernah berhenti untuk mendengar masukan dari orang lain. Sebab, kritik dan saran hakikatnya bukan untuk melemahkan kita. Sebaliknya untuk menguatkan. Orang yang enggan menerima masukan dari orang lain, sulit mengukur kemampuan diri. Dia akan merasa sudah sempurna dengan segala hal yang dilakukannya. Padahal masih belum tentu. Seorang 'dreamer' harus berlapang hati menerima kritikan. Tidak hanya itu, setiap pemimpi harus berani melawan dirinya sendiri. Melawan rasa malas dan kebiasaan menunda pekerjaan misalnya.

Mimpi hanya akan menjadi angan-angan kosong tanpa diiringi dengan tindakan nyata. Jadi, hukum aksi reaksi dalam hal ini berlaku. Bagaimana mungkin akan menimbulkan reaksi jika tidak ada aksi. Barangsiapa menanam maka dia akan menuai. Kita harus konsisten menanam benih ikhtiar setiap waktu untuk merealisasikan mimpi kita. Tidak ada simsalabim dalam hidup ini. Mungkin hanya ada di negeri dongeng yang seperti itu. Atau hanya di film-film. Mana mungkin ada hasil jika tidak ada usaha. Semua pemimpin wajib bukunya istikamah berikhtiar. Ikhtiar jalur bumi (belajar, bekerja, berjejaring, ikut pelatihan, dsb) maupun ikhtiar jalur langit (berdoa, sholat Dhuha, sholat Tahajjud, zikir, sholawat, dsb).

Kesimpulannya, melalui tulisan ini, saya mengajak Anda semua untuk memadukan kedua ikhtiar tersebut. Jangan sampai hanya mengandalkan kekuatan fisik dan kecerdasan intelektual kita. Sebab, semua itu tidak cukup. Kita harus menggantungkan segala sesuatunya kepada Al-Khalik. Sebab, Dialah yang Sang Kreator yang sebenarnya. Maka dari itu, setiap pemimpin harus memiliki sifat dan sikap rendah hati. Tak boleh arogan, apalagi takabbur. Kembalikan semua kepada Allah. Yakinlah sepenuh jiwa bahwa urusan kita sebenarnya ada dalam genggamannya. Mari gantungan hati kita kepada Allah. Libatkan Allah dalam setiap proses menuju impian itu. Yakinlah akan The Power of Dreaming and The Power of Praying. Insya Allah, semua akan ditunjukkan jalannya dan berkah hidup kita.

***

Muhammad Aufal Freskypenulis buku 'Empat Titik Lima Dimensi'