Hukum Ghibah dalam Islam, Ternyata Ada Juga Loh, Ghibah yang Diperbolehkan!

Ilustrasi

Bengkulutoday.com - Salah satu dosa besar dalam Islam adalah membicarakan keadaan seseorang termasuk aib orang lain atau ghibah. Apalagi jika yang dibicarakan ditambahkan atau dibumbui dengan cerita dia sendiri, sehingga bisa menimbulkan fitnah.

Ghibah sebagaimana telah jelas pengertiannya yang terdapat dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : أَتَدْرُوْنَ مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخْيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ

 “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “’Tahukah kalian apa itu ghibah?’ Lalu sahabat berkata: ‘Allah dan rasulNya yang lebih tahu’. Rasulullah bersabda: Engkau menyebut saudaramu tentang apa yang dia benci’. Beliau ditanya: ‘Bagaimana pendapatmu jika apa yang aku katakan benar tentang saudaraku?’ Rasulullah bersabda: ‘jika engkau menyebutkan tentang kebenaran saudaramu maka sungguh engkau telah ghibah tentang saudaramu dan jika yang engkau katakan yang sebaliknya maka engkau telah menyebutkan kedustaan tentang saudaramu.’” (HR. Muslim no. 2589)

Hukum Ghibah

Ghibah adalah perkara yang diharamkan sebagaimana dalam firman-Nya, Allah telah melarangnya sebagaimana dalam kaidah ushul fikih bahwa lafadz larangan asalnya menghasilkan hukum haram. Di antara dalil larangan ghibah adalah firman Allah ta’ala:

 يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اجْتَنِبُوْا كَثيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوْا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمُ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُم أَنْ يَأكُلَ لَحْمَ أَخِيْهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوْهُ ۚ وَاتَّقُوْا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوّابٌ رَحيمٌ

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kamu mencari kesalahan orang lain dan jangan di antara kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik. Bertakwalah kalian pada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat dan Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat : 12)

Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya bahwa pada ayat ini terdapat pelarangan dari perbuatan ghibah. Penjelasan hal tersebut sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah yang telah disebutkan sebelumnya.

Ghibah tetap haram, baik itu sedikit atau banyak sebagaimana dijelaskan dalam Sunan Abu Dawud (4875), diriwayatkan oleh  Aisyah radhiyallahu ‘anha,  beliau berkata:

حَسْبُكَ مِنْ صَفِيَّةَ كَذَا وَ كَذَا. قَالَ غَيْرُ مُسَدَّدٍ تَعْنِيْ قَصِيْرَةً. فَقَالَ : لَقَدْ قُلْتِ كَلِمَةً لَوْ مُزِجَتْ بِمَاءِ الْبَحْرِ لَمَزَجَتْهُ.

“Wahai Rasulullah, cukuplah menjadi bukti bagimu kalau ternyata Shafiyah itu memiliki sifat demikian dan demikian.” Salah seorang periwayat hadits menjelaskan maksud ucapan ‘Aisyah, yaitu bahwa Shafiyah itu orangnya pendek. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh engkau telah mengucapkan sebuah kalimat yang seandainya dicelupkan ke dalam lautan maka niscaya akan merubahnya”. Hadits ini dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Dawud.

Sebagaimana juga dalam kitab Shahihain, hadits dari Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu bahawasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَ أَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِيْ شَهْرِكُمْ هَذَا فِيْ بَلَدِكُمْ هَذَا.

 “Sesungguhnya darah-darah kalian, harta-harta kalian (juga kehormatan kalian) adalah haram di antara kalian seperti haramnya hari ini, bulan ini, dan negeri ini.

Dalam Sunan At-Tirmidzi (2032) dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah dulu berdiri di atas mimbar lalu menyeru dengan suara yang keras: ’Wahai sekumpulan manusia yang merasa aman dengan lisan dan yang tidak menjadikan iman dalam hatinya. Janganlah kalian mengganggu muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari aib mereka. Barangsiapa yang mencari aib saudaranya muslim maka Allah akan membuka aibnya. Dan barang siapa yang Allah buka aibnya maka allah membongkar keburukannya walaupun dia bersembunyi.’” Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi.

Dalam Shahih Musnad (131) dan di Sunan Abu Dawud (4878) dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tatkala aku  dimi’raj, aku berpapasan dengan kaum yang kukunya dari tembaga lalu mereka mencakar wajah mereka dan dada mereka maka aku berkata: ‘Siapa mereka wahai Jibri?’ Jibril berkata: ‘Mereka adalah orang yang memakan daging manusia karena mereka menjatuhkan harga diri manusia.’

Ghibah diharamkan oleh ijma’. Tidaklah ghibah diharamkan,  kecuali jika di sana mendatangkan maslahat sebagaimana Allah ta’ala telah menyerupakan gibah seperti seseorang memakan daging manusia yang mati dalam firman-Nya yang artinya: “Apakah di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? tentu kalian akan merasa jijik”. Maknanya adalah sebagaimana kalian membenci watak atau perbuatan ini maka tentulah kalian membenci terjurumus ke dalamnya.

Oleh karena itu, ghibah sangatlah berbahaya maka hendaknya seseorang agar senantiasa waspada terhadap diri sendiri agar tidak terjerumus dalam  perbuatan yang diharamkan. Adapun jika sudah terlanjur terjatuh ke dalamnya maka hendaknya kita bersegera untuk bertaubat.

Dalam sebuah hadis lain juga disebutkan, bahwa orang yang berghibah diibaratkan memakan daging bangkai. "Demi Allah, salah seorang dari kalian memakan daging bangkai ini (hingga memenuhi perutnya) lebih baik baginya daripada ia memakan daging saudaranya (yang muslim)  (H.R. Bukhari). 

Meski begitu, Imam An-Nawawi menyebut, tak semua ghibah itu haram. Dalam kondisi tertentu, seseorang bisa menceritakan perkataan atau perbuatan orang lain alias ghibah. 

Dasar-dasar tersebut tercantum dalam Darul Mallah (1971) halaman 292 sebagaimana dikutip dari NU Online, Rabu (24/6). Berikut kutipan dasar dari Imam An-Nawawi tersebut.

اعلم أن الغيبة وإن كانت محرمة فإنها تباح في أحوال للمصلحة. والمجوز لها غرض صحيح شرعي لا يمكن الوصول إليه إلا بها ، وهو أحد ستة أسباب

Artinya: “Ketahuilah, ghibah–sekalipun diharamkan–dibolehkan dalam beberapa kondisi tertentu untuk suatu kemaslahatan. Hal yang membolehkan ghibah adalah sebuah tujuan yang dibenarkan menurut syar’i di mana tujuan tidak tercapai tanpa ghibah tersebut. Hal itu adalah satu dari enam sebab."

Lebih lanjut, Imam An-Nawawi, menyebutkan enam keadaan yang memperbolehkan seseorang melakukan ghibah, yakni:

1. Adalah ketika seseorang berada dalam pengadilan. Ia boleh menyebutkan aib orang lain untuk melaporkan                perkara di depan hakim.

2. Yakni, ketika seseorang melaporkan pelanggaran hukum atau kejahatan kepada aparat negara.

3. Seseorang boleh melakukan ghibah meminta fatwa (pertimbangan) kepada ulama. Hal ini bisa dilakukan untuk          memberikan gambaran yang jelas bagi ulama dalam mengambil keputusan (fatwa). 

4. Ghibah yang bertujuan mengingatkan kepentingan masyarakat. Biasanya ini dilakukan ahli hadist terhadap                perawi yang bermasalah.

5. Seseorang bisa berghibah ketika bersaksi melihat kejahatan secara terang-terangan. 

6. Seseorang bisa ghibah untuk menyebut kekurangan fisik. Misalnya, diperbolehkan menyebut Abdullah yang buta. Akan tetapi, sebutan tersebut didahului kata ‘maaf’. Selain itu, sebutan itu tidak diniatkan untuk merendahkan orang lain. (HAP Inspira tv news)