Rejang Lebong, Bengkulutoday.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Rejang Lebong mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) seiring dengan kondisi cuaca yang tidak menentu.
Kepala Dinkes Rejang Lebong, Dhendi Novianto Saputra, menegaskan bahwa kunci utama pencegahan DBD terletak pada kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk, bukan hanya mengandalkan fogging.
"Kalau penyakit ini yang banyak sekarang terkait cuaca itu masalah DBD. Jadi DBD ini masalah lingkungan, kebersihan lingkungan," ujar Dhendi saat ditemui pada Jumat (25/04/2025).
Ia menjelaskan bahwa perubahan cuaca yang seringkali berganti antara hujan dan panas menciptakan kondisi yang ideal bagi perkembangbiakan jentik nyamuk Aedes aegypti.
"Artinya, terkait dengan cuaca kita, kadang hujan, kadang panas inikan menimbulkan banyaknya jentik-jentik nyamuk di lingkungan-lingkungan ini," tambahnya.
Menyusul laporan beberapa kasus DBD di wilayah Air Meles bawah dan PUT, Dinkes Rejang Lebong telah mengambil langkah proaktif dengan menerjunkan petugas kesehatan lingkungan dan kesehatan keluarga untuk melakukan swiping, yaitu pemeriksaan keberadaan jentik nyamuk di rumah-rumah warga.
Dalam kesempatan tersebut, Dhendi meluruskan anggapan keliru sebagian masyarakat yang masih menganggap fogging sebagai solusi utama dalam mengatasi DBD.
"Adapun masyarakat kita beranggapan bahwa, dengan adanya DBD bawah kita dengan fogging itu sudah cukup. Ternyata, yang saya ingin pertegaskan di sini, fogging itu langkah terakhir kita," tegasnya.
Dhendi menjelaskan bahwa fogging bukanlah tindakan yang disarankan sebagai solusi jangka panjang. Efek fogging hanya bersifat sementara, yaitu membunuh nyamuk dewasa yang ada saat penyemprotan dilakukan, tanpa menyasar jentik nyamuk yang menjadi sumber utama penyebaran penyakit.
"Fogging inikan sekedar bunuh nyamuk hari itu. Yang ada nyamuk hari itu. Ya, paling, karena masyarakat ini bersugesti dengan ada fogging selesai masalah," paparnya.
Ia menerangkan bahwa upaya yang lebih efektif dan sesuai dengan anjuran Kementerian Kesehatan serta Dinkes adalah dengan fokus pada menghilangkan jentik nyamuk dan menjaga kebersihan lingkungan secara berkelanjutan.
"Padahal yang kita lakukan selama ini yang swiping lingkungan itu yang lebih disarankan oleh Kemenkes, maupun dinas kesehatan itukan. Menghilangkan jentik nyamuknya, kebersihan lingkungannya dan sebagainya," jelas Dhendi.
Dalam kegiatan swiping, petugas Dinkes tidak hanya melakukan pemeriksaan, tetapi juga memberikan abate secara gratis kepada masyarakat jika ditemukan jentik nyamuk di lingkungan rumah mereka.
"Jadi yang kita lakukan ini bukan membunuh induknya, tapi memberantas memutus mata rantainya," imbuhnya.
Dhendi juga menyoroti potensi dampak negatif fogging terhadap kesehatan dan lingkungan karena kandungan bahan kimia di dalamnya.
"Kalau kita fogging, pertama fogging itu sekadar bunuh nyamuknya saja. Yang kedua, fogging inikan dengan racun. Kira-kira kalau kita menghirup, itukan pertama mengganggu kesehatan, kan mengandung racun itu," ungkapnya.
Untuk pencegahan DBD yang lebih efektif, Dhendi kembali mengingatkan masyarakat untuk menerapkan gerakan 3M yang kini bertransformasi menjadi 3R, yaitu Reduce (mengurangi penggunaan barang yang berpotensi menampung air), Reuse (menggunakan kembali barang yang masih layak), dan Recycle (mendaur ulang sampah).
Langkah ini dinilai krusial dalam memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dengan menghilangkan tempat perindukannya.
"Tetap pola dengan 3R itu, untuk memperhatikan kebersihan lingkungan kita itu Pola 3R (Reduce, Reuse, Recycle)," pungkas Dhendi. (Hendra)