Walhi Sebut Omnibus Law Baurkan Izin Lingkungan dengan Izin Usaha

Dede Frastein

Bengkulutoday.com - Manager Kampanye Walhi Bengkulu, Dede Frastien mengatakan, pemerintah mengalihkan sistem perizinan pengolaan lingkungan harus diintegrasikan ke dalam izin berusaha pada Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja. 

"Pemerintah melanggar hasil deklarasi internasional. Selain tidak mempertimbangkan lagi prinsip umum pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup, tujuan pembangunan berkelanjutan juga tidak dihiraukan," kata Dede, Selasa.

Adapun pertimbangan tiga pilar tersebut adalah ekonomi, sosial dan lingkungan hidup yang harus seimbang. 

Sementara itu, kata Dede, salah satu prinsip yang tidak diperhatikan pemerintah saat ini adalah prinsip kehati-hatian dalam penerbitan suatu peizinan.

"Prinsip hati-hati harus dilakukan oleh negara dalam pembuatan kebijakannya. Kegiatan yang berdampak serius terhadap lingkungan sehingga tidak bisa lagi dipulihkan, inilah prinsip ini harus dicegah," kata Dede. 

Perizinan lingkungan menurut Dede, merupakan instrumen pencegahan perusakan dan pencemaran lingkungan terhadap suatu kegiatan usaha. Hal inj sebagai langkah yang paling ampuh dan konkrit untuk melakukan penindakan penegakan hukum adminstrasi di bidang lingkungan hidup. 

"Artinya apabila izin lingkungan dicabut atau ditinjau ulang maka seluruh perizinan kegiatan usaha wajib mengikuti," kata Dede. 

Seperti yang diketahui, semangat dari izin lingkungan tersebut adalah saklar dari seluruh instrumen perizinan dalam kegiatan usaha.

Sehingga dengan membaurkan izin lingkungan hidup dengan izin usaha yang tertuang di dalam draft UU Omnibus Law, maka akan menjadi celaka bagi lingkungan hidup karena penindakan dan pencegahan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup tidak lagi dianggap penting dan berdasarkan risiko. 

"Perizinan berusaha dapat dibatalkan apabila kerusakan lingkungan sudah terjadi bukan melakukan upaya preventif terhadap perizinan tersebut agar tidak terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup," kata Dede. 

"Pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan usaha juga berdasarkan tingkat risiko, ini akan menjadi celah baru bagi percepatan pemusnahan ekosistem oleh pengusaha industri Ekstraktif," tambahnya. 

Selanjutnya kesiapan dokumen instrumen lingkungan seperti RTRW, RTRWP, RDTR, KLHS dan grand desain seperti dokumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup juga sampai saat ini belum selesai baik di tingkat nasional maupun daerah. 

"Ini yang seharusnya menjadi prioritas utama bukan malah sebaliknya dengan memangkas dan mempermudah sistem perizinan dan melakukan re-sentralisasi dalam penerbitan suatu perizinan," kata Dede.