UU Cipta Kerja, Upaya Pemerintah Antisipasi Bonus Demografi

Foto Ilustrasi

Oleh : Hanafi Adnan 

UU Cipta Kerja yang baru disahkan Pemerintah merupakan upaya untuk mempermudah investasi dan membuka lapangan kerja. Dengan adanya lapangan kerja, maka tenaga kerja produktif akan terserap dan potensi bonus demografi dapat diantisipasi secara dini.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan Undang-undang (UU) Cipta Kerja sebagai langkah antisipasi terhadap bonus demografi pada tahun 2030.

Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, bonus demografi ada di depan mata. Dimana pada tahun 2030 sebanyak 60% penduduk Indonesia adalah usia produktif. Bayangkan jika negara tidak hadir memberikan ruang bagi mereka dalam konteks regulasi.
    
Melalui regulasi anyar tersebut, pihaknya merasa optimistis akan lahirnya investasi yang inklusif. Pada akhirnya, hal tersebut dapat membuka ruang lapangan kerja yang lebih luas.
    
Bahlil mengatakan saat ini terdapat 7 juta orang yang mencari pekerjaan. Sebanyak 2.9 juta merupakan angkatan kerja baru dan 3.5 juta adalah korban PHK akibat pandemi covid-19.
    
Dirinya menerangkan, anak-anak bangsa yang mencari lapangan pekerjaan kurang lebih sekitar 15 juta. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, apakah cukup jumlah tersebut diteruma menjadi PNS, TNI, Polri atau BUMN. Tentu saja tidak cukup, sehingga salah satu solusinya adalah bagaimana ada investasi.
    
Pemerintah meyakini UU Cipta Kerja dapat menghadirkan kepastian berusaha, termasuk mempercepat proses perizinan. Terkait Investasi, Bahlil mengungkapkan realisasi investasi pada 2019 mencapai Rp 809 triliun, atau 10,2% dari target realisasi.
    
Komposisi investasi ialah 53% di wilayah Jawa dan 47% di luar Jawa. Adapun realisasi investasi sepanjang Januari-Agustus 2000 tercatat Rp 402,67 triliun atau 49,3% dari target sebesar Rp 817 triliun.
    
Sementara itu, perlu diketahui juga bahwa jumlah pelaku UMKM di Indonesia mencapai 99% daru total keseluruhan pelaku usaha di Indonesia atau sebanyak 62 juta unit dengan penyerapan tenaga kerja hingga 97%.
    
Melalui adanya omnibus law cipta kerja disebut Menteri Koperasi dan UKM (MenkopUKM) Teten Masduki mengatakan bahwa reguasi tersebut akan memberikan dampak positif terhadap pengembangan UMKM.
    
Teten menjelaskan terkait dengan perizinan bagi UMKM yang selama ini disamaratakan dengan perizinan bagi usaha besar, akan dipermudahnya dengan adanya UU Cipta Kerja.
    
Tidak hanya itu, nantinya juga akan ada insentif bagi usaha skala besar dan menengah yang bermitra dengan UMKM.
    
Dengan disahkannya UU Cipta Kerja, yang tidak kalah penting adalah adanya pengelolaan terpadu UMKM melalui sinergi dengan pemangku kepentingan.
    
Dirinya menuturkan, regulasi ini akan memperludah one gate policy dimana percepatan dan pengembangan UKMK, lalu insentif fiskal dan pembiayaan untuk pengembangan dan pemberdayaan UMKM, lalu pemerintah juga memprioritaskan penggunaan dana alokasi khusus untuk membiayai pemberdayaan dan pengembangan UMKM.
    
Di bidang perlindungan hukum juga tidak ketinggalan, dimana dengan adanya UU Cipta Kerja, maka para buruh/pekerja akan mendapatkan fasilitas berupa bantuan dan juga perlindungan hukum.
    
Sedangkan dari segi pemasaran, seperti misalnya akan ada prioritas produk atau jasa dari UMKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Belanja pemerintah akan diprioritaskan agar dapat menyerap produk yang dihasilkan oleh UMKM.
    
Sebelumnya, Rosan P Roeslani selaku Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia blak-blakan pro-kontra terkait undang-undang (UU) Cipta Kerja. Rosan menyebut, UU ini bertujuan untuk menampung tenaga kerja yang masih menganggur hingga saat ini.
    
Ia menjelaskan, bahwa dengan adanya UU ini, akan banyak pengusaha yang dengan mudah melakukan ekspansi, sehingga lapangan kerja tercipta yang nantinya bisa menampung pengangguran dan tenaga kerja baru.
    
Rosan menilai bahwa yang diperlukan bagi Indonesia saat ini adalah memperbaiki iklim berusaha di Indonesia agar lebih kondusif lagi, meskipun data dari BKPM menunjukkan bahwa investasi di Indonesia meningkat tiap tahunnya, namun penyerapan tenaga kerja rupanya masih rendah.
    
Investasi yang padat modal atau manufacturing lebih memilih negara-negara tetangga lain, seperti Malaysia, Thailand dan Vietnam.
    
Dirinya menegaskan, UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu jawaban atas kendala utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional selama ini, yakni obesitas regulasi maupun tumpang tindih peraturan dan sebagian hal yang bertentangan.
    
UU Cipta Kerja tentu harus dipahami secara substantif, perbedaan pendapat tentu harus dijadikan bahan diskusi yang sehat. Regulasi ini dibuat karena seiring perkembangan zaman, Indonesia tidak mungkin menerapkan regulasi lama untuk berkembang di era saat ini. 

(Penulis Adalah Kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini)