UU Cipta Kerja Antisipasi Pengangguran Permanen

Foto Ilustrasi

Oleh : Putu Prawira 

Diresmikannya UU Cipta Kerja oktober lalu membuat jumlah pengangguran bisa menyusut. Pasalnya, dalam UU ini akan diatur pembuatan perusahaan baru yang berbasis padat karya, sehingga butuh banyak pekerja. UU ini juga ramah investasi asing sehingga dunia usaha makin dinamis dan akhirnya perusahaan membuka lowongan baru.

Dampak dari badai Corona sejak maret 2020 adalah banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Mereka terpaksa dirumahkan karena perusahaannya bangkrut dan gulung tikar. Ekonomi keluarga jadi morat-marit karena sang ayah tak punya pekerjaan tetap, mau membuka usaha juga tak ada modal. Jka terus begini, maka daya beli masyarakat terus menurun.

Pemerintah berusaha  mengatasi dampak krisis Corona dengan meresmikan Undang-Undang Cipta Kerja. UU ini tak hanya memberi keuntungan pada pengusaha tapi juga pegawai, bahkan bagi mereka yang kehilangan pekerjaan. Rudi Kurniawan, pengamat ekonomi Unpad menyatakan bahwa UU Cipta Kerha jadi solusi bagi 29 juta pekerja terdampak (alias pengangguran baru).

Jumlah 29 juta pengangguran baru itu adalah hasil survey dari Biro Pusa Statistik. Sayangnya, setelah masa adaptasi kebiasaan baru, tak semua perusahaan mampu bangkit kembali. Riset dari Barrero, Bloom, dan Davis menghasilkan fakta bahwa sepertiga jumlah tuna karya tersebut terancam jadi pengangguran permanen, akibat ancaman krisis finansial di Indonesia.

Jutaan tuna karya jadi pengangguran permanen karena menganggur terlalu lama, dan etos kerja mereka berubah (dalam artian menjadi negatif). Selain itu, mereka juga tak punya keterampilan. Padahal saat ini banyak perusahaan yang mensyaratkan calon pegawainya punya skill, tak hanya bisa mengetik dan menyetir mobil, tapi juga menguasai desain grafis.

Rudi menambahkan, untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pemerintah memberi pelatihan agar para pengangguran meng-upgrade keterampilannya. Jadi ketika akan melamar pekerjaan, mereka tak hanya mengandalkan ijazah dan IPK, tapi juga memiliki soft skill dan keterampilan seperti menguasai Photoshop, Coreldraw, Canva, dan aplikasi lain.

Pemerintah memang berusaha keras mengurangi jumlah pengangguran dan membuat UU Cipta Kerja yang ramah kepada investor asing. Logikanya, jika mereka mau masuk ke Indonesia dan membuat perusahaan baru, akan butuh banyak karyawan. Para tuna karya akan mendaftar dan akhirnya mendapatkan pekerjaan lagi, sehingga dapur bisa tetap mengepul.

Rencananya investor asing yang masuk ke Indonesia akan membuat perusahaan padat karya, sehingga butuh banyak sekali pegawai. Di antara pengusaha asing yang akan berinvestasi, ada yang bergerak di bisnis gadget, mobil, dan lain-lain. Indonesia jadi sasaran mereka karena pangsa pasarnya sangat tinggi dan masyarakatnya familiar dengan produk tersebut.

Dengan begitu, pengusaha asing akan menghemat biaya kirim, karena pabriknya ada di Indonesia dan dipasarkan di Indonesia, walau mereknya luar negeri. Tidak usah repot mengekspor dari negara mereka sendiri. Mereka akan untung karena mengurangi biaya kirim dan pekerja juga untung karena bebas dari status pengangguran yang memilukan.

Selain itu, dalam UU Cipta Kerja ada klaster kemudahan berusaha yang mampu memberi legalitas bisnis dengan cepat dan mudah. Sehingga para pengangguran akhirnya beralih jadi pengusaha karena pengurusan birokrasinya sangat dimudahkan. Mereka tak usah menyetor 50 juta rupiah seperti dulu. Selain itu, mengurus izin juga bisa via online, sehingga sangat praktis.

Klaster kemudahan berusaha membuat pengangguran yang merasa sumpek karena tak dapat pekerjaan baru, dan akhirnya memilih untuk berbisnis sendiri. Ketika legalitas sudah di tangan, mereka bisa bebas berekspresi dan memproduksi barang yang akan dipasarkan di Indonesia. Legalitas juga sangat penting saat akan mengekspor produk buatannya.

UU Cipta Kerja memudahkan para pengangguran untuk dapat pekerjaan baru, karena pemerintah akan memberi bekal berupa pelatihan untuk meningkatkan keterampilan. Selain itu, para pengangguran akan bisa bekerja lagi, karena akan ada perusahaan padat karya baru yang akan dibangun di Indonesia.

(Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini)