Tawa si Kecil Ditengah Gempa Lombok

Foto tiga anak kecil tertawa di suasana gempa yang melanda NTB (Foto : group Whatsaap)
Foto tiga anak kecil tertawa di suasana gempa yang melanda NTB (Foto : group Whatsaap)

Bengkulutoday.com - Sebuah foto diupload pada group Whatsaap. Foto tiga anak kecil yang sedang tertawa. Mereka bertiga nampak berada di tenda pengungsian korban gempa yang melanda Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Minggu pagi(29/7/2018). 

Foto tiga sikecil adalah satu dari ratusan foto yang beredar diberbagai media sosial maupun media online. Tidak tahu siapa yang melakukan pemotretan itu, kecanggihan teknologi membuat foto itu menyebar begitu cepat melalui saluran yang tersedia. 

Foto itu menyiratkan bahwa ditengah duka, masih ada kebahagiaan, kebersamaan dan ketulusan. Mereka bertiga tentu tidak sedang ber-akting layaknya film atau sebuah sesi pemotretan. Namun tawa mereka adalah tawa yang tulus, polos dan tawa yang tak banyak pikiran. Sederhana. 

Melihatnya akan membuat kita memiliki harapan dan optimisme. Gempa hanya bagian dari sesi kehidupan, yang tentu tidak akan selamanya. 

Masifnya pemberitaan juga peran media sosial membuat kabar gempa begitu cepat menyebar dan mengundang empati dari semua kalangan. Musibah adalah pemersatu suasana jiwa. Ribuan bahkan mungkin jutaan doa terpanjat, agar yang mengalami musibah akan tabah menghadapi dan melaluinya.

Tidak ada yang istimewa dari foto itu, namun itu potret kesederhanaan, ketulusan dan kepolosan. Dia bertiga adalah bagian dari kita, Indonesia. Dan tentu kenyataan itu hadir ditengah 'musibah' politik, yang terus menerus berlangsung. Menghadapinyapun tak butuh perasaan, hanya butuh emosi. Nyaris tak ada yang mampu menyatukan persepsi memaknai 'musibah' politik, kecuali ego dan kepentingannya tercapai, minimal meluap-luapkan melalui saluran media sosial. 

Tawa si kecil bertiga, menyiratkan bahwa ada sebuah masa depan yang harus dipikirkan bersama. Masa depan bangsa, bukan lagi partai, agama tertentu atau suku tertentu, tapi bangsa ini. Musibah menjadi hal yang lumrah, terlebih itu karena faktor alam. Tidak ada yang bisa menghalanginya. Namun coba memaknainya secara hati nurani, bahwa ada yang lebih penting bagi bangsa ini selain berhiruk pikuk dan selalu menciptakan 'musibah' politik, yaitu masa depan generasi. 

'Musibah' politik adalah letupan-letupan emosi partisan, pendukung, cukong, bandar sekaligus penikmat politik kekuasaan. Yang jadi korban adalah bangsa dengan generasinya, mereka tidak tercerdaskan, namun selalu diagitasi setiap hari. Masing-masing merasa benar, memaksakan tafsir, memaksakan kehendak, harus ini jangan itu. Jika tidak ini maka akan begini, jika tidak itu maka akan begitu, semua penuh ancaman, angkara murka. Nilai-nilai luhur kebangsaan entah kemana, yang rakyat awam tahu, saat ini sedang terjadi peristiwa politik yang menjadi musibah harian. Sebangsa yang saling mencaci, membenci dan menghakimi. Agama bahkan tak jarang jadi alat pembenar, jadi dalil merebut simpati, dan mirisnya saling beradu kekuatan massa. 

Kami tentu hanya ingin bangsa ini damai, jangan pecah belah dan jangan saling 'bunuh' karakter. Politik kekuasaan adalah keniscayaan, namun harusnya sentimen pribadi, suku, agama dan apapun itu yang bisa menjadi alat, digunakan untuk menang. Entah kapan disadari bersama, situasi yang saling serang, saling mematikan ini sangat tidak baik bagi masa depan bangsa dan generasinya. 

Semoga ada jalan dan dapat dilalui untuk mewujudkan bangsa ini menjadi bermartabat, tanpa caci, dengki dan menghakimi. [**]

NID Old
5364