Tanggung Jawab Pemuda Indonesia

Muhammad Aufal Fresky

Beberapa kali saya menonton video di youtube terkait aktivitas para pelajar-pelajar Indonesia yang sedang kuliah di luar negeri. Baik yang kuliah di kawasan Eropa, Asia, dan Timur Tengah. Sebagian besar, bahkan bisa dikatakan hampir semuanya para pelajar tersebut merupakan penerima beasiswa dari pemerintah Indonesia. Tentunya mereka dijamin oleh negara terkait biaya hidup dan pendidikanya sampai tuntas. Saya beranggapan bahwa para pelajar tersebut merupakan orang-orang yang luar biasa yang memiliki semangat juang yang tinggi.

Bagaimana tidak ; sebelum mereka meraih beasiswa dan kuliah di luar negeri, pastinya mereka telah melewatkan banyak tahapan. Tidak mudah untuk mendapatkan beasiswa. Harus memiliki daya tahan dan gelora belajar yang menggebu. Tentu masalah bahasa Inggris tidak lagi menjadi persoalan bagi mereka. Karena pemerintah memberlakukan seleksi yang cukup ketat dengan mewajibkan memiliki nilai skor tertentu unttuk mendafar beasiswa. Itupun sainggannya se-Indonesia. Artinya, mereka adalah orang-orang terpilih.

Beasiswa negara itu berasal dari uang rakyat. Sebenarnya rakyat Indonesia yang membiayai semua biaya akomodasi dan pendidikan para pelajar tersebut. Dan secara tidak langsung mereka berhutang budi kepada rakyat. Maka wajar saja jika pemerintah dan rakyat Indonesia berharap para pelajar tersebut kembali ke Indonesia dan menyumbangkan ilmu dan pengetahuannya demi kemajuan rakyat.

Sekembalinya dari luar negeri, diharapkan para pelajar mampu mengaplikasikan ilmu-ilmu yang didapatkan untuk kemaslahatan ummat. Percuma dibiayai negara jika pada ujung-ujungnya menciptakan kelas-kelas baru di tengah masyarakat. Bukankah itu justru semakin memperlebar kesenjangan sosial di tengah kita.

Peran para pemuda-pemuda hebat tersebut sangat dinantikan oleh ratusan juta rakyat Indonesia. Kontribusi mereka diharapkan bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di masyarakat. Setidaknya, mereka bisa mengambil peran dalam membangun dan memajukan masyarakat. Jangan sampai masyarakat kecewa atas dana yang diberikan untuk biaya pendidikan mereka. Tidak semua orang berkesempatan mengenyam pendidikan tinggi di luar. Tidak semua individi mendapatkan pengalaman-pengalaman baru bersentuhan dengan beragam kebudayaan yang berbeda. Maka sekembalinya ke Indonesia, kita semua berharap mereka menjadi agen pembaharu yang visioner. Menjadi aktor-aktor peradaban yang mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat Indonesia. Intelektualitas yang tinggi dibarengi dengan semangat dan tekad untuk memperbaiki negeri akan membawa perubahan yang cukup berarti.

Pastinya, para pelajar-pelajar tersebut berasal dari latar belakang yang berbeda. Ada yang dari pertanian, fisika, kedokteran, ekonomi, dan sebagainya. Semua bidang keilmuan itu menjadi lebih bermakna ketika mampu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kualitas keilmuan yang mumpuni bisa menjadi landasan dalam pengambilan keputusan. Para pemuda-pemuda tersebut bisa menjadi patner pemerintah dalam pengambilan kebijakan. Tentunya tidak mesti duduk sebagai penguasa ; tapi bisa juga saling bekerjasama mencari solusi dalam membenahi permasalahan yang sedang dihadapi. Pikiran-pikiran progresif para pemuda tersebut sangat diperlukan. 

Lantas bagaimana dengan pemuda yang menuntut ilmu di dalam negeri? Saya rasa tidak jauh bedanya. Semua pemuda memiliki tanggung jawab yang sama dalam membangun bangsanya. Baik yang memperoleh beasiswa maupun tidak, semua berkewajiban memajukan bangsanya. Tidak ada pengecualian. Hanya saja kadang sebagian pemuda kita masih belum sadar. Masih saja sibuk memikirkan diri sendiri. Pemuda-pemuda semacam itu biasanya kurang memiliki kesadaran terkait pentingnya peran merekas sebagai pemegang estafet kepemimpinan bangsa di berbagai lini.

Sebagian pemuda memikirkan hal-hal yang kurang visioner. Kurang bergairah dalam mengabdi kepada negerinya sendiri. Sebagian lagi acuh dengan keadaan sekelilingnya. Yang penting dia sukses, selesai urusan. Orientasi hidupnya sempit dan terlalu individualis. Tidak ada peran. Tidak ada kontribusi sama sekali. Pemuda semacam itu kehadirannya tidak begitu terasa di tengah warga. 

Sekali lagi, catatan ini sebenarnya saya tujukan kepada para pemuda-pemuda seluruh Indonesia yang merasa terpanggil jiwanya. Khusunya bagi para pemuda yang berkesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Amanah ini ada di pundak kalian. Kata orang semakin banyak orang pintar, tatapi jarang sekali orang jujur. Maka tidak heran jika sebagian koruptor itu adalah mereka yang memiliki gelar akademik cukup mentereng. Hanya saja perilakunya tidak dibarengi dengan nilai-nilai luhur yang menjadi patokan kita bersama; semisal nilai kejujuran. Pemuda yang hebat sebenarnyta adalah mereka yang peka membaca situasi dan mau terlibat memperbaiki keadaan dengan kemampuan yang mereka punyai. 

Artinya, pemuda hebat bukan hanya memiliki gelar akademik dari univertitas ternama; namun juga mereka yang mampu menciptakan peluang dan kesempatan bagi sesamanya untuk sama-sama berkembang. Pengetahuannya dibagikan kepada sebanyak-banyaknya orang. Pemuda seperti itu mampu memotivasi dan menginspirasi banyak orang dengan jejak langkah yang nyata di tengah kehidupan masyarakat. Keberadaannya benar-benar terasa.

Gelar akademik yang berjejer tidak membuat sang pemuda lupa daratan sehingga meninggalkan masyarakatnya. Justru semakin tinggi tingkat pendidikannya, dia semakin rendah hati. Ibarat padi, semakin berisi semakin merunduk. Ibarat sungai semakin dalam semakin tidak kedengaran suara alirannya. Artinya meskipun ilmunya tinggi, dia tidak banyak bersuara atau berkomentar terhadap hal-hal yang kurang bermanfaat. Jalan yang ditempuh adalah jalan pengabdian. Pemuda semacam itulah yang kita butuhkan. Jadi, untuk mengakhiri catatan ini saya berharap semua pemuda Indoneia sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. 

***

Muhammad Aufal Fresky, Pemuda Indonesia