Tahun Politik, Peran Agama Jadi Perdebatan

Seminar Nasional di IAIN Bengkulu
Seminar Nasional di IAIN Bengkulu

Bengkulutoday.com - Program Pascasarjana IAIN Bengkulu Prodi Aqidah dan Filsafat Islam bekerjasama dengan SMSI Bengkulu mengadakan seminar nasional bertema "Menggugat Post-Truth dalam Komunikasi Politik dan Diskursus Keagamaan". Seminar yang diadakan di Aula Prof Djamaan Nur IAIN Bengkulu pada Sabtu (1/12/2018) itu dihadiri sekitar 100 peserta dengan narasumber Prof Dr Rohimin dan Dr Robby H Abror dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

a

Prof Rohimin dalam materinya menyinggung musim politik yang saat ini diwarnai politisasi isu agama. Agama menjadi instrumen berpolitik sehingga menyebabkan hilangnya kesakralannya. Rohimin juga mengupas tentang peran media sosial yang lebih dominan dalam menyebarluaskan informasi kepada publik. Hal itu menyebabkan setiap manusia begitu mudahnya mengakses informasi tanpa batas. Dewasa ini ditemukan banyak orang Islam memahami agama dengan menghilangkan sanad.

Prof Rohimin menegaskan, di era post truth ini, masyarakat agar bijak merespon kehidupan keberagamaan. "Tingkat sakralitas kehidupan beragama, tergantung rasionalitas seseoarang dalam beragama, agama bisa menjadi sumber konflik dan agama bisa menjadi pemersatu, tergantung bagaimana mengkomunikasikan agama itu, dengan mempertimbangkan mana yang sakral mana yang profan," ujar Rohimin.

a

 Acara digelar Pascasarjana IAIN Bengkulu bekerjasama dengan Serikat Media Ciber Indonesia (SMSI) ini, untuk merespon problem sosial dan keagamaan yang sering terjadi di Indonesia. Kampus IAIN, khususnya pascasarjana Filsafat ingin memberikan kontribusi nyata dan sumbangsih pemikiran dalam menjawab tantangan di era post truth.

“Tindak lanjut dari kegiatan ini, kami akan teru melakukan kajian mendalam termasuk penelitian bersama dengan beberapa kampus, khususnya kampus UIN Sunan Kalijaga. Hal ini juga untuk memperkenalkan kepada masyarakat, bahwa pascasarjana Filsafat IAIN Bengkulu juga memiliki kepedulian terhadap problem-problem kebangsaan,” ujar Ka. Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Pascasarjana IAIN Bengkulu, Dr. Nelly Marhayati.

a

Selain Seminar Nasional, dalam kesempatan ini juga dilakukan penandatanganan MoU, antara Program Studi Filsafat IAIN Bengkulu dengan Program Studi Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Sementara menurut Dr Robby H Abror, fenomena kini yang mengemuka adalah manusia yang merasa benar. "Jadi, setiap orang merasa bahwa pendapatnyalah yang paling benar, sehingga ia menyangka bahwa itulah kebenaran yang sesungguhnya, padahal itu jelas bukan fakta. Sebab ia mengabaikan fakta objektif," kata Robby yang merupakan aktivis Muhammadiyah ini.

Munculnya era post truth, kata Robby, kebenaran menjadi relatif bahkan kehilangan keotentikannya, setiap orang merasa bahwa pendapatnya yang paling benar dari pada fakta objektif. 

Akibat post truth bagi komunikasi politik dan diskursus keagamaan, lanjut Robby, masyarakat semakin individual dalam lingkup sosialnya yang semakin sempit.

 "Sekarang setiap orang dapat memanipulasi kebenaran menurut opininya sendiri dan menebar signal sejauh mungkin untuk menjaring sanjungan dan puji-puji untuk melegitimasi opininya," tutur dosen filsafat UIN Sunan Kalijaga ini.

Robby juga mengupas soal fenomena media sosial, dimana setiap manusia dapat membangun eksistensi dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Dia mencontohkan, setiap orang begitu mudahnya menjadikan dirinya seorang ustadz, artis dan sebagaimanya dengan cara yang begitu mudah.  

"Saya menyebut era post-truth sebagai era mitos baru atau kebenaran hanyalah mitos belaka," paparnya.

a

Robby yang juga Kajur Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini menyampaikan, dalam era post-truth, hedonisme pada produksi opini tak dapat disangkal, orang lebih suka menyebarkan berita yang belum diverifikasi kebenarannya. "Media sosial menjadi wahana yang paling praktis bagi terselenggaranya aktivitas komunikasi politik dan diskursus keagamaan yang masif, perebutan wacana dan perang opini. Agama yang mestinya diinternalisasikan dalam diri, telah dikomodifikasikan dalam ruang publik secara telanjang. Sehingga pribadi-pribadi religius tak lagi sadar bagaimana membedakan kebenaran agama dan agamaisasi kebenaran. Agama jadi profan, tak lagi sakral, sebab setiap orang bisa menjadi pabrik opini untuk mengkontruksi kebenaran agama menurut seleranya," urai Robby.

Acara digelar Pascasarjana IAIN Bengkulu bekerjasama dengan Serikat Media Ciber Indonesia (SMSI) itu menurut Ketua Panitia Dr Nelly Marhayati untuk merespon problem sosial dan keagamaan yang sering terjadi di Indonesia. Kampus IAIN, khususnya pascasarjana Filsafat ingin memberikan kontribusi nyata dan sumbangsih pemikiran dalam menjawab tantangan di era post truth. "Tindak lanjut dari kegiatan ini, kami akan teru melakukan kajian mendalam termasuk penelitian bersama dengan beberapa kampus, khususnya kampus UIN Sunan Kalijaga. Hal ini juga untuk memperkenalkan kepada masyarakat, bahwa pascasarjana Filsafat IAIN Bengkulu juga memiliki kepedulian terhadap problem-problem kebangsaan," ujar Nelly yang juga Ketua Prodi Aqidah dan Filsafat Islam Pascasarjana IAIN Bengkulu.

Selain Seminar Nasional, dalam kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan MoU, antara Program Studi Filsafat IAIN Bengkulu dengan Program Studi Filsafat UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. [Adv/Bram]

NID Old
7352