Sudah Tepatkah Pemerintah Menaikkan Iuran BPJS Ditengah Pandemi Corona?

Joshua Unedo

Oleh: Joshua Unedo Christoper Siregar (Mahasiswa Semester  VI Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

Saat ini hampir diseluruh Negara dibelahan Bumi ini sedang menghadapi masalah yang sama, yaitu pandemic Covid-19. Virus ini kabarnya berawal dari kota Wuhan, China dan dengan cepatnya menyebar keseluruh pelosok Bumi ini. Banyak korban berjatuhan, dan ekonomi pun ikut terkena dampaknya. Virus ini juga sudah masuk ke Indonesia sejak awal maret lalu. Bahkan jumlah korban akibat covid-19 ini di Indonesia adalah 17.025 orang yang terkonfirmasi terinfeksi covid 19, yang sembuh berjumlah 3.911 orang, dan yang meninggal 1.089 orang. 

Selain memakan korban begitu banyaknya, pandemic ini juga menghancurkan perekonomian yang ada di Indonesia. Ribuan orang mengalami PHK akibat banyaknya usaha yang tutup karena pandemic ini. Dan tentu saja ini mempengaruhi perekonomian masyarakat saat ini. Tetapi, hal itu ternyata tidak menjadi pertimbangan dari Pemerintah dalam membuat keputusan untuk menaikkan iuran BPJS.    

Pada hari Selasa (5/5/2020) lalu, Presiden baru saja menandatangani Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan. Alasannya menurut Menteri Kordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, kenaikan iuran ini dilakukan agar keberlangsungan dari program Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) BPJS Kesehtan tetap terjaga. Tentunya alasan seperti ini banyak disayangkan oleh masyarakat. 

Walaupun ketentuan ini baru akan berlaku pada 1 Juli 2020, tetapi tetap saja itu akan merugikan karena kita tidak tahu sampai kapan pandemic ini akan berakhir. Apalagi keputusan yang dibuat oleh presiden ini sebenarnya terkesan memaksa. Hal itu berkaitan dengan Keputusan Mahkmah Agung (MA) yang sebenarnya sudah membatalkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang kenaikan Iuran BPJS ini. Dengan dibuatnya peraturan Presiden yang baru, banyak yang bependapat bahwa Presiden seakan mau mengakali keputusan dari Mahkamah Agung (MA) tersebut.

Apa yang menjadi keputusan Presiden saat ini seakan menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia masih latah dan belum siap menghadapi Covid 19 ini. Banyak dari keputusan Pemerintah yang tidak konsisten. Seperti peraturan PSBB yang tidak tegas dalam penerapannya, dimana pemerintah melalui Kemenhub memperbolehkan transportasi beraktivitas kembali, padahal masyarakat dilarang untuk mudik. Lalu, keputusan mengizinkan 500 TKA China untuk bekerja di Indonesia, dimana banyaknya pekerja local yang justru mendapat PHK akibat covid 19 ini. 

Balik lagi mengenai keputusan Presiden dalam menaikkan iuran BPJS ini, sudah seharusnya dikaji ulang kembali. Ditengah keadaan akibat pandemic covid 19 ini, bukanlah hal yang wajar untuk menaikkan iuran BPJS. Memang untuk yang mandiri golongan III Pemerintah masih memberikan subsidi sehingga tahun ini tetap bayar Rp 25.500 per bulan tetapi tetap saja golongan I dan golongan II mengalami kenaikan yang sangat signifikan.

Tidak ada alasan yang pasti dan kuat sebenarnya bagi Presiden dan Pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS ini. Bagaimana pun pandemic ini bukan hanya merugikan rakyat kecil saja, tetapi juga para pekerja dan pengusaha yang sebenarnya juga mengalami kerugian. Banyaknya PHK yang terjadi saat ini membuktikan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sedang tidak baik. Sudah seharusnya Presiden dan Pemerintah memberikan kesejahteraan bagi rakyat nya sesuai dengan isi dari Pembukaan dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan cara tidak lagi memberatkan rakyatnya dengan kenaikan Iuran BPJS ditengah kondisi seperti ini. 

Daripada menaikkan Iuran BPJS, alangkah lebih baik Presiden dan Pemerintah mengalokasikan dana yang untuk keperluan pemindahan Ibukota Baru dan dana untuk perusahaan online dalam pelaksanaan program kartu prakerja ke BPJS Kesehatan. Karena menurut saya, program kartu prakerja ini sedikit tidak tepat sasaran melihat kondisi rakyat kita yang masih banyak tidak memiliki alat komunikasi yang canggih karena keterbatasan ekonomi dan tentu saja rakyat di pelosok yang susah mengapai sinyal untuk kegiatan program ini. Daripada mempercepat dan melaksanakan program ini, rakyat lebih memerlukan bantuan langsung baik dalam bentuk sembako ataupun dibidang kesehatan. Jadi lebih baik dana tersebut dialokasikan saja ke BPJS Kesehatan jika memang betul kondisi didalam BPJS Kesehatan saat ini memerlukan suntikan dana.