Sidang Dugaan Korupsi Lahan Pemkot Digelar, Pengacara Deden: Kita Akan Ajukan Eksepsi

Deden Abdul Hakim

Sidang perdana dugaan penjualan aset lahan milik Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu seluas 8,6 hektare di Perumahan Korpri Bentiring resmi digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu, Rabu (23/9/2020).

Sidang dengan Nomor Reg. Perkara: PDS-02/BKULU/09/2020 ini beragendakan pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dua terdakwa Dewi Hastuti dan Malidin.

Dalam dakwaan primairnya, Tim JPU yang dihadiri Ayu Azizi, Dedy Abdurrachman, dan Nelly menerangkan terdakwa Dewi Astuti selaku pribadi dan Direktur PT Tiga Putra Mandiri baik bertindak secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama dengan Malidin selaku Lurah Bentiring Kecamatan Muara Bangkahulu Kota Bengkulu sekira Desember 2015 sampai dengan Juli 2016 atau antara tahun 2015 sampai dengan 2016 di Kantor Kelurahan Bentiring, sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

“Bahwa perbuatan terdakwa Dewi Hastuti bersama-sama dengan Malidin bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara Pasal 45,” terang JPU.

Pasal ini berbunyi, Ayat (1) ‘barang milik negara/daerah yang diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah tidak dapat dipindah tangankan’.

Ayat (2), ‘pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan, atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD’.

JPU menambahkan, bahwa akibat perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Malidin mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp. 4.750.000.000, sesuai dengan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara yang telah dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Bengkulu.

“Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” ujarnya.

Kemudian dakwaan subsidair, perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Menanggapi dakwaan tersebut, Deden Abdul Hakim selaku Kuasa Hukum terdakwa Dewi Hastuti menyampaikan pihaknya akan mengajukan eksepsi.

“Hari ini telah dibacakan dakwaan untuk terdakwa-terdakwa kasus lahan Bentiring Korpri. Kami dari kuasa hukum terdakwa Dewi Astuti mengajukan eksepsi,” tegas Deden.

Eksepsi ini diambil, terang Deden, dengan pertimbangan bahwa seyogyanya surat dakwaan itu harus disusun lengkap, cermat, jelas, dan detail. Baik formil maupun materil, sebagaimana diisyaratkan di Pasal 143 KUHAP.

“Dalam perkara ini, penuntut umum menyusun dakwaan atas dasar dugaan-dugaan. Kenapa kami katakan dugaan-dugaan, karena terkait aset pemerintah daerah yang menjadi dasar sebab adanya kerugian negara itu belum diuji di pengadilan atau didasarkan bukti yang benar-benar valid mengenai status lahan itu,” pungkasnya. (JR)