Siapa Mufti dan Siapa Mustafi?

Ilustrasi

Mufti adalah mujtahid atau faqih yang telah memenuhi syarat-syarat berijtihad, sehingga ia layak memberikan fatwa. Ini mencakup orang yang memiliki keahlian dalam istidlal dan istinbath, juga dimasukkan ke dalamnya orang yang mampu melakukan tarjih dan takhrij.

Fatwa lebih khusus dari ijtihad. Ijtihad adalah penggalian hukum syar'i dari dalil-dalilnya, baik ada yang bertanya tentang bahasan tersebut atau tidak. Sedangkan fatwa hanya dilakukan ketika ada muncul suatu perkara, dan perkara tersebut ditanyakan kepada seorang faqih atau mujtahid.

Ini ketentuan untuk mufti. Namun, di masa-masa akhir ini, lafazh mufti juga dimutlakkan untuk mutafaqqih yang mempelajari suatu madzhab, dan aktivitas fatwanya hanya sekadar menukilkan teks dari kitab-kitab fiqih sesuai yang ditanyakan.

Sedangkan mustafti (orang yang bertanya kepada mufti), yaitu orang yang boleh bertaqlid, adalah siapa saja yang belum layak berijtihad, baik ia orang awam yang sedikit pun tak memiliki ilmu untuk sampai derajat ijtihad, maupun orang alim (orang berilmu) yang telah mempelajari secara serius dan menguasai sebagian ilmu untuk mencapai tingkatan ijtihad, namun belum mampu berijtihad.

Sumber: Ushul Al-Fiqh Al-Islami, bahasan Maa Bayna Al-Ifta Wa Al-Istifta Aw Syuruth Al-Muqallad (Al-Mufti), karya Prof Dr Wahbah Az-Zuhaili.

Catatan Tambahan Dari Saya:

1. Fatwa asalnya harus berasal dari ahli fiqih yang telah memenuhi syarat ijtihad, baik ia seorang mujtahid muthlaq mustaqil, seperti Asy-Syafi'i dan Abu Hanifah, atau tingkatan mujtahid di bawahnya.

2. Di masa-masa akhir ini, fatwa juga kadang dimutlakkan untuk penjelasan hukum dari seorang mutafaqqih yang belum mencapai derajat ijtihad, dan aktivitasnya hanya sekadar menukilkan pendapat mujtahid atau teks dari kitab-kitab fiqih.

3. Orang yang tak memiliki keahlian ijtihad, boleh bahkan wajib taqlid. Baik ia adalah orang awam yang tak sedikit pun memiliki alat untuk berijtihad, maupun orang alim yang telah memiliki sebagian alat untuk berijtihad namun belum mampu berijtihad.

4. Jika anda tak memahami bahasan-bahasan ushul fiqih dan qawa'id fiqhiyyah dengan baik, berarti anda orang awam. Demikian juga dalam kaidah-kaidah nahwu dan sharaf, kaidah-kaidah seputar qiyas, nasikh-mansukh, aam-khash, muthlaq-muqayyad, dan banyak lagi yang lainnya.

Wallahu a'lam bish shawab

Baca Juga: Jadi Da'i dan Ulama Harus Kuasai Ilmu Nahwu dan Sharaf

(Mintaraga Sukma)