Setelah Sukses dengan UU Minerba, Oligarki Tambang Incar RUU Cipta Kerja

Unjuk rasa

Bengkulutoday.com, Jakarta - Sekitar 20 aktivis dari gerakan #BersihkanIndonesia dengan mengikuti protokol kesehatan Covid19 berunjuk rasa menolak omnibus law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja di gedung DPR RI. Mereka membawa cermin yang memantulkan cahaya matahari ke gedung DPR sebagai simbolisasi bahwa legislator yang seharusnya mewakili rakyat telah disilaukan oleh kepentingan oligarki tambang. 

Aksi ini merupakan bagian dari masifnya gelombang penolakan rakyat Indonesia terhadap DPR yang tebang pilih dalam membahas legislasi. Pembahasan RUU Cipta Kerja dinilai cacat hukum, tidak partisipatif dan justru berpotensi memperparah kerusakan lingkungan dan mengancam keselamatan rakyat. RUU ini juga akan memutus akses kendali publik atas sumber air bersih, udara bersih, tanah tempat mereka berladang dan laut.

“Omnibus Law harus segera dibatalkan. Pertama, RUU ini tidak pantas disebut produk kebijakan, karena proses penyusunannya sangat kental arogansi politik dan kepentingan oligarki. Kedua, jika RUU ini tetap disahkan maka akan mempercepat laju kerusakan lingkungan hidup yang kemudian semakin menghilangkan sumber-sumber kehidupan rakyat. RUU ini bertujuan memutuskan akses dan kontrol masyarakat atas hak dasar seperti air bersih, udara bersih, laut dan tanah. Kondisi ini akan memperparah bencana ekologis yang selama ini sudah terjadi, termasuk juga bencana yang disebabkan oleh perubahan iklim,” kata Tubagus Soleh Ahmadi, Juru Kampanye #BersihkanIndonesia yang juga Direktur Eksekutif Walhi Jakarta.

Logika Presiden Jokowi yang mengatakan bahwa RUU Cipta Kerja akan mampu menciptakan pekerjaan dan akhirnya memakmurkan rakyat adalah omong kosong. Sejumlah argumentasi dan telaah atas RUU ini justru menemukan bahwa regulasi ini membuat ketidakamanan dalam pekerjaan dan penghasilan. Penggusuran tanah subur dan ladang produktif warga akan semakin gampang dilakukan, baik oleh investor maupun oleh pemerintah dan semuanya bisa terjadi atas nama UU Predator Omnibus Law ini. 

“Pengesahan RUU Cipta Kerja hanya akan menampakan wajah asli pemerintah sebagai bagian dari skenario sukses oligarki untuk menguasai kekayaan alam negara melalui instrumen legislasi. RUU ini bukan saja memberikan insentif besar dan jaminan kepada para investor oligarki namun juga merugikan kelas pekerja pada tingkat yang belum pernah kita alami. Jika ini terjadi, kami, anak-anak muda, akan menjadi saksi kerusakan tatanan sosial dan juga kerusakan ekologis yang signifikan. Kami tidak ingin menjadi generasi yang dikorbankan masa depannya hanya untuk kepentingan segelintir orang. Oleh karena itu, pembahasan RUU Cipta kerja harus dihentikan,” kata Juru Kampanye #BersihkanIndonesia, Elok Faiqotul Mutia yang juga Direktur Eksekutif Enter Nusantara. 

Fajri Fadhillah dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) menilai RUU Cipta Kerja akan menghalangi pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi masyarakat. Partisipasi publik dalam penyusunan Amdal pada sebuah kegiatan investasi semakin sempit. Padahal masyarakatlah yang paling pertama dan rentan atas dampak dari investasi tersebut.

“Kita bisa lihat permasalahan ini dengan merujuk pada ketentuan dalam RUU Cipta Kerja yang mempersempit mekanisme partisipasi publik dalam proses penyusunan Amdal. Lalu, penegakan hukum administratif, perdata dan pidana di bidang lingkungan hidup yang dilonggarkan. Hak masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak boleh dikorbankan untuk kepentingan investasi melalui RUU Cipta Kerja ini,” Fajri.