Serikat Buruh Mendukung Omnibus Law RUU Cipta Kerja

ilustrasi

Oleh : Muhammad Zaki )*

Omnibus law RUU Cipta Kerja tak lagi jadi polemik karena serikat buruh akhirnya menyetujuinya, walau dengan beberapa syarat. Mereka akhirnya sadar bahwa RUU ini bermanfaat dan akan mengubah iklim ketenagakerjaan menjadi lebih baik. Tinggal selangkah lagi peresmiannya menjadi undang-undang dan masa depan pekerja jadi cerah.

Peresmian Omnibus Law RUU Cipta Kerja masih terganjal oleh para pekerja yang berkali-kali demo untuk menolaknya. Padahal Mentri Mahfud MD pernah berkata bahwa ia menerima dengan tangan tebuka jika ada buruh yang ingin berdiskusi tentang RUU ini. Para pekerja yang tergabung dalam serikat buruh merasa RUU Cipta Kerja cilaka karena takut gajinya berkurang.

Setelah pertemuan antara 16 serikat buruh dengan Panja badan legislasi DPR di  sebuah hotel, maka ditemukan titik temu antara pekerja dan pemerintah. Said Iqbal, ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia menyatakan bahwa serikat buruh mendukung RUU Cipta Kerja karena memudahkan investasi. Namun klaster ketenagakerjaan dihapus dari sana.

Kalaupun klaster ketenagakerjaan tidak bisa dikeluarkan dari RUU, maka jangan mengubah isi dari UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pada UU tersebut disebutkan bahwa pekerja mendapat penghasilan yang layak dan pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan. Para buruh bilang mereka tak bisa mengatur DPR tapi ingin aspirasinya didengarkan.

Dari pertemuan antara anggota DPR dengan perwakilan dari 16 serikat buruh, maka ada beberapa poin kesepahaman. Pertama, klaster ketenagakerjaan di Omnibus Law RUU Cipta Kerja sesuai dengan putusan MK. Di antaranya mengenai perjanjian waktu kerja tertentu, pesangon, upah, PHK, dan jaminan sosial. Peraturan tentang durasi kontrak kerja akan direvisi.

Poin selanjutnya adalah UU ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 tak diubah sama sekali. juga ditambah peraturan tentang pekerja part time, UMKM, dan start up. Para buruh juga ingin hubungan ketenagakerjaan yang bisa beradaptasi dengan industri. Permintaan mereka juga ingin dimasukkan dalam daftar investasi masalah yang akan dibahas dalam rapat panitia kerja baleg DPR.

Banyak pegawai yang takut jika isi RUU tetap seperti draft awal, akan memperburuk iklim ketenagakerjaan. Misalnya ada pasal yang mengatur tentang upah minimum kota yang diganti dengan upah minimum provinsi. Perubahan istilah ini membuat seakan-akan gaji buruh berkurang. Padahal tidak. UMP juga hanya berlaku bagi pegawai yang masa kerjanya di bawah setahun.

Pemerintah juga menjamin bahwa Omnibus Law RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan tidak hanya menguntungkan pengusaha, namun juga para buruh. Jadi mereka tidak usah takut akan bernasib malang. Karena akan mendapat gaji di atas UMP, bahkan dapat bonus tahunan dari perusahaan. Hak para buruh untuk cuti hamil, cuti tahunan, dan melahirkan juga tidak dibabat.

Jadi diharap para pegawai tidak melakukan demo lagi untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Karena sudah ada kesepahaman antara serikat pekerja dengan anggota DPR. Lebih baik menunggu peresmian RUU jadi UU karena pemerintah sudah berjanji akan mensejahterakan buruh. Juga mau mendengarkan masukan dari perwakilan buruh dan menjalankan demokrasi.

Omnibus Law RUU Cipta Kerja tidak mungkin merugikan pekerja. Jika ada yang bilang bahwa RUU ini merenggut hak para buruh, maka salah besar. Walau aturan hari dan jam kerja akan diubah jadi senin sampai sabtu dan maksimal 40 jam sehari, tapi tidak akan membuat pegawai rugi. Karena mereka masih mendapat jatah hari libur.

Mari kita dukung Omnibus Law RUU Cipta Kerja agar segera diresmikan, karena bisa mengubah keadaan di Indonesia. Investasi akan masuk ke Indonesia sehingga jumlah pengangguran berkurang. Mereka juga digaji dengan layak, minimal UMP. Juga masih mendapat hak cuti dan bonus tahunan.

)* Penulis aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini