Selain Radikalisme, Ujaran Kebencian Masih Menjadi Ancaman Bangsa ini

Stop

Bengkulutoday.com - Radikalisme, terorisme, dan kekerasan ekstrem masih terus mengancam keamanan dan kenyamanan masyarakat Indonesia. Mengingat Negeri Zamrud Khatulistiwa ini masih menjadi destinasi para penebar teror.

Jejaring terorisme masih menancapkan pengaruhnya di Indonesia. Darul Islam, Islamic State, hingga Al-Qaeda, menurut Greg Barton, guru besar Politik Islam Global Universitas Deakin, Australia, masih punya pengaruh signifikan.

"Kalau jaringan Darul Islam masih cukup signifikan. IS masih cukup berpengaruh. Al-Qaeda juga," katanya saat perbincangan dengan NU Online usai acara Consultation with CSOs on the Draft Work Plan on Preventing and Countering the Rise of Radicalisation and Violent Extremism (PCRVE) 2018-2025 di Hotel Pullman, Kuala Lumpur, Malaysia, Rabu (3/7/2019).

Hal tersebut mengingat ia melihat keberadaan kelompok tersebut di Irak sebelah utara. Menurutnya, selama sepuluh sampai 20 tahun lagi masih akan ada pengaruhnya di Indonesia.

Tidak hanya itu, Greg menyoroti hal lain yang menjadi ancaman bangsa Indonesia ke depan dan tantangan bagi pemerintahan Joko Widodo di periode keduanya, yakni kebencian ekstrem (hateful extremism).

"Ada yang lain juga yang akan berperan. Tetapi berbeda dengan terorisme, yaitu hateful extremism, ekstremisme yang memakai bahasa benci, dan sektarianisme," katanya menjelaskan.

Memang dengan sendirinya, katanya, ekstremisme kebencian merupakan ancaman yang dapat menganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat.

Sektarianisme dan kekerasan berbasis suku, ras, agama, hingga bahasa, menurut Greg, bukan hanya tantangan pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan KH Maruf Amin, tetapi juga bagi NU dan Muhammadiyah sebagai dua ormas terbesar di Indonesia dan dunia.

"Salah satu tantangan untuk NU, Muhammadiyah, dan Pemerintah, bukan hanya terorisme, tetapi juga hateful extremism, dengan alasan fitnah, kebencian, bikin masalah dengan kelompok lain karena berbeda bahasa, suku, dan sebagainya," kata penulis buku Biografi Gus Dur itu.

Karenanya, Greg berharap NU dan Muhammadiyah dapat lebih bergandengan erat guna mencegah semakin maraknya kebencian itu. Pasalnya, dua ormas terbesar di Indonesia bahkan dunia ini punya peranan besar dalam mewujudkan perdamaian. "Mudah-mudahan pihak NU bisa mencari jalan supaya kerjasama lebih dekat dengan Muhammadiyah," ujarnya.

Sementara itu, Greg juga percaya bahwa Jokowi merupakan sosok yang demokratis. Namun, ia mengingatkan agar nilai dan prinsip demokrasi harus betul-betul diperhatikan. "Beliau (Jokowi) harus lebih memperhatikan prinsip dan nilai demokrasi," ungkapnya.

Memang, menurutnya, ada masalah dengan hoaks dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Meskipun demikian, ia mengingatkan agar jangan sampai akhirnya mengancam kebebasan pers dan kebebasan masyarakat madani.

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan agar Presiden Jokowi tidak menggunakan president show order mengingat dampak bahayanya memunculkan kesimpulan Jokowi sebagai sosok yang demokrat menjadi terlihat antidemokrasi. "Pak Jokowi yang saya percaya sebagai demokrat sejati kelihatan antidemokrasi," katanya.

Oleh karena itu, Greg menegaskan agar pemerintah harus lebih erat lagi menjalin hubungan dengan sipil, ormas, dan para profesional, termasuk wartawan guna memunculkan transparansi.

"Kalau ada ikhtiar dari administrasinya, kebijakan baru harus ada penjelasan, harus kelihatan ada akuntabilitas," ungkap pria yang menamatkan studinya di Universitas Monash Australia itu.

Ia berharap Jokowi dapat menjelaskan dan mensosialisasikan berbagai isu agar mendapatkan dukungan rakyat. "Ada isu yang harus disosialisasikan dengan baik supaya ada konsensus didukung rakyat," katanya.

Melihat keterpilihan KH Ma’ruf Amin sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024, Greg berharap sosoknya dapat memainkan perannya sebagai tokoh agama yang moderat.

"Saya masih berharap bahwa Pak Maruf Amin bisa berperan sebagai tokoh agama yang moderat. Kesempatan baru sebagai wapres," pungkasnya.

(Syakir NF/Kendi Setiawan)