RUU Minerba Disahkan, Mengapa Mencurigakan?

Fitriya Ramadani

Oleh: Fitriya Ramadani, Penulis Mahasiswi Semester IV Fakultas Hukum Universitas Bengkulu 

INDONESIA darurat demokrasi!, akhir-akhir ini sedang ramainya pembincangan dimana DPR mengesahkan Revisi Undang – undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ( RUU Minerba ) menjadi undang-undang.

Pengesahan digelar pada siang hari, di kompleks parlemen, Senayan Jakarta pada selasa,12 Mei 2020, dimana DPR mengesahkan dalam Rapat Paripurna setelah disepakati bersama. 

“ Kami akan menanyakan setiap fraksi, RUU tentang perubahan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Batubara dapat disetujui dan disiapkan jadi UU? Setuju? Setuju ?” kata ketua DPR Puan Maharan dalam sidang tersebut. 

Sangat disayangkan RUU ini disetujui 8 fraksi, sedangkan yang menolak hanya 1 Fraksi  yaitu demokrat.
RUU minerba termasuk dalam daftra undang-undang yang menuai banyak kontroversi dan penolakan dari masyarakat, sama halnya dengan revisi UU KPK yang menuai demo dari kaum Mahasiswa seluruh Indonesia. Salah satunya  pasal 169 A yang banyak mendapatkan sorotan karena  jaminan perpanjangan kontrak karya  ( KK ) atau Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara ( PKP2B ) yang berisi perpanjangan secara otomatis bagi pemegang izin PKP2B dan tak adanya pelelangan hal ini sangat menguntungkan perusahaan yang ingin menggunakan wilayah pertambangan.

Hal ini juga dianggap mengakomodasi kepentingan pelaku industri batubara, tanpa sadar membuat masyarakat yang tinggal di sekitar daerah tambang dapat merasakan dampak buruknya.

RUU MINERBA merupakan usul  DPR priode sebelumnya dan menjadi program legislasi nasional prioritas tahun 2020 oleh karena itu alasan DPR mempercepat sahnya RUU MINERBA. Namun dengan rentang waktu penyelesaian yang  relative singkat selama 3 bulan sejak bulan Februari hingga Mei dan dinilai minim trasparan, RUU MINERBA dinilai bermasalah karena dianggap tidak memberikan hak yang cukup bagi masyarakat untuk menilai kegiatan usaha pertambangan dan juga indonesia sedang  focus melawan Covid-19 yang kian memburuk membuat anggapan bahwa DPR memanfaatkan masa pademik, dimana bisa kita lihat fokus semua masyarakat sedang berusaha bertahan hidup bukan membuat sah RUU yang dianggap memberi dampak buruk.