Resistensi Rumput Belulang di Curup pada Beberapa Dosis Glifosat

Rumput Belulang

Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena dapat menurunkan hasil produksi tanaman. Sehingga perlu untuk di kendalikan dengan herbisida. 

Pengendalian gulma adalah sebuah praktik menghentikan persaingan tanaman dengan gulma. Gulma juga dapat dikendalikan dengan mencangkul sampai ke akarnya agar tidak tumbuh lagi. Tapi banyak petani ingin dengan cara yang cepat dan tepat. Salah satu gulma yang menyerang tanaman para petani ialah Eleusine indica (L.) Gaertn. Gulma ini disebut rumput belulang yang sejenis dengan tumbuhan yang dapat dikendalikan secara manual atau herbisida. Banyak para petani menggunakan herbisida yang berbahan aktif Glifosat. 

Glifosat  adalah herbisida berspektrum luas yang dapat mematikan sebagian besar tipe tanaman, serta mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca tumbuh. Tumbuhan akan mati dengan cara kekurangan asam amino yang berperan penting dalam melakukan proses hidupnya. Glifosat adalah pilihan para petani dalam mengendalikannya. Tetapi seiring berjalannya waktu, gulma ini menjadi resisten terhadap herbisida yang berbahan aktif glifosat ini. 

Salah satu contohnya ialah Provinsi Bengkulu. Tepatnya di Kabupaten Rejang Lebong, ibu kotanya ialah Curup. Curup merupakan daerah penghasil beras, kopi dan sayur-sayuran utama di Provinsi Bengkulu, yang hasilnya dikirim hingga ke Palembang, Jambi, Lampung dan Jakarta. Salah satu komoditi yang diserang Eleusine indica ini ialah Jeruk (Citrus SP). Jeruk ini diproduksi dalam jumlah besar dulunya. Seiring berjalannya waktu, munculnya rumput belulang ini. Petani menggunakan glifosat untuk mngendalikannya, tetapi menjadi resisten terhadap gulma tersebut. 

Banyak orang mengabaikan penggunaan dosis herbisida ini untuk mengendalikan gulma Eleusine indica ini. Kurangnya pemahaman akan penggunaan dosis herbisida ini, menjadi hal yang perlu dibahas dalam penulisan karya ilmiah ini.
Pemenuhan kebutuhan jeruk untuk masyarakat Indonesia terus meningkat sehingga menjadi suatu masalah yang sangat penting. Hal tersebut terjadi akibat peningkatan jumlah penduduk yang selalu meningkat setiap tahunnya. 

Jeruk di Indonesia memiliki potensi  yang cukup besar untuk memproduksi varietas-varietasjeruk keprok/siam yang berwarna kuning orange. Terkhususnya di Bengkulu, Jeruk merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi Bengkulu. Produksi jeruk di provinsi Bengkulu selama tiga tahun cenderung menurun yaitu 10.319 ton/ha, 9.439,6 ton/ha. Permasalahan yang dihadapi yaitu produktivitas tanaman dan kualitas buah jeruk yang relatif rendah. Salah satu penyebabnya ialah disebabkan gulma yang menyerang tanaman jeruk tersebut (Sri, 2016). 

Eleusine indica merupakan rumput semusimyang berdaun pita, membentuk rumpun yang rapat agak melebar dan rendah. Perakarannya tidak dalam tetapi lebat dan kuat menjangkar tanah sehingga sukar untuk mencabutnya. E. Indica dapat menghasilkan hingga 140.000 biji tiap musimnya. Pada wilayah Bengkulu terkhususnya di Curup. Eleusine indica tumbuh sebagai tanaman pengganggu di perkebunan Jeruk (Citrus Sp.) yang dikendalikan dengan menggunakan herbisida yang terus menerus sehingga dapat mengakibatkan gulma menjadi toleran pada suatu jenis herbisida tertentu dan bahkan menjadi resisten. Resisten herbisida adalah kemampuan yang diturunkan pada suatu tumbuhan untuk bertahan hidup dan berproduksi yang ada pada kondisi penggunaan dosis herbisida secara normal mematikan jenis populasi gulma tersebut (Saur, 2019).

Populasi resisten terbentuk akibat adanya tekanan seleksi oleh penggunaan herbisida sejenis secaara berulang-ulang dalam periode yang lama. Sedangkan gulma yang toleran terhadapt herbisida tidak melalui proses tekanan seleksi (Saur, 2019). Kerugian yang ditimbulkan dari gulma ini di areal Curup lebih besar dari hama dan penyakit pada teknis budidaya tanaman secara intensif. Keberadaan gulma ini cukup mengganggu pada areal produksi yang meliputi tanaman menghasilkan (TM) dan tanaman belum menghasilkan (TBM) serta pada areal pembibitannya (Ahmad, 2016). 

Di Curup Kabupaten Rejang Lebong yang memiliki luas 3,95 dengan 9 kelurahan, memiliki potensi dalam memproduksi Jeruk Gerga. Para petani menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma Eleusine Indica, yang berbahan aktif glifosat yang diproduksi dengaan teknologi Biosorb serta menggunakan surfaktan yang dipatenkan. Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik dan tidak selektif pasca tumbuh serta mempunyai spektrus pengendalian luas bersifat nonselektif. Glifosat sangat efektif mengendalikan gulma rumput dan daun lebar yang mempunyai perak g b.aran dalam dan diaplikasikan sebagai herbisida pascatumbuh. Setiap cara pengendalian gulma mempunyai karakter masing-masing dalam mempengaruhi tanaman pertanian, gulma atau lingkungan, misalnya pengendalian mekanis  bersifat tidak selektif terhadap target gulma. Campuran herbisida yang telah dipasarkan biasanya telah diuji oleh perusahaan yang memastikan bahwa produk tersebut efektif (Abdi, 2014). 

Di Medan sumatera utara dikatakan resisten ketika menggunakan menggunakan 486 g b.a/ha. Gulma disemprot dengan glifosat dua sampai enam kali penyemprotan pertahun pada tanaman kelapa sawit (Lia.2012). Gulma ini dapat menyerang semua komoditi yang diproduksi petani. Menurut (Agustinus.2017) bahwa hasil penelitiannya dikatakan gulma Eleusine indica ini resisten ketika menggunakan glifosat 300,62 g/ha pada tanaman jambu biji di Lampung. Menurut (Satria.2015) bahwa hasil penelitiannya ialah menunjukkan gulma Eleusine indica terjadi resistensi pada glifosat yaitu dapat bertahan hidup sebanyak 100% pada dosis 0 - 480 g b.a/ha. Pada penggunaan glifosat 1920 g b.a/ha mencapai 0% gulma Eleusine indica yang hidup. Serta menurut (Lia. 2012) bahwa pada dosis 720 g b.a/ha mencapai 17% gulma yang bertahan hidup. 

Hal ini disebabkan terjadinya pemakaian glifosat yang terus menerus pada perkebunan yang dapat menghambat enzim EPSPS (5 enolphyruvylshikimate-3phosphate synthase) sehingga resisten-glifosat. Hambatan enzim ini terjadi pada kloroplas yang membuat peningkatan akumulasi asam shikimat. Hal ini menunjukkan penelitian (Chan et al. 2015) yang menyatakan bahwa enzim EPSPS pada biotipe Eleusine indica resisten-glifosat dari Cina Selatan dengan cepat merespon glifosat dan terdeteksi pada 12 jam setelah terpapar glifosat. Ekspresi mRNA dan protein dari biotipe Eleusine indica resisten-glifosat meningkat secara konstan seiring meningkatnya konsentrasi herbisida glifosat. Beliau juga menyatakan bahwa kandungan klorofil mengalami penuruan sedikit pada daun gulma tersebut.

***

Arce Agustina Manik.