Relevansi Hukum dan Kebijakan Publik dalam Menghadapi Pandemi Covid-19

Reski Simamora

Oleh : Reski Simamora (Mahasiswa Fakultas Hukum Unib 2017)

Sudah beberapa bulan kita menghadapi wabah covid-19 yang tak kunjung berhenti penyebarannya. Mulai dari terkonfirmasi nya kasus pertama covid-19 di Indonesia pada awal maret lalu hingga hari ini selalu bertambah kasus pasien yang positif tiap harinya. Semua lapisan masyarakat turut merasakan dampak dari pandemi tersebut baik bidang kesehatan,pendidikan, ekonomi, sosial dan bahkan bidang lainnya. Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona atau covid-19, Achmad Yurianto mengatakan total kasus positif per tanggal 17 April 2020 mencapai 5.923 orang. Setiap kita mendengarkan informasi dari gugus tugas percepatan penanganan covid-19  yang tiap hari nya jumlah pasien positif dan meninggal terus bertambah membuat ketakutan dan kekhawatiran selalu hadir  yang tidak tau kapan berakhirnya.  

Berbagai upaya dan kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah maupun elemen-elemen yang peduli terhadap penanganan covid-19 ini. Beberapa waktu lalu Tidak tanggung-tanggung Pemerintah mengeluarkan tiga regulasi sekaligus untuk melawan Covid-19. Ketiga regulasi, pertama, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan, kedua, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19 dan ketiga Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.
Hadirnya ketiga regulasi tersebut haruslah kita apresiasi dan kita pandang sebagai langkah yang positif dari pemerintah sebagai upaya serius  dalam penanganan covid-19. Baik pemerintah maupun masyarakat harus bersatu padu menyikapi situasi yang terjadi saat ini. pemerintah sebagai pemegang mandat kekuasaan dalam pemerintahan yang dipilih oleh masyarakat melalui proses demokrasi yang kita laksanakan tidak boleh lupa akan tugas dan tanggungjawab yang dimiliki. Dalam situasi apapun pemerintah harus mampu memberikan situasi yang aman terhadap kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya. Semua komponen bangsa harus satu kata, kompak dan bersama dengan harapan mampu melawan Covid-19. Masyarakat jangan dibuat bingung dan resah. Perlu menyatukan persepsi, dimana bahasa hukum bisa dimaknai banyak pendapat. Karena itu kita berikan kesempatan kepada pemerintah dalam menjalankan mandatnya sebagaimana yang telah ditetapkan oleh UU dengan tetap berpedoman terhadap prinsip-prinsip norma yang dianut Negara hukum. 

Dari ketiga regulasi yang telah saya sebutkan diatas tentu punya isi ataupun muatan-muatan yang berbeda satu sama lain. Yang jadi fokus saya disini adalah terkait dengan Perppu No 1 Tahun 2020. Kita harus paham ada beberapa ketentuan untuk mengeluarkan suatu Perppu oleh pemerintah. Melihat situasi kondisi global saat ini bahwasanya setiap Negara sedang bekerja keras untuk menghadapi covid-19. Parameter mengenai adanya kegentingan memaksa sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 terhadap hadirnya Perppu yang dibuat oleh pemerintah dalam situasi seperti ini tentu harus sesuai dengan  tafsiran kegentingan memaksa tersebut.  Dengan alasan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat tentu adalah hal yang utama oleh pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan tersebut.  Hal ini juga sebagai langkah dan landasan hukum pemerintah dalam membuat kebijakan yang taktis dan strategis dalam waktu yang sangat segera. 

Hadirnya Perppu No 1 Tahun 2020 nyatanya mengandung beberapa pro-kontra yang perlu ditelaah secara eksplisit. Kita sadar bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah sebagaimana mandat yang dimiliki mempunyai sisi menguntungkan dan merugikan, mempunyai kelebihan dan kekurangan dan juga tidak boleh terlepas dari berbagai risiko yang ada. Dari 6 bab muatan materi yang dimuat hampir semuanya berbicara mengenai ekonomi semata, nyaris tidak ada satu pun yang terkait dengan penanganan pandemic covid-19 meskipun judulnya dikaitkan dengan pandemic covid-19. Tak cukup sampai disitu, Dalam Pasal 27 ayat 1, 2, dan 3 Perppu tersebut jadi objek kritik tajam, karena bisa disusupi penumpang gelap yang akan membobol keuangan negara. Disinilah, karakter penumpang gelap akan selalu memanfaatkan situasi masa transisi dengan metode memanfaatkan celah yang ada untuk kepentingan sesaat, kepentingan perorangan atau kelompoknya demi keuntungan. 

Pasal 27 ayat 1 yang menyebutkan bahwasanya biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah dalam kebijakan tersebut merupakan bagian dari biaya ekonomi untuk penyelamatan perekonomian dari krisis dan bukan merupakan kerugian negara. Hal ini secara langsung telah membatasi dan menghilangkan kewenangan BPK dalam hal pengelolaan dan tanggungjawab keuangan Negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 23E UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Pasal 27 ayat 2 juga telah bertentangan dengan ciri Negara kita yaitu Negara hukum. Pemberian hak imunitas ataupun kekebakan hukum terhadap Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu merupakan bentuk ketidakpastian hukum dan dapat menjadi celah terjadinya tindakan-tindakan korupsi meskipun tugas tersebut didasarkan pada itikhad baik. Karena itikad baik yang dimaksud bukanlah dinilai pada saat mau melaksanakan tugas tersebut akan tetapi itikhad baik yang dimaksud akan terwujud setelah pelaksanaan tugas tersebut. 

Sama hal nya juga dengan pasal 27 ayat 3 yang menjelaskan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak dapat dijadikan sebagai obyek gugatan  yang dapat diajukan ke PTUN. Ini merupakan norma yang dapat menimbulkan perilaku-perilaku melanggar hukum. Tak menutup kemungkinan juga kepentingan-kepentingan tersendiri dapat muncul di situasi seperti ini karena jaminan yang diberikan tersebut.

Oleh karena itu hadirnya Perppu No 1 Tahun 2020 jangan sampai dijadikan kendaraan mencapai kepentingan-kepentingan pribadi. Latar belakang hadirnya Perppu tersebut adalah dalam rangka penanganan pandemic covid-19 meskipun isinya hanya berbicara mengenai ekonomi semata. Melihat besarnya anggaran yang ditetapkan dalam menghadapi covid-19 ini, niat baik maupun buruk dapat saja terjadi. Setiap elemen harus melaksanakan tugas dan fungsi nya secara serius dan bertanggungjawab agar check and balances dapat berjalan demi terwujudnya good governance. Dalam situasi penanganan pandemic covid-19 pemerintah juga tidak boleh lupa akan prinsip-prinsip yang dimiliki oleh Negara hukum dalam menjalankan urusan penyelenggaraan pemerintahan, pembentukan suatu aturan atau kebijakan haruslah memperhatikan norma hukum maupun norma yang hidup dalam masyarakat dan juga konstitusi kita UUD Negara Republik Indonesia sebagai peraturan tertinggi.