Rekonstruksi Kasus Pidana Anak Harus Tertutup

Kamsul Hasan

Bengkulutoday.com - Polisi harus melakukan rekonstruksi tertutup atas kasus pidana anak. Rekonstruksi juga bukan untuk kepentingan pemberitaan tetapi melengkapi penyidikan untuk penuntutan hukum.

Penyajian berita hasil rekonstruksi harus mempedomani PPRA dan UU SPPA. Harus diberlakukan asas praduga tak bersalah, tidak membuka identitas anak sebagaimana dilarang Pedoman Pemberitaan Ramah Anak (PPRA) dan atau UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), demikian kata Kamsul Hasan, Ketua Komisi Kompetensi Persatuan Wartawan Indomesia Pusat, mengomentari pemberitaan media online yang menurutnya melanggar PPRA dan SPPA. 

Kamsul mencontohkan, menyebut nama sekolah adalah merupakan bagian dari identias anak. Selain itu, sering ditemukan pemberitaan yang juga menyebut nama desa atau kelurahan, inisial korban anak, saksi anak dan pelaku anak, padahal hal itu tidak dibenarkan menurut PPRA dan SPPA.

Dewan Pers bermaksud memberi rambu ini agar wartawan tidak tersandung UU SPPA dengan menerbitkan PPRA. Sebab, pelanggaran PPRA bisa kena delik pasal 19 Jo Pasal 97 UU SPPA. "Ini masih terus terjadi. Padahal ancamannya lima tahun penjara dan denda Rp 500 juta," ungkapnya.

Dia berharap kepada wartawan dan media agar mematuhi PPRA dan UU SPPA.

Berita terkait: Buka Identitas Anak, Wartawan, Polisi, Jaksa dan Hakim Bisa Dipidana!

Berita terkait: Undang Ahli Pers, Diskominfotik Cerdaskan Wartawan Soal Berita Ramah Anak

(**)