Prof KH Sa'id Aqil Siradj Ketum PBNU Adalah Juga Habib, Keturunan Nabi Muhammad SAW

Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj

Banyak kalangan ulama di Nahdlatul Ulama (NU) yang tidak mau disebut atau dipanggil "Habib" alias keturunan (dzurriyah) Rasulullah SAW, padahal sejatinya, mereka adalah juga "Habib" alias keturunan (dzurriyah) Rasulullah SAW. 

"Mungkin masih banyak yang tidak tahu atau pura-pura tidak tahu, bahwa Ketua Umum PBNU, Prof Dr KH Sa'id Aqil Siradj juga seorang "Habib" alias keturunan (dzurriyah) Rasulullah SAW", nah, ini silsilah lengkapnya supaya paham.

KH. Said Agil Siradj bin KH Agil bin KH Siradj bin KH Said (gedongan) bin KH Murtasim bin KH Nuruddin bin KH Ali bin Tubagus Ibrahim bin Abul Mufakhir (Majalengka) bin Sultan Maulana Mansur (Cikaduen) bin Sultan Maulana Yusuf (Banten) bin Sultan Maulana Hasanuddin bin Maulana Syarif Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati) bin Abdullah bin Ali Nurul Alam Syeh Jumadil Kubro bin Jamaludin Akbar Khan bin Ahmad Jalaludin Khan bin Abdullah Khan bin Abdul Malik al-Muhajir (Nasrabad India) bin Alawi Ammil Faqih ( Hadrulmaut) bin Muhammad Shohib Mirbat Ali Kholi' Qosam bin Alawi atsani bin Muhammad Shohibus Saumi'ah bin Alawi Awwal bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa ArRumi bin Muhammad an Naqib bin Ali 'Uraidhi bin Ja'far as Shodiq bin Muhammad al Baqir bin Ali Zaenal Abidin bin Husein As-Sibth bin Ali bin Abi Thalib wa Fathimah Az-Zahra Ra binti Sayyidina wa Maulana Rasulullah Muhammad SAW.

Menurut versi lain (yang lebih shahih), yakni menurut ketua Naqobah kesultanan Banten (Zein Sempur Al bakri). KH Said Aqil Siraj adalah keturunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati Cirebon) melalui jalur nasab Kraton Gebang Ilir Kuningan Cirebon, bukan melalui jalur Sultan Banten seperti yang banyak beredar di dunia maya. Nasab KH Said Aqil Siraj yang benar adalah sebagai berikut: 

• Nabi Muhammad SAW
• Fatimah Az-Zahra
• Al-Imam Sayyidina Hussain
• Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin bin
• Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
• Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin
• Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
• Sayyid Muhammad An-Naqib bin
• Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi bin
• Ahmad al-Muhajir bin
• Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
• Sayyid Alawi Awwal bin
• Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
• Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
• Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
• Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
• Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
• Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India) bin
• Sayyid Abdullah Al-’Azhomatul Khan bin
• Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin Al-Khan bin
• Sayyid Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein bin
• Sayyid ‘Ali Nuruddin Al-Khan @ ‘Ali Nurul ‘Alam
• Sayyid ‘Umdatuddin Abdullah Al-Khan bin
• Sunan Gunung Jati @ Syarif Hidayatullah Al-Khan
• Pangeran Pasarean @ Pangeran Muhammad Tajul Arifin
• Pangeran Dipati Anom @ Pangeran Suwarga @ Pangeran Dalem Arya Cirebon
• Pangeran Wirasutajaya ( Adik Kadung Panembahan Ratu )
• Pangeran Sutajaya Sedo Ing Demung
• Pangeran Nata Manggala
• Pangeran Dalem Anom @ Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing Tambak
• Pangeran Kebon Agung @ Pangeran Sutajaya V
• Pangeran Senopati @ Pangeran Bagus
• Pangeran Punjul @ Raden Bagus @ Pangeran Penghulu Kasepuhan
• Raden Ali
• Raden Muriddin
• KH Raden Nuruddin
• KH Murtasim ( Kakak dari KH Muta’ad leluhur pesantren Benda Kerep & Buntet )
• KH Said ( Pendiri Pesantren Gedongan )
• KH Siraj
• KH Aqil
• KH Said Aqil Siraj ( Ketua PBNU )

Tulisan tentang Prof Dr Said Aqil Siradj sebagai Habib atau keturunan Nabi Muhammad SAW tersebut dapat dibaca di NU.Nusantara

Siapa KH Said Aqil Siradj?

Dalam sebuah tulisan: "Pejuang Aswaja, Punggawa NU Penjaga NKRI yang dibesarkan dalam sarang Wahabi", sekilas ditulis siapa sosk KH KH Said Aqil Siradj.

KH Said Aqil Siradj memang unik, meski menjadi pejuang Aswaja yang tangguh, namun genealogi intelektualnya sempat diwarnai selama 14 tahun di sarang Wahabi, yakni saat menempuh pendidikan S1 Universitas King Abdul Aziz, Jedah, hingga S3 University of Umm al-Qura, Mekah, Arab Saudi, yang berhasil meraih gelar doktoral cum laude.

Hasratnya meneguk ilmu memang luar biasa, sebagaimana dikatakan Dr. Hidayat Nur Wahid :
“Said aqil itu mahasiswa kutu buku, semasa di Mekah, ia lebih sering ditemukan ditempat-2 ilmiah dan sulit menemukannya di forum organisasi”. “Said Aqil ini putra Kiai yang cerdas” kata Dr. Nurcholish Majid. “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan desertasi lebih dari 1000 referensi” kata Gus Dur.

Terbersit pertanyaan bagaimana pergulatan intelektual Kang Said - seorang Aswaja – dalam mempertahankan jati dirinya di sarang Wahabi. Tentu penuh dinamika, namun bukanlah hal yang mustahil. Bukankah ada kisah yang lebih dramatis, tentang nabi Musa yang menjadi penjaga tauhid meski dibawah asuhan Fir’aun.

Meski besar dalam sarang Wahabi, spirit Aswaja tetap bersemayam dalam jiwa Kang Said. Hal ini tidak lepas dari basis pendidikan pesantren yang kuat di Lirboyo & Krapyak. Pun di Mekah, beliau juga belajar pada Sayid Muhammad Alawi al Maliki, maha guru para ulama Aswaja di seluruh dunia. Yang tidak bisa dilepaskan adalah pengaruh mentor seniornya, yakni Gus Dur. Kekariban dengan Gus Dur terlihat saat beliau berkunjung ke Mekah lebih suka menginap di tempat tinggal Kang Said.

Meski besar di sarang Wahabi, tidak lantas menjadikan Kang Said menjadi gembong Wahabi. Bahkan dengan dukungan ulama sepuh seperti Mbah Moen, Gus Mus, Habib Luthfi, dll, Kang Said membuktikan menjadi pejuang Aswaja terdepan, menjadi pimpinan PBNU dalam 2 periode.

Bagi gembong-2 Wahabi beserta pengikutnya, fenomena Kang Said tentu cukup menyakitkan. Dari dalam sarangnya, lahir pejuang Aswaja yang tangguh. Berbagai tudingan untuk menjatuhkan kredibilitasnya gencar dilancarkan, secara langsung maupun dengan memperalat oknum NU yang gagal paham dan yang masuk dalam barisan sakit hati pasca muktamar.

Label antek Liberal, Yahudi, Syiah hingga kafir dituduhkan padanya. Bahkan ada yang mengusulkan untuk mencabut gelar doktoralnya. Atas berbagai fitnah itu, jawaban beliau mencerminkan praktek keilmuan tashawuf yang tidak terpesona dengan gebyar dunia meski dalam genggamannya. “Apapun gelar yang diberikan, saya tidak peduli. Jangankan gelar doktoral, gelar haji pun kalau mau di copot akan saya berikan” jawabnya.

Ditengah badai radikalisme, ketangguhan Kang Said menginspirasi kalangan mainstream Aswaja. Termasuk peran sertanya dalam melahirkan “Islam Nusantara’ yang tidak lain adalah untuk menyatukan semangat keagamaan dan kebangsaan. Sebuah langkah strategi cerdas untuk menangkal paham Islam radikal Wahabi, meneladani pendahulunya saat melahirkan Komite Hijaz, cikal bakal Nahdatul Ulama.

Baca juga: Cerita Gus Muwafiq, Ceramah di Istana Negara yang Membuat Para Duta Besar Menangis

Baca juga: Delapan Nasihat Syaikhona KH Maimoen Zubair

Baca juga: Pidato Lengkap KH Hasyim Asy’ari tentang Ideologi Politik Islam

Sebagian artikel dilansir dari laman: Nu.or.id