Potret Penduduk Bengkulu

Yosep Oktavianus Sitohang

Pada hari kamis (21/1/2021) yang lalu, BPS Provinsi Bengkulu telah melakukan rilis bersama untuk hasil Sensus Penduduk 2020. Tercatat, kondisi September 2020, terdapat 2.010.670 jiwa penduduk di Provinsi Bengkulu, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,55 persen pertahun (2010-2020).

Dari hasil tersebut ada beberapa hal menarik untuk disimak. Pertama, adalah persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun). Pada tahun 2010, proporsi penduduk usia produktif sebesar 65,58 persen dari total populasi, sedangkan ditahun 2020 mencapai 70,74 persen. Makna dari angka itu ialah Provinsi Bengkulu masih dalam masa bonus demografi. Oleh karenanya harus dimanfaatkan untuk melakukan percepatan ekonomi.

Namun jika mengacu pada hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2020, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi Bengkulu sebesar 4,07 persen. Artinya sebanyak 4 dari 100 orang angkatan kerja tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi karena menganggur. Angka ini meningkat dari tahun 2019 yang sebesar 3,26 persen. Salah satu penyebab adalah tingginya angka pengangguran akibat terbatasnya kesempatan kerja.

Kesempatan kerja yang terbatas akibat jumlah lapangan kerja yang tercipta tidak sejalan dengan penambahan jumlah angkatan kerja. Jika hal ini tidak segera diatasi, maka bonus demografi bukan menjadi berkah namun bencana.

Kedua, persentase penduduk lansia Provinsi Bengkulu yang meningkat dari 5,86 persen ditahun 2010, menjadi 8,17 persen ditahun 2020.

Pada satu sisi, ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kualitas hidup masyarakat di Provinsi bengkulu, namun disisi lain, para  lansia ini  memiliki tingkat kesejahteraan yang belum baik.

Dari data BPS, mayoritas lansia di Provinsi Bengkulu berada pada rumah tangga kurang mampu (kelompok pengeluaran 40 persen kebawah). Padahal para lansia memerlukan kebutuhan yang tinggi untuk kesehatan dan asupannya.

Dampaknya, 1 dari 2 lansia di Provinsi Bengkulu masih bekerja diusia tuanya. Padahal pada usia tersebut telah terjadi penurunan fisik, psikologis dan kemampuan kognitifnya sehingga hasil yang didapatkan pun tidak optimal.
Terakhir, Komposisi generasi milenial (usia 24-39 tahun) yang mencapai 26,86 persen.

Generasi milenial tumbuh dalam lingkungan serba digital. Secara umum para milenial memiliki literasi digital yang baik.

Oleh sebab itu generasi ini memiliki kemampuan untuk menghadapi hoaks yang sedang marak sekarang. Potensi ini sebaiknya harus dapat dimanfaatkan dengan baik.

Penulis: Yosep Oktavianus Sitohang (ASN BPS Provinsi Bengkulu)