Politik Sehat Negara Kuat

Ilustrasi.net
Ilustrasi.net

Oleh: Wafa Abdullah Faqih Abbas*

Mungkin banyak yang setuju jika dikatakan tahun 2019 adalah tahun panas bagi Indonesia, meskipun ‘panas’ yang dimaksud bukan karena efek perubahan cuaca atau yang lainnya. Panas yang saya maksud adalah ‘panas’ yang disebabkan oleh semakin banyaknya perdebatan-perdebatan yang bertujuan untuk mempromosikan masing masing jagoan dalam pileg dan pilpres mendatang. Memang tahun 2019 adalah tahun politik terbesar dalam sejarah bangsa kita dimana rakyat Indonesia serentak menyalurkan hak politik mereka untuk menentukan para wakil mereka mulai dari tingkat daerah hingga pusat dan untuk memilih presiden dan wakil presiden untuk masa bakti lima tahun kedepan. Tentu hawa ‘panas’ politik ini wajar terjadi pada setiap negara demokrasi apalagi bagi negara sebesar Indonesia.

Tahun politik disikapi dengan berbagai macam reaksi di masyarakat, ada yang sangat antusias mengikuti perkembangan berita politik, ada juga yang biasa-biasa saja dalam menyikapinya, atau bahkan tidak sedikit yang apatis terhadap pesta demokrasi ini. Perbedaan reaksi ini sangat wajar jika kita mempertimbangkan dari latar belakang masyarakat yang berbeda-beda yang tentu akan berbeda juga dalam sikap politiknya. Bagi mereka yang antusias terhadap tahun politik ini mayoritas mereka adalah orang-orang terdekat para calon legislatif atau calon presiden dimana mereka masing-masing memiliki misi untuk memenangkan para jagoan politik mereka, mereka inilah yang biasa kita sebut sebagia tim sukses (timses). 

Berbagai bentuk cara bahkan beribu-ribu macam strategi mereka lakukan demi tercapainya misi mereka, mulai dengan cara kampanye secara terbuka di ruang publik atau kampanye secara tidak langsung dengan mempengaruhi opini publik, hingga strategi menjatuhkan nama baik lawan untuk menggerus suara mereka dari rakyat. Kampanye dalam batasan tertentu masih wajar untuk dilakukan, namun akhir-akhir ini sering kita mendengar atau melihat secara langsung banyak para timses yang berlebihan dalam mempromosikan para jogoan politik mereka, bahkan sampai pada cara meyebarkan berita bohong dan fitnah atau yang lebih populer kita kenal dengan istilah hoax. Strategi kampanye politik ini sangat disesalkan apabila terus digunakan oleh para timses, karena disamping dapat merugikan lawan politik mereka tentu juga akan berdampak buruk buat jagoan politik mereka jika berita-berita hoax mereka terbongkar di ruang publik.

Di zaman yang semakin modern yang ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, seakan-akan dunia tidak lagi terbatas jarak dan waktu. Internet menjadi media informasi yang sangat handal, dimana informasi dengan begitu pesatnya dapat kita terima dari mana saja, kapan saja, dan dengan berbagai macam caranya, bahkan sudah tidak ada alasan lagi kita untuk ketinggalan berita. Siapapun berhak mengunggah berita, gambar, video dan lain-lain di internet dan siapapun juga berhak untuk menikmati berita, gambar, dan video di internet. Maka kita sebagai warga negara yang baik sudah seharusnya untuk pandai-pandai memilih dan memilah antara berita fakta dan berita hoax. Salah satu bentuk tekad kita dalam memerangi banyaknya berita hoax terutama melalui media sosial adalah dengan membudayakan prinsip tabayyun atau klarifikasi terhadap berita yang kita terima. Sangat tidak tanggung jawab, apabila kita tanpa adanya klarifikasi serta merta ikut menyebarkan berita yang benar atau salahnya kita belum dapat memastikan. Maka sebenarnya faktor utama yang meyebabkan tersebarnya berita hoax bukan hanya pada pembuat berita tersebut, tapi justru yang membantu penyebaran berita tanpa adanya klarifikasi terlebih dahulu.

Sebagai warga negara yang mengerti akan bagaimana sulitnya perjuangan bangsa kita untuk merdeka sudah sepatutnya kita tidak saling mangadu domba antar sesama anak bangsa, sudah saatnya kita saling menyebar kebaikan sesama bukan keburukan, sudah saatnya kita harus menyebarkan prestasi dan pujian bukan malah hinaan dan hujatan. Terlalu besar bangsa Indonesia untuk ditempati oleh sekelompok orang yang menganggap mereka yang paling benar. Terlalu panjang sejarah bangsa kita jika kelak akan menderita perpecahan karena perbedaan. Sebagaimana kita bisa dengarkan pesan para pendiri bangsa kita, bahwa perjuangan para pahlawan tidaklah seberapa karena hanya melawan para penjajah, namun perjuangan kita sangatlah berat karena kita melawan bangsa kita sendiri.

Jika kita berbicara tentang pembangunan nasional, maka pembangunan yang sangat penting kita perjuangkan adalah membangun mental generasi bangsa Indonesia agar menjadi pribadi-pribadi yang jujur dan amanah serta dapat bertanggung jawab terhadap apa yang telah dikatakan dan dilakukan. Membangun mental generasi masa depan memang tidaklah mudah, namun dimulai dari tekad kita untuk berhenti saling menyebar berita bohong dan fitnah dengan hujatan dan hinaan, secara perlahan kita rubah menjadi saling mendukung dan mengoreksi demi menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa baldatun thayyibatun wa rabbun ghafuur, bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera, dan generasi masa depannya menjadi generasi yang kaya akan prestasi.

Politik sejatinya bukan alat pemecah persatuan, namun politik adalah alat untuk mencapai kesepakatan dan persatuan. Sikap fanatik tidaklah dilarang, namun fanatik buta menyebabkan pikiran kita sempit karena hanya fokus pada satu pemikiran dan menganggap yang berbeda dengan kita adalah salah, justru akan menjadikan kita akan hancur dan terpecah belah. Oleh karena itu mari kita kawal pesta demokrasi kita menjadi pesta yang penuh dengan kebahagiaan bukan malah menjadi pesta yang penuh dengan menebar kebencian. Bangsa kita masih besar dan akan tetap menjadi bangsa yang besar karena di tanah inilah kita optimis akan lahir orang-orang besar.

*Cibiru Hilir, Kec. Cibiru. Kota Bandung

NID Old
8610