Polemik Penutupan Sementara Majid At Taqwa, Polda Beri Penjelasan

Kombes Pol Sudarno

Bengkulutoday.com - Penutupan sementara dibarengi pemasangan polisi line di Masjid At Taqwa di Kelurahan Anggut Kota Bengkulu pada Selasa 31 Maret 2020 lalu oleh Polda Bengkulu dilakukan sesuai prosedur. Hal itu disampaikan oleh Kabid Humas Polda Bengkulu Kombes Pol Sudarno dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (11/4/2020).

Selain melakukan penutupan sementara, Polda juga membackup isolasi oleh Dinas Kesehatan terhadap jamaah di masjid tersebut. Hal itu dilakukan karena salah satu jamaah masjid dinyatakan positif corona dan meninggal dunia, yakni pasien inisial Ns, asal Provinsi Lampung. Pasien tersebut diketahui tiba di Bengkulu pada 5 Maret 2020 dan berinteraksi dengan para jamaah di Masjid At Taqwa. 

"Penutupan sementara dan tindakan lainnya terhadap masjid dan jamaahnya adalah tindakan hukum yang sesuai prosedur. Tindakan itu dilakukan untuk antisipasi pencegahan penyebaran Covid-19 di area masjid sekaligus mendeteksi apakah virus corona memapar para jamaah masjid. Tugas polisi adalah memastikan proses pencegahan itu berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan rasa aman bagi masyarakat yang cemas," jelas Kombes Pol Sudarno.

Sudarno juga menyampaikan, penutupan sementara terhadap tempat ibadah bukan hanya terjadi di Indonesia, namun juga diberbagai negara di dunia. Bahkan, di Arab Saudi, tempat ibadah juga ditutup sementara dan aktivitas ibadah yang berkerumun dihentikan sementara. Selain itu, penutupan sementara tempat ibadah bukan hanya berlaku bagi tempat ibadah umat Islam saja, melainkan tempat ibadah semua agama yang didaerah itu terpapar virus corona.

"Adalah menjadi tugas polisi menciptakan rasa aman, apalagi virus corona merupakan pandemi yang terjadi diberbagai belahan dunia. Saat ini corona menjadi ancaman bersama, jadi yang terbaik adalah kita bekerjasama mencegah penyebaran corona, polisi siap bersinergi dengan semua pihak. Dan wajib bagi polisi mengamankan semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah sesuai dengan prosedur yang berlaku," jelas Sudarno.

Terakhir, Sudarno mengajak semua elemen masyarakat untuk mematuhi imbauan dan larangan pemerintah terkait penanganan Covid-19, khususnya di Bengkulu.

Hal senada disampaikan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu, Prof Dr Rohimin. Dalam keterangannya, Rohimin memastikan polisi sudah menjalankan tugasnya sesuai prosedur.

"Pandemi corona adalah ancaman global dan lokal, khususnya di Bengkulu. Pada kasus penutupan sementara masjid At Taqwa, itu sebagai tindakan antisipasi dan pencegahan. Jadi tidak ada yang salah dengan tindakan polisi dan pemerintah," kata Prof Rohimin.

Rohimin juga mengamini pernyatakan Sudarno terkait penutupan sementara tempat ibadah umat Islam di Arab Saudi.

Langkah Arab Saudi melakukan karantina untuk Mekah, Madinah, dan Riyadh merupakan ikhtiar pahit yang harus diambil, karena banyak sekali fakta bahwa mereka yang ditanyakan positif corona, yang menyebabkan meninggal dunia, di antaranya mereka yang terakhir punya riwayat melaksanakan ibadah umrah sebelum diberlakukan penutupan.

Wabah corona bukan wabah yang biasa, melainkan wabah yang luar biasa. Ia wabah yang mematikan. Di zaman lampau, peristiwa semacam ini dicatat dengan baik, termasuk pada zaman Nabi Muhammad dan zaman khalifah Umar bin Khattab. Karantina dan pembatasan sosial menjadi langkah yang harus diambil, karena jika tidak bisa berakibat fatal bagi hilangnya nyawa.

Imam Ahmad dalam Musnad-nya mencatat beberapa sahabat yang wafat akibat wabah, di antaranya Abu Ubaidah al-Jarrah dan Mu'adz bin Jabal. Di banyak buku, disebutkan Mua'dz bin Jabal menyerukan orang agar menetap di rumah masing-masing, baik mereka yang tinggal di pegunungan maupun daratan. Intinya, karantina dan pembatasan sosial merupakan salah satu ikhtiar untuk mencegah penyebaran wabah, sehingga tidak menelan korban yang lebih besar. Karenanya, Mua'dz bin Jabal dikenal sebagai sosok yang dulu pernah menyerukan pentingnya karantina dan pembatasan sosial di zaman wabah.

Ibnu Hajar dalam kitab Inba' al-Ghumr bi Abna al-'Umr mencatat peristiwa wabah yang mematikan di Mekah, termasuk di Masjidil Haram. Tercatat sedikitnya 40 orang meninggal dunia setiap hari. Bahkan dalam sebulan ada sekitar 1.700 orang meninggal dunia. Peristiwa tersebut menyebabkan orang-orang mengambil keputusan untuk tidak melaksanakan salat di Masjidil Haram.

Maka dari itu, meskipun kebijakan untuk mengkarantina Masjidil Haram dan Masjid Nabi merupakan sebuah keputusan yang terasa pahit, tapi di dalamnya menyimpan manfaat yang besar, yaitu menyelamatkan jiwa orang banyak. Para ulama mengedepankan kemaslahatan daripada kemudaratan. Dan pada hakikatnya Islam sangat menekankan dimensi kemudahan daripada dimensi kesulitan, apalagi mempersulit diri sendiri dan orang lain.

Dalam konteks tersebut, sebenarnya kita bisa mengambil pelajaran berharga. Jika Masjidil Haram dan Masjid Nabi saja dikarantina untuk menghindari dan mencegah penyebaran wabah, maka sebenarnya masjid-masjid kita juga sah, bahkan dianjurkan untuk ditutup selama adanya wabah.

"Ingat bahwa agama kita khususnya Islam sangat menekankan pentingnya keselamatan jiwa setiap umatnya. Beragama di zaman wabah harus mengedepankan keselamatan dan kemaslahatan publik. Kita dianjurkan oleh Nabi Muhammad untuk beragama dengan menggunakan akal dan hati nurani. Karenanya beragama tanpa akal dan hati nurani akan menjerumuskan kita dalam kubangan kehancuran, di antaranya hilangnya nyawa," ungkap Rohimin.

"Dari rumah-rumah kita hendaknya berdoa agar wabah cepat berlalu, dan seluruh ikhtiar dari para ahli medis dan ilmuwan segera mendapatkan jalan keluar dari wabah ini. Dalam keyakinan setiap agama, setiap penyakit pasti ada obatnya. Dan semoga Tuhan memberikan jalan keluar yang terbaik bagi kita semua, dan negeri ini secepatnya merdeka dan bebas dari wabah yang mematikan ini. Amin Allahumma amin," pungkas Rohimin.