Perlukah Pemberian Sanksi Pidana dalam Mengatasi Pandemi Covid-19 di Indonesia?

Annisa Fathya Utami

Penulis: Annisa Fathya Utami (B1A016236), Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Pada pertengahan Bulan Mei ini kurang lebih 14.000 kasus COVID-19 di Indonesia. Angka ini membuktikan pelonjakan kasus penyebaran COVID-19 di Indonesia. Beberapa antisipasi untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19 di Indonesia telah dilakukan di antaranya upaya untuk menggunakan masker saat beraktivitas di luar, rajin mencuci tangan, hingga himbauan physical distancing atau jaga jarak.

Namun, ditengah pandemi pada saat ini kebijakan dan himbauan dari pemerintah dalam kenyataannya masih saja tidak dihiraukan oleh masyarakat. Masyarakat seolah-olah tutup mata dengan bahayanya penyebaran virus ini. Hal, ini dapat dilihat di beberapa wilayah masih ditemukan  kasus yang semakin bertambah.

Dalam menghadapi Adanya pademi COVID-19, pemerintah memilih melakukan pembatasan sosial berskala besar dan  bukan  karantina wilayah atau lockdown.  

Hal ini dilakukan karena didalam undang-undang kesehatan tidak dikenal istilah lockdown. Kondisi dilapangan menunjukan bahwa sampai saat ini angka pasien positif  terus meningkat. Waktu yang dibutuhkan juga relatif lama ada daerah yang telah memperpanjang PSBB sampai tiga kali. 

Berbeda jika kebijakan yang diambil adalah menyatakan keadaan ini sebagai darurat sipil maka kebehasilan program stay at home akan lebih besar dan kekuatan keamanan TNI dan Polisi dapat memaksa orang untuk tinggal dirumah. Konsekuensinya negara harus menanggung seluruh kebutuhan hidup rakyat yang terdampak. Lalu bagaimanakah dengan pelanggar PSBB, perlukah sanksi pidana diberikan?

Dibentuknya sanksi pidana dalam hal penanganan COVID-19 ini dirasa tidak tepat, karena dianggap tidak menyelesaikan masalah, dan bertolak belakang dengan tujuan pemberian hukuman. Maka sanksi kerja bisa jadi alternatif hukuman bagi pelanggar PSBB. Mengingat akibat pandemi ini mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Dengan begitu, denda dapat digunakan sebagai dana masukan guna pencegahan kembali. Sisi lain, sanksi denda bisa tidak efektif karena ada masyarakat yang bekerja di sektor informal, artinya tidak terus menerus mendapatkan penghasilan di keadaan pandemi. 

Oleh karenanya menegaskan sanksi-sanksi itu adalah "Ultimum remedium atau upaya terakhir, karena kondisi saat ini chaos. Jika mengambil contoh kasus DKI Jakarta, menangkap bahkan menahan pelanggar PSBB seakan bertolak belakang dengan program Pemerintah Pusat yang memberikan asimilasi dan integrasi bagi puluhan ribu narapidana dan anak untuk menekan overkapasitas rumah tahanan (rutan) serta lembaga permasyarakatan (lapas). Dikatakan juga, bahwa kebijakan pengenaan pidana hanya akan membuat rutan dan lapas menjadi penuh kembali menjadi lokasi rentan penyebaran COVID-19.

Lalu bagaimana dengan budaya hukum terkait upaya dalam melawan COVID-19? Regulasi yang ada tidak akan efektif apabila tidak didukung dengan upaya yang lebih tegas namun santun di dalam masyarakat. Eksistensi dan atensi ekstra dari seluruh pihak terkait menjadi sangat urgent untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai penyebaran virus ini. 

Kepolisian, aparat pemerintah daerah dari level tertinggi sampai level terendah, aparat TNI , Lembaga-lembaga negara perlu untuk melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya untuk melakukan tindakan yang preventif terhadap penyebaran virus ini. Masyarakat diharapkan untuk dapat membedakan informasi yang salah atau berita hoax yang beredar. 

Pasalnya, kemudahan melakukan komunikasi yang didukung dengan perangkat digital justru sering disalahgunakan dengan banyaknya penyebaran informasi yang salah. Ikuti selalu informasi terbaru dari sumber-sumber yang dapat dipercaya. Lalu pemerintah dituntut serius menangani virus Corona di Indonesia dengan menghentikan segala informasi yang simpang siur. Memastikan transparansi dan akuntabilitas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat dan daerah. Kemudian pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyebaran virus Corona melalui penyuluhan dan edukasi publik.