Penduduk Bengkulu Wajah dan Riasannya

Catatan Kecil Hari Keluarga Nasional 2020 di Era Covid-19 Moh Fatichuddin

Sejarah mencatat tanggal 29 Juni 1970 merupakan titik didih  pejuang Keluarga Berencana (KB) dalam memperkuat program KB, setelah sejak 23 Desember 1957 dipelopori Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) secara sembunyi-sembunyi melakukan perjuangan program KB.

Dari catatan sejarah itu maka sejak tahun 1993 tiap tanggal 29 Juni diperingati sebagai Hari Keluarga Nasional (HARGANAS), dicanangkan pertama di Provinsi Lampung. Hari itu sebagai hari kebangkitan keluarga Indonesia. Hari bangkitnya kesadaran untuk membangun keluarga kearah keluarga kecil bahagia sejahtera melalui KB.

KB muncul untuk menekan laju pertumbuhan penduduk sehingga terjadi keseimbangan antara jumlah penduduk dengan ketersediaan sumberdaya alam. Tahun 2020 penduduk Provinsi Bengkulu diproyeksi mencapai 2.019.848 jiwa, dengan rata-rata tumbuh 1,7 persen per tahun selama satu dasawarsa. Luas wilayah 19.919,33 km maka kepadatan penduduk Provinsi Bengkulu adalah 101,4 jiwa per km. Angka kepadatan penduduk yang mungkin masih relative rendah, namun jika dilihat masing-masing kabupaten/kota maka terlihat adanya ketimpangan.

Kota Bengkulu menjadi wilayah terpadat yaitu 2.595 jiwa per km dan lebih dari setengah kabupaten memiliki kepadatan dua digit dengan angka terendah 49 jiwa per km terjadi di Kabupaten Muko-Muko. Sebagai subjek dan sekaligus objek pembangunan, maka ketimpangan kepadatan penduduk ini akan sangat berpengaruh terhadap proses pembangunan. Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah akan sangat mungkin tidak termanfaatkan jika penduduk hanya tersentral di Kota Bengkulu, selain akan menjadi masalah bagi Kota Bengkulu karena tekanan terhadap lingkungan juga terlalu besar.

Tantangan kependudukan selanjutnya yang sudah menjadi masalah klasik adalah kemiskinan dan pengangguran. Tantangan ini sangat mungkin menjadi variable yang saling mempengaruhi, dan sangat mungkin menjadi penyebab masalah kependudukan lainnya. Tahun 2019 penduduk miskin Provinsi Bengkulu mencapai angka 15,23 persen termiskin kedua di Pulau Sumatra  setelah Provinsi Aceh. Untuk tingkat pengangguran tahun 2020 sebesar 3,22 persen lebih tinggi disbanding tiga tahun sebelumnya. Dua angka ini seakan bertolak belakang, pada saat pengangguran relative rendah tetapi angka kemiskinan kok tinggi.

Kondisi tersebut mungkin disebabkan oleh status dan lapangan usaha dari para penduduk. Tahun 2020 lebih dari 46 persen penduduk Provinsi Bengkulu bekerja di sector pertanian, dan jika dilihat dari status pekerjaan maka dapat diketahui terjadi penurunan tenaga kerja di status pegawai dan berusaha sendiri, sebaliknya terjadi kenaikan yang signifikan di pekerja bebas di pertanian dan pekerja keluarga. Selanjutnya menurut formalitas pekerjaan, maka dapat diketahui bahwa hampir 70 persen penduduk Provinsi Bengkulu yang bekerja berada di sektor informal
Fenomena ini menarik dan mungkin terjadi di wilayah lain yang memiliki karakteristik sama seperti Bengkulu. Untuk mempertahankan kehidupannya, tenaga kerja yang tidak dapat bertahan di sektor formal sebagai karyawan/ buruh/ pegawai akan bergeser kesektor informal di dunia pertanian. Sektor yang tidak menuntut banyak prasyarat untuk terjun didalamnya. Pergeseran dari status karyawan/buruh/ pegawai kepekerja bebas di pertanian sangat mungkin menjadi penyebab tingginya kemiskinan.

Tingkat pengangguran di Bengkulu jika dicermati dari latarbelakang Pendidikan, ternyata persentase terbesar ada di lulusan Diploma I/II/III, diikuti oleh lulusan SMK dan terendah pada lulusan SD kebawah. Kondisi yang unik jika kita bandingkan dengan asumsi yang mungkin bahwa terjadinya pengangguran itu karena rendahnya tingkat pendidikan penduduk di suatu wilayah.

Baca Juga :Menakar Potensi Pariwisata Bengkulu Sebagai Pengungkit Ekonomi Pasca Covid-19 

Strategi    

Mencermati kondisi kependudukan di Provinsi Bengkulu dan tujuan dari KB yaitu membangun keluarga kecil dan sejahtera diperlukan strategi dan perhatian lebih dari pemerintah, ditambah lagi dengan situasi pandemic Covid-19 saat ini. Tingginya serapan tenaga kerja di sector pertanian dengan sangat mungkin sebagai pekerja bebas data upekerja keluarga, mengindikasikan bahwa perlunya intervensi pemerintah di sector pertanian tersebut. Intervensi yang mengarah pada peningkatan pendapatan sector pertanian, bias berupa intervensi di subsidi untuk menurunkan biaya produksi di sector pertanian atau membantu petani di proses pascapanen.

Tingginya pengangguran di level pendidikan Diploma I/II/III dan SMK/SMA menjadi indikasi perlunya perencanaan lebih baik di dunia Pendidikan kejuruan. Perlu adanya studi pasar sehingga diketahui pangsa pasar yang dituju pasca melaksanakan proses belajar. Tingginya pengangguran juga sangat mungkin berpengaruh terhadap pola piker penduduk tentang pendidikan, jangan sampai muncul pemikiran bahwa belajar hanya menghabiskan rupiah saja. Pemahaman yang bias dimaklumi namun akan sangat merugikan untuk jangka Panjang.

Covid-19 saat ini sangat mungkin menambah tekanan ekonomi pada penduduk, sehingga berpengaruh kedepan terjadi penambahan angka kemiskinan. Selain penambahan kemiskinan akan terjadi pergeseran dengan pola sama, pergeseran dari bekerja sebagai buruh/ karyawan/ pegawai menjadi pekerja bebas atau pekerja keluarga. Kondisi yang perlu diantisipasi oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dengan kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat. Seperti pelonggaran pajak, keringanan biaya pendidikan, bantuan modal ataupun bantuan pasca produksi selain bantuan tunai pada masyarakat terkena dampak langsung. 

Pemerintah Daerah dan penduduk harus bersinergi untuk mencapai keberhasilan tujuan Keluarga Berencana. Kebijakan pemerintah tidaklah bersifat parsial tapi harus kompeherensif, sehingga untuk jangka panjang akan lebih manfaat buat keluarga Indonesia dan Bengkulu khususnya.

*Moh Fatichuddin, Penulis adalah Kepala Bidang Statistik Produksi BPS Provinsi Bengkulu