Pemerintah Kabulkan Tuntutan Buruh Tunda Pembahasan Omnibus Law

ilustrasi

Oleh : Ismail )*

Pada 30 April nanti, para buruh berencana hendak menggelar aksi untuk menuntut pembatalan pembahasan RUU Omnibus Law Cipta Kerja, namun aksi tersebut dipastikan sudah tidak jadi digelar lantaran tuntutannya sudah dipenuhi. Masyarakat pun mengapresiasi kebijakan Pemerintah yang pro buruh dan mampu mendengar tuntutan masyarakat.

Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan kepada DPR untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Hal tersebut senada dengan pernyataan DPR yang juga akan menunda pembahasannya.

Presiden Jokowi mengatakan, dengan penundaan tersebut, pemerintah bersama DPR memiliki waktu lebih longgar untuk mendalami substansi dari pasal-pasal yang berkaitan.

Selain itu, Jokowi juga memberikan kesempatan dari para buruh dan pemangku kepentingan untuk memberikan masukan-masukan terhadap RUU Cipta Kerja.

Beberapa hari yang lalu, mantan walikota Surakarta tersebut sudah bertemu dengan 3 pentolan buruh. Mereka adalah perwakilan dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesiaa (KSPI) Said Iqbal dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban.

Dalam kesempatan tersebut Andi Gani mengatakan, apabila Jokowi menyampaikan pernyataan sesuai dengan keinginan buruh, maka aksi yang rencananya akan diselenggarakan pada 30 April mendatang tidak akan digelar.

Pada kesempatan yang sama, Said Iqbal mengatakan, terdapat 2 hal yang menjadi tuntutan para buruh. Pertama mengjhentikan pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan di DPR selama masa pandemi covid-19.

Kedua, Omnibus Law Cipta Kerja Klaster ketenagakerjaan ditarik kembali dan mulai kembali dibuat dari nol. Said juga meminta agar pembahasan rancangan undang-undang tersebut harus melibatkan kaum buruh.

Said juga menambahkan, apabila kedua tuntutan tersebut dipenuhi, maka Said Iqbal akan menjamin tidak akan ada aksi turun ke jalan dari para buruh pada akhir April nanti.

Melalui pertemuan tersebut, pemerintah dan DPR akhirnya memiliki pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.

Hal ini tentu saja merupakan langkah bijak Jokowi dalam menerima aspirasi dari masyarakat, dalam kondisi seperti ini, tentu saja perumusan undang-undang yang berkaitan dengan kesejahteraan buruh, haruslah melibatkan tokoh dari kalangan buruh, Hal tersebutlah yang dipikirkan oleh Andi Gani dan kawan-kawan.

Penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan ternyata juga mendapatkan sambutan baik oleh Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI).

Sejken OPSI, Timboel Siregar mengatakan, pesan yang disampaikan Presiden Jokowi merupakan hal yang baik untuk melakukan pendalaman substansi pasal-pasal dalam klaster ketenagakerjaan.

Dirinya juga meminta kepada pemerintah untuk segera menarik draft pasal-pasal klaster ketenagakerjaan dari DPR, dan diserahkan untuk dibicarakan lagi di Tim bentukan Menko Perekonomian untuk dilakukan pendalaman kembali.

Timboel juga menginginkan agar waktu penundaan yang disampaikan Presiden ini harus benar-benar dimanfaatkan untuk membicarakan dari awal draft dengan melibatkan serikat pekerja (SP), Serikat buruh (SB), akademisi dan pemangku kepentingan lainnya, sehingga draft yang digodok di tim ini akan menjadi lebih berkualitas.

Ia juga menyebutkan bahwa draft klaster ketenagakerjaan yang ada di DPR saat ini tidak melibatkan unsur serikat pekerja maupun serikat buruh, melainkan hasil dari tim yang dibentuk oleh menko perekonomian yang diberi tugas untuk membuat draft pasal-pasal klaster ketenagakerjaan dari awal.

Keputusan ini tentu menunjukkan bahwa Presiden Jokowi bukanlah sosok yang anti kritik, demi kemaslahatan bersama, Jokowi ingin membuka ruang untuk memberikan masukan agar mendapatkan solusi yang terbaik bagi stakeholder baik pemerintah, pengusaha dan pekerja yang sering disebut dengan Triparit.

Jokowi telah menunjukkan dirinya sebagai pribadi yang peka terhadap keadaan sosial, dimana ia telah merespon apa yang menjadi aspirasi buruh selama ini.

Para buruh menginginkan agar pemerintah tidak terkesan terburu-buru untuk membahas isu-isu yang berkaitan dengan klaster ketenagakerjaan.

Sebagian orang tentu akan berpendapat bahwa dengan menunda pembahasan RUU Cipta Kerja, tentu saja selain memberikan kelonggaran waktu untuk mendalami pasal-pasal yang dianggap krusial, penundaan ini juga dianggap sebagai upaya pemerintah untuk lebih fokus dalam menangani wabah covid-19 yang ada di depan mata.

Masyarakat khususnya kalangan Buruh sudah mendapatkan respon dari pemerintah berupa putusan untuk menunda pembahasan RUU Cipta Kerja. Hal ini tentu saja menunjukkan bahwa ruang diskusi jauh lebih baik daripada aksi turun ke jalan.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik aktif dalam lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini