Omnibus Law Ciptaker Tidak Menghilangkan Mekanisme Pesangon

ilustrasi

Oleh : Raavi Ramadhan )*

Pemerintah telah menginisiasi  Omnibus Law Ciptaker sebagai terobosan di bidang regulasi. Peraturan tersebut pun dianggap telah melindungi buruh, termasuk dengan tidak menghilangkan mekanisme pesangon.

Masalah pesangon dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja merupakan hal yang cukup krusial untuk dibahas. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Said Iqbal mengatakan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menghilangkan pesangon untuk para pekerja.

Dirinya mengemukakan bahwa dalam draf RUU tersebut juga disebutkan tidak ada batasan waktu sehingga kontrak kerja bisa dilakukan seumur hidup sehingga pekerja tetap akan semakin langka.

            Namun hal tersebut dibantah oleh Sekretaris Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Adriani, mengatakan, pesangon tidak akan dihapuskan dalam omnibus law cipta kerja.

            Ia mengatakan, pesangon tidak dihapuskan, namun bagaimana pesangon tersebut betul-betul bisa diimplementasikan.

            Selain itu, Adriani mengatakan, baik pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dan pekerja dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) tetap akan mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja.

            Kemnaker juga menyebutkan, upah minimum juga tidak akan dihilangkan. Adriani menyebutkan, upah per jam yang diwacanakan pemerintah adalah upah untuk pekerja di sektor-sektor tertentu.

            Adriani juga mengatakan, omnibus law cipta kerja tidak akan menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha. Menurutnya, jika pengusaha melanggar hak-hak pekerja, hal tersebut tentu akan tetap diproses mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi pidana.

            Pada kesempatan berbeda, Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi Partai Golkar John Kennedy Azis mengatakan, pekerja yang terkena PHK tetap mendapatkan kompensasi PHK berupa pesangon, penghargaan masa kerja, kompensasi lainnya dan menambahkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).

            John menegaskan RUU Cipta Kerja tidak akan mengurangi perlindungan bagi pekerja yang terkena PHK. Bahkan karyawan yang dirumahkan bisa mendapat manfaat tambahan selain Jaminan Kecelakaan Kerja/JKK, Jaminan Kematian/JKM, Jaminan Pensiun/JP dan Jaminan Hari Tua/JHT.

            Manfaat tersebut tentu saja hanya berlaku bagi pekerja yang terdaftar sebagai peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BP Jamsostek).

            Selain itu  RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga menuliskan aturan penghargaan atau bonus bagi para buruh. Menariknya, dalam aturan tersebut tertulis bahwa buruh bisa memperoleh bonus sebanyak lima kali upahnya.

            Namun, buruh/pekerja yang mendapat bonus sebesar lima kali upahnya hanya diberikan kepada mereka yang telah memiliki masa kerja 12 tahun atau lebih.

            Aturan tersebut tertulis dalam pasal 92 ayat 1, dimana dalam pasal tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja dan pemberi kerja.

            Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyebutkan, bagi pekerja kontrak yang waktu kerjanya masih dibawah 1 tahun, akan diberikan bonus langsung berupa bayaran 1 kali gaji.

            Perlindungan juga akan diberikan kepada pekerja kontrak. Dimana ada kompensasi bagi pekerja kontrak, maka diberikan kewajiban ada kompensasi satu bulan gaji.

            Ida juga menegaskan bahwa regulasi pemberian bonus ini hanya akan diberlakukan kepada perusahaan berskala besar. Ia tidak ingin skema ini memberatkan pelaku usaha kecil, mikro dan menengah.

            Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, rancangan undang-undang cipta kerja pemerintah mengatur agar pengusaha wajib memberikan bonus bagi pekerja yang setidaknya sudah bekerja selama 1 tahun sebesar 5 kali upah.

            Sebelumnya perlu kita ketahui bahwa DPR dan Konfederasi Serikat Pekerja atau Buruh dalam tim perumusan RUU Cipta Kerja telah menghasilkan beberapa kesepahaman dalam menyikapi RUU tersebut.

            Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, terkait dengan materi muatan klaster ketenagakerjaan, RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi, harus didasarkan pada putusan MK.

            Putusan tersebut diantaranya, tentang perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial dan materi muatan lain yang terkait dengan putusan MK.

            Selanjutnya, berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri, maka pengaturannya dapat dimasukkan ke dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik. Nantinya Fraksi-fraksi akan memasukkan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh ke dalam Daftar Inventaris Masalah (DIM).

            Perbaruan regulasi tentu dibutuhkan, termasuk juga masalah pesangon ataupun bonus yang diperuntukkan bagi para buruh/pekerja. Pemerintah juga telah membuka ruang dialog agar muncul kesepakatan dalam merumuskan RUU Ketenagakerjaan. 

)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini