Ngaji Hukum: Pro Bono Publico

Zico Junius Fernando SH MH CIL

Oleh: Zico Junius Fernando SH MH CIL

Bantuan hukum merupakan suatu media yang dapat digunakan oleh semua orang dalam rangka menuntut haknya atas adanya perlakuan yang tidak sesuai dengan kaedah hukum yang berlaku. Hal ini didasari oleh arti pentingnya perlindungan hukum bagi setiap insan manusia sebagai subyek hukum guna menjamin adanya penegakan hukum.

Telah  banyak pengalaman yang mengakibatkan seorang Tersangka atau Terdakwa menerima  suatu  putusan pengadilan, dinilaikan tidak sesuai dengan rasa keadilan.  Hal  tersebut  sering  terjadi hanya   disebabkan   ia  tidak   mampu mendapatkan  (“membayar”) Penasihat  hukum yang dapat memberikan   bantuan hukum terhadap keadilan yang diperjuangkan atau tidak memiliki kecakapan dalam membela  suatu  perkara.

Meskipun  ia  mempunyai   fakta  dan  bukti  yang  dapat dipergunakan untuk  meringankan atau menunjukkan kebenarannya dalam perkara itu, padahal bantuan hukum merupakan hak orang miskin yang dapat diperoleh tanpa bayar (probono publico). Seringkali Tersangka atau Terdakwa yang  miskin karena tidak tahu hak-haknya sebagai Tersangka atau Terdakwa disiksa, diperlakukan tidak adil atau dihambat haknya untuk didampingi advokat.
Oleh  karena itu peranan Lembaga Bantuan Hukum, Pos Bantuan Hukum dan Pengacara Pro Bono dalam memberikan bantuan hukum  secara  cuma-cuma  dalam  proses  perkara  pidana  bagi  orang yang tidak mampu/golongan  lemah  adalah sangat penting.

Profesi Penasihat Hukum  harus  selalu  berdasarkan pada  suatu kebenaran, keadilan, dan kemanusiaan guna mewujudkan  suatu pemerataan dalam bidang hukum yaitu kesamaan kedudukan dan   kesempatan untuk memperoleh suatu keadilan. Hal tersebut secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 Pasal 27 ayat (1), yang berbunyi: “Segala    warga   negara   bersamaan   kedudukannya    dalam    hukum    dan pemerintahan  serta  wajib  menjunjung  hukum  dan  pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya.” Sementara itu fakir miskin merupakan tanggung jawab negara yang diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : “Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara.” Oleh karena itu gerakan bantuan hukum sesungguhnya merupakan gerakan konstitusional.

Peranan Lembaga Bantuan Hukum, Pos Bantuan Hukum dan Pengacara Pro Bono  dalam   memberikan   bantuan hukum  secara cuma-cuma   terhadap  orang  yang  tidak   mampu dalam   proses  perkara  pidana dinyatakan  dalam   KUHAP,   dimana  di dalamnya   dijelaskan  bagi mereka yang tidak mampu,  yang  tidak mempunyai Penasihat hukum sendiri maka pejabat yang bersangkutan  pada  semua  tingkat  pemeriksaan  dalam  proses peradilan wajib menunjuk Penasihat hukum bagi mereka, hal tersebut   terdapat di dalam  Pasal 56 ayat (2) yang menyatakan : “Setiap   Penasihat   hukum   yang   ditunjuk   untuk   bertindak sebagaimana dimaksud  dalam  ayat  (1),  memberikan  bantuannya  dengan  cuma-cuma”.

Selain Pasal 56 ayat (2) Pada masa sekarang mengenai bantuan hukum diatur dalam :

  1. Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang berbunyi: “Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu”;
  2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum;
  3. SEMA Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan Hukum;
  4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pemberian Layanan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu di Pengadilan;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor : 52/DJU/SK/HK.006/5 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2014;
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma; sebagai peraturan pelaksana dari Pasal 22 ayat (1) UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam Pasal 1 angka (6) PP Nomor 83 Tahun 2008, disebutkan bahwa “Lembaga Bantuan Hukum adalah lembaga yang memberikan bantuan hukum kepada Pencari Keadilan tanpa menerima pembayaran honorarium”. Namun konsep bantuan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka (6) PP Nomor 83 Tahun 2008 tersebut tidak sesuai dengan apa yang terjadi pada kenyataannya.
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum dan Penyaluran Dana Bantuan Hukum

Pada kenyataan banyak terdapat Lembaga Bantuan Hukum, Pos Bantuan Hukum dan Kantor Pengacara Pro Bono yang mengaku sebagai organisasi bantuan hukum tapi sebenarnya berpraktik komersial dan memungut fee, yang menyimpang dari konsep pro bono publico yang sebenarnya merupakan kewajiban advokat dan sumpah Advokat.  Hal ini terjadi karena tidak ada peraturan perUndang-Undangan yang secara tegas memberikan sanksi bagi Advokat yang menolak memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu membayar. Peraturan yang ada hanya memberikan sanksi oleh Organisasi Advokat kepada advokat yang melanggar ketentuan tersebut berupa sanksi teguran lisan, teguran tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap dari profesinya.

Di India, bantuan hukum diakui sebagai hak konstitusional yang dinyatakan dalam Konstitusi India Pasal 21 dan 22, intinya adalah negara di berikan tanggung jawab untuk menyediakan bantuan hukum bagi fakir miskin. Di Filipina, negara membantu pendanaan bagi bantuan hukum untuk orang miskin melalui kejaksaan agung. 
Ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab sulitnya bantuan hukum, antara lain: 

  1. Tidak ada sanksi yang tegas bagi pejabat negara dalam bidang hukum seperti Polisi, Jaksa, Hakim, maupun Advokat yang tidak mau memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi warga/masyarakat miskin yang berhadapan dengan hukum dan membutuhkan bantuan hukum;
  2. Sikap mental para pejabat publik, baik yang bergerak dalam bidang hukum maupun pelayanan publik, termasuk Advokat, yang kurang peka akan kebutuhan masyarakat miskin mengenaibantuan hukum secara cuma-cuma; 
  3. Kesadaran masyarakat sendiri yang merasa enggan bahkan takut untuk menghubungi Advokat dan meminta bantuan hukum secara cuma-cuma. dalam memperoleh keadilan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar anggota masyarakat Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan dan kurangnya pengetahuan mereka akan hukum, serta ditambah lagi dengan rendahnya budaya dan tingkat kesadaran hukum masyarakat. 

Kedepan kewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma bagi profesi advokat tidak lepas dari prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) dan Advokat dan organisasi advokat mempertegas komitmen kewajibannya dalam memberikan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (Pro Bono). 

Penulis adalah Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, Anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Krimonologi, Ketua Wilayah Sumbagsel Asosiasi Pengajar Viktimologi Indonesia (APVI).