Bengkulutoday.com - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Bengkulu, H. Rohimin, menyatakan dukungannya terhadap keputusan Gubernur Bengkulu yang menolak larangan penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka putri yang akan bertugas di Ibu Kota Nusantara (IKN). Menurutnya, aturan yang melarang anggota Paskibraka perempuan berjilbab merupakan pelanggaran konstitusi.
"Saya pikir BPIP keliru dan tidak memahami konsep berpakaian dalam agama Islam. Meskipun mereka berdalih bahwa pelepasan hijab oleh anggota Paskibraka perempuan hanya berlaku saat pengukuhan dan pelaksanaan tugas, alasan tersebut tidak rasional dan bertentangan dengan ajaran Al-Qur'an," ujar Rohimin, Kamis (15/8/2024).
"Keputusan Gubernur Bengkulu, Bapak Rohidin Mersyah, yang dengan tegas menolak aturan tersebut, merupakan langkah yang sangat tepat, karena beliau menilai bahwa kebebasan berkeyakinan tidak bisa diganggu gugat dan merupakan keputusan mutlak seseorang," lanjut Rohimin.
Di sisi lain, Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Provinsi Bengkulu, Fenty Wisnuwardhani, juga memberikan dukungan penuh terhadap kebijakan Gubernur Bengkulu terkait larangan yang dikeluarkan BPIP mengenai penggunaan hijab bagi anggota Paskibraka pada tahun 2024.
"Kami dari PPI Provinsi Bengkulu sangat mendukung kebijakan Gubernur Bengkulu terkait kebijakan BPIP pusat yang tidak mencerminkan sikap pancasilais yang menghormati perbedaan keyakinan," ujar Fenty.
"Terlebih lagi, ini hanya kebijakan, bukan aturan. Jika itu adalah aturan, maka sudah banyak anggota Paskibraka yang gugur saat seleksi karena menggunakan hijab. Kebijakan terbaru BPIP ini juga tidak rasional dan tidak konsisten dengan aturan pakaian Paskibraka sebelumnya yang memperbolehkan penggunaan jilbab," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, dengan tegas menolak kebijakan yang melarang penggunaan hijab atau jilbab bagi anggota Paskibraka putri pada saat pengukuhan dan pelaksanaan tugas pada tanggal 17 Agustus 2024 di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN).
Menurut Rohidin, kebijakan ini, yang juga mencakup perwakilan Paskibraka dari Provinsi Bengkulu, dinilai diskriminatif dan bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila serta semangat kebhinekaan Indonesia. Dalam surat resmi yang disampaikan kepada pihak terkait, ia menyatakan keprihatinan mendalam atas kebijakan tersebut dan menyerukan peninjauan ulang.
"Larangan penggunaan hijab tidak hanya melanggar hak asasi individu, tetapi juga mencederai prinsip kebebasan beragama yang diatur dalam Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agamanya dan beribadat menurut kepercayaannya," pungkas Rohidin.