Modal Sosial : Tipis dan Kian Tergerus

menyongsong presiden baru, dengan harapan baru akan ketokohan

Berbagai strategi pembangunan yang dilakukan membutuhkan faktor kepercayaan dan nilai-nilai yang menjadi dasar dalam menentukan perkembangan dan keberlanjutan pembangunan.

Suatu besaran indeks yang pernah diukur menunjukkan masih tipisnya akumulasi modal sosial bahkan dengan kecenderungan yang semakin menipis di beberapa wilayah. Nilai indeks modal sosial Indonesia yang terakhir di publikasikan oleh BPS hanya sebesar 49,45; sebuah nilai yang belum bisa dikategorikan baik (skala indeks 0-100). Nilai indeks tertinggi dimiliki oleh Jawa Tengah (55,62) sementara yang terendah adalah Kepulauan Riau (38,00). Kecenderungan menipisnya modal sosial setidaknya terlihat dari menurunnya angka Indeks Modal Sosial dari angka sebelumnya sebesar 59,34 walaupun BPS menerapkan sedikit perubahan metodode dan variabel dalam pengukuran indeks. (BPS:statistik modal sosial)

Kepercayaan (trust), timbal balik (reciprocal) dan interaksi sosial merupakan tiga unsur utama dalam modal sosial. Modal sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya kerjasama diantara mereka (Francis Fukuyama, 2002). Trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam sebuah komunitas didasarkan pada norma-norma yang dianut bersama anggota komunitas. Adanya high-trust akan melahirkan solidaritas kuat yang mampu membuat masing-masing individu bersedia mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa kebersamaan. Bagi masyarakat low-trust dianggap lebih inferior dalam perilaku ekonomi kolektifnya. Jika low-trust terjadi dalam suatu masyarakat, maka campur tangan negara perlu dilakukan guna memberikan bimbingan.

Unsur penting kedua dari modal sosial adalah timbal balik (reciprocal), dapat dijumpai dalam bentuk memberi, saling menerima dan saling membantu yang dapat muncul dari interaksi sosial. Unsur yang selanjutnya yakni interaksi sosial. Interaksi yang semakin meluas akan menjadi semacam jaringan sosial yang lebih memungkinkan semakin meluasnya lingkup kepercayaan dan lingkup hubungan timbal balik. Jaringan sosial merupakan bentuk dari modal sosial. Modal sosial dapat bermanfaat bukan hanya dalam aspek sosial melainkan juga ekonomi.

Modal sosial dapat dilihat dalam dua kategori, fenomena struktural dan kognitif. Kategori struktural merupakan modal sosial yang terkait dengan beberapa bentuk organisasi sosial khususnya peranan, aturan, precedent dan prosedur yang dapat membentuk jaringan yang luas bagi kerjasama dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Modal sosial dalam kategori kognitif diderivasi dari proses mental dan hasil pemikiran yang diperkuat oleh budaya dan ideologi khususnya norma, nilai, sikap, kepercayaan yang memberikan kontribusi bagi tumbuhnya kerjasama khususnya dalam bentuk tindakan bersama yang saling menguntungkan. Bentuk-bentuk aktualisasi modal sosial dalam fenomena struktural maupun kognitif itulah yang perlu digali dari dalam kehidupan masyarakat selanjutnya dikembangkan dalam usaha penigkatan taraf hidup dan kesejahteraan.

Level mekanisme modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama. Kerjasama sendiri merupakan upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik ketika tingkah laku seseorang atau kelompok dianggap menjadi hambatan oleh seseorang atau kelompok lain. Ciri penting modal sosial sebagai sebuah capital dibandingkan dengan bentuk capital lainnya adalah asal-usulnya yang bersifat sosial. Relasi sosial bisa berdampak negatif ataupun positif terhadap pembentukan modal sosial tergantung apakah relasi sosial itu dianggap sinergi atau kompetisi dimana kemenangan seseorang hanya dapat dicapai diatas kekalahan orang lain (zero-sum game).

Persentase rumah tangga yang memiliki rasa percaya terhadap aparatur pemerintah hanya sebesar 81,73 persen. Lebih rendah daripada tingkat kepercayaan terhadap tokoh masyarakat (88,17%) maupun tokoh agama (92,02%). Demikian pula halnya dengan jumlah rumah tangga yang percaya terhadap tetangganya, dimana rasa percaya untuk menitipkan rumah sebesar 82,28%, bahkan rasa percaya menitipkan anak jauh lebih kecil (64,37%).

Kegiatan yang diselenggarakan oleh suku bangsa ataupun agama lain dilingkungan tempat tinggal terkadang disikapi dengan rasa tidak/kurang senang. Hasil survey menunjukkan hanya 67,70 persen rumah tangga yang senang jika kegiatan diselenggarakan oleh suku bangsa lain dan jika diselenggarakan oleh agama lain hanya 42,81 persen yang merasa senang.

Lingkungan tempat tinggal yang mengadakan pertemuan warga masih cukup banyak. Lebih dari separuh rumah tangga (59,13%) menyatakan di lingkungannya masih terdapat pertemuan warga berupa rapat, baik yang dilakukan secara rutin sekali dalam seminggu, sekali dalam sebulan maupun sekali dalam beberapa bulan. Sementara, sekitar 19,28 persen rumah tangga menyatakan tidak ada pertemuan warga di lingkungan tempat tinggalnya, dan 21,59 persen rumah tangga menyatakan tidak tahu mengenai ada tidaknya pertemuan warga tersebut.

Persentase rumah tangga menurut tingkat partisipasi mengikuti pertemuan warga di lingkungan tempat tinggal dalam setahun terakhir (tidak termasuk sekitar 40 persen rumah tangga yang menyatakan tidak tahu/tidak ada pertemuan warga di lingkungan tempat tinggalnya) masih cukup tinggi. Lebih dari separuh rumah tangga (84,96%) masih mau berpartisipasi dalam pertemuan warga di lingkungan tempat tinggalnya, walaupun mayoritas rumah tangga berpartisipasi dengan intensitas jarang (40,21%). Cara pengambilan keputusan yang sering dilakukan oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal dapat berbeda-beda sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku. Data menunjukkan sekitar 52,34 persen rumah tangga menyatakan musyawarah sebagai cara pengambilan keputusan yang sering dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya. Namun masih terdapat 36,15 persen rumah tangga yang menyatakan tidak mengetahui cara pengambilan keputusan yang sering dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa rumah tangga tersebut kurang menaruh perhatian pada permasalahan yang ada di lingkungan tempat tinggalnya.

Partisipasi dalam kegiatan sosial keagamaan setidaknya sering diikuti oleh 60,28 persen rumah tangga. Sedangkan kegiatan sosial kemasyarakatan diikuti oleh 29,46 persen rumah tangga. 76,33 persen rumah tangga sering berpartisipasi dalam kegiatan bersama membantu warga yang terkena musibah dan persentase rumah tangga yang berpartisipasi dalam kegiatan bersama untuk kepentingan umum sebanyak 42,36 persen.

Menjadikan modal sosial sebagai modal pembangunan bukanlah perkara mudah. Namun jika modal sosial terus menipis maka bukan tidak mungkin pembangunan yang telah dilakukan akan menggerus nilai-nilai dasar berbangsa dan bernegara. Dapatkah kita bayangkan jika masyarakat tidak lagi percaya kepada aparatur pemerintah, tidak lagi hormat pada tokoh masyarakat ataupun tokoh agama ? Sementara tidak lagi ada yang peduli terhadap lingkungannya, tidak ada lagi toleransi dan rasa percaya terhadap tetangga. Pastilah semua mengantarkan kita ke ambang kehancuran.

Modal sosial merupakan sumberdaya yang melekat pada hubungan sosial. Modal sosial tidak akan langgeng tanpa kehadiran kelompok atau organisasi yang menopangnya. Sebaliknya keberadaan kelompok atau organisasi dalam masyarakat tidak dapat terbangun dengan kuat tanpa modal sosial. Masih adakah teladan yang bisa kita harapkan mampu merekatkan hubungan sosial antar masyarakat ? Tidak seharusnya republik ini mengalami penipisan modal sosial secepat ini. Pertumbuhan ekonomi kah yang salah, atau pemanfaatannya yang kurang pas ? Paradigma pembangunan semestinya meletakkan manusia (mahluk sosial) bukan sebagai obyek melainkan menjadi subyek dari pembangunan itu sendiri. Mari berkaca pada diri kita masing-masing, berapa besar modal sosial yang bisa kita sumbangkan untuk negeri yang (katanya) sama kita cintai ini. Negeri yang katanya ber Bhineka Tunggal Ika. 

***

Budi Kurniawan, Statistik BPS Provinsi Bengkulu