Mewaspadai Klaster Covid Saat Musim Liburan

Foto Ilustrasi

Oleh: Deka Prawira 

Akhir oktober ini ada liburan panjang di akhir pekan, selama lebih dari 2 hari, atau yang disebut dengan long weekend. Menumpuknya hari libur ini malah membuat dokter, tenaga kesehatan, dan epidemiolog waswas. Karena dikhawatirkan masyarakat akan euforia dalam menyambutnya, dan membentuk klaster corona baru.

Pandemi covid membuat masyarakat terjangkit gejala stress, karena selain pendapatan menurun, mereka jadi jarang beraktivitas di luar rumah. Anak-anak belajar daring, sementara orang tua juga work from home. Terlalu lama di rumah juga bikin penat pikiran, dan di fase adaptasi kebiasaan baru mereka jadi lega karena boleh beraktivitas lagi di luar.

Liburan panjang di akhir oktober ini menjadi momen ketika banyak orang yang ingin rekreasi. Mumpung anak-anak dan istri juga tidak dikenai tanggung jawa dari sekolah atau kantor. Namun kita jangan sampai terlalu menikmati hari-hari libur yang nyaris seminggu, karena corona masih mengintai. Jangan lupa bahwa saat ini masih pandemi, sehingga lebih aman untuk di rumah saja.

Jangan malah nekat untuk jalan-jalan ke luar kota bahkan ke luar negeri. Lebih baik menahan diri dan berpuas dengan istrahat di rumah saja, daripada lelah traveling lalu malah tertular corona di perjalanan. Bagaikan menyerahkan diri ke tiang gantungan. Sayangi tubuh dan nyawa Anda, jangan terbujuk oleh kenikmatan liburan yang malah membawa bencana.

Klaster liburan memang jadi yang paling dikhawatirkan oleh ahli epidemiologi. Karena walau di lokasi rekreasi sudah memenuhi protokol kesehatan, namun apakah semua sudah memakai masker standar? Bagaimana Anda tahu bahwa ada yang tidak melepas masker sama sekali? Lagipula, di sana juga rawan karena ada keramaian, sehingga susah physical distancing.

Menurut Dokter Panji Hadisumarto, ahli epidemi dari Unpad, seharusnya tempat wisata memenuhi protokol kesehatan. Jika ada pengelola wahana rekreasi yang sengaja melanggarnya, maka harus ditindak tegas oleh pemerintah, atau dikenai denda yang tinggi sebagai efek jera. Jadi mereka akan kapok dan sadar bahwa saat ini masih dalam pandemi covid-19.

Jangan malah demi mengejar keuntungan, malah dibuka untuk banyak pengunjung. Padahal seharusnya dibatasi, maksimal 50% kapasitasnya. Selain itu, pengelola tempat wisata juga bisa sengaja menutup bisnisnya untuk sementara, atau membatasi jam buka hanya beberapa jam saja. Semua ini demi keamanan bersama dan agar pandemi lekas berakhir.
Laura Yamani, pakar epidemi dari Unair menyatakan bahwa jika masyarakat sangat susah untuk dilarang traveling di long weekend oktober ini, maka harus ada antisipasi. Misalnya, mereka harus mematuhi protokol kesehatan dengan pakai masker, tidak hanya face shield. Juga membawa hand sanitizer.

Sementara di jalanan seputar Puncak, para pengunjung tak diperbolehkan masuk secara bebas. Mereka baru diizinkan ketika sudah lolos tes rapid. Ini merupakan tindakan antisipasi, agar corona tak lagi menyebar di sana dan menyebabkan klaster baru. Lagipula, jika sudah menular akan susah sekali tracing-nya, karena pengunjungnya banyak sekali.

Namun demi keamanan dan kesehatan, lebih baik tunda dulu rencana mudik dan liburannya, sampai masa pandemi dinyatakan berakhir secara resmi oleh pemerintah. Karena corona bisa dipukul mundur, jika semua pihak bekerja sama. Mulai dari pemerintah, tim satgas covid, para tenaga kesehatan, dan juga warga sipil.

Liburan panjang memang menyenangkan tapi tahan dulu keinginan bersantai di pantai atau tempat wisata lain, karena penyebaran corona masih menggila. Waspadalah akan klaster liburan. Jangan malah nekat traveling lalu malah tertular virus covid-19 dan tidak terselamatkan lagi. Sayangilah nyawa Anda.

(Penulis aktif dalam Gerakan Mahasiswa (Gema) Jakarta)