Mengenang Kopral Saikoen, Pengawal Sukarno Hingga Tokoh Pramuka Bengkulu

Sosok Saikoen yang sederhana banyak tidak dikenal orang hingga akhir hayatnya

Bengkulutoday.com - Purnawirawan (Purn) TNI AD Kopral Infanteri Saikoen Wirjo Moerdjito, tutup usia tepat Rabu (02/01/2020) dini hari kemarin. Banyak yang tak tahu tentang jejak hidup tokoh satu ini, hingga jelang kematiannya, Kopral Saioken hanya dikenal oleh kalangan tua, ibarat sudah jadi kisah.

"Dia orang hebat. Dia tokoh pramuka yang saya kenal. Dia juga yang membentuk orang-orang hebat di Bengkulu ini," tutur Bagus Arianto, Jumat (03/01/2019), ketika menceritakan bagaimana perjuangan dan dedikasi Saikoen meredup oleh milenialisasi.

Pria kelahiran Purbalingga, Jawa Tengah, 12 Desember 1936 ini salah satu tokoh hebat Bengkulu semasa penjajahan Belanda dan Jepang, tahun 1942 hingga 1945. Suami dari Zubaida (58) tersebut tinggal di sebuah bangunan permanen di Gang Jenggalu 7, Jalan Jenggalu Raya Kelurahan Lingkar Barat, Kecamatan Gading Cempaka.

Kopral Saikoen yang tutup usia pada umur 84 tahun itu, pensiun dari dinas ketentaraan sebagai prajurit Kodam II Sriwijaya dengan pangkat Kopral Kepala. Ia pernah ditugasi panglima TNI mengawal Bung Karno saat meninjau Jembatan Musi tahun 1960 yang belakangan jembatan itu berganti nama menjadi jembatan Bung Karno dan kemudian menjadi jembatan Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera).

Dalam mengawal sang Putra Fajar, Kopral Saikoen masih ingat makanan kegemaran Bung Karno yaitu goreng-gorengan terutama pempek dan pisang goreng.

Dalam setiap pidato dan ceramahnya, ujar Saikoen, Bung Karno selalu mengajak rakyat Indonesia selalu menjaga persatuan dan kesatuan NKRI dan mengawal Pancasila sebagai Ideologi bangsa.

Setelah pensiun dari dinas ketentaraan tahun 1995, Saikoen memilih bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia yang mengedepankan azas nasionalis, ketika terjadi pergolakan internal PDI, Saikoen memilih setia berada di gerbong PDI pimpinan putri Bung Karno Megawati Soekarnoputri.

Pada Pemilu legislatif pertama pascareformasi, Saikoen dipercaya menjadi utusan PDIP duduk menjadi anggota DPRD Kota Bengkulu periode 1999-2004. Sejak itu, waktunya lebih banyak berkutat di kursi parlemen dan mengurusi masalah politik.

Hanya satu periode dia menjadi anggota DPRD, selanjutnya enggan terjun ke kancah politik dan memilih mengabdi kepada negara melalui organisasi kepanduan yaitu Pramuka dan Persatuan Pensiunan ABRI (Pepabri).

Di usia 6 tahun, ia sudah merasakan desingan suara mortir dan peluru dari penjajah ketika masa agresi militer Belanda kedua. Saat itu, ia bersama orangtuanya tinggal di sebuah Desa Bancar Wetan, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.

Pria yang juga perintis Palang Merah Indonesia (PMI) Bengkulu tahun 1979 ini beruntung dapat bersekolah di Purbalingga. Pasalnya, Saikoen memiliki saudara polisi desa sehingga dapat mengenyam bangku sekolah. Namun, saat kelas II SD itu dia sempat berhenti sekolah.

Pada Tahun 1942, Belanda meninggalkan daerah Purbalingga. Tidak lama kepergian Belanda tersebut, Jepang masuk ke daerah Purbalingga, Jawa Tengah. Kedatngan Jepang disambut suka-cita. Masyarakat yang mengungsi di daerah pegunungan kembali turun ke desa mereka, yang saat itu bernama Desa Baancar Wetan Kecamatan Purbalingga. Saikoen bersama keluarga kemudian kembali ke desa, usai mengungsi selama agresi militer Belanda kedua.

Sempat mengalami putus sekolah lantaran gejolak perang, 3 tahun kemudian, Indonesia merdeka. Secara berangsur penjajah pergi meninggalkan Purbalingga. Anak-anak dapat dengan tenang untuk pergi sekolah, tanpa khawatir adanya perang. Begitu juga dengan masyarakat yang kembali pergi ke kebun. Pada 1959 hingga 1960, ia pun menyelesaikan studi setara dengan SMA.

Saikoen dikenang saat itu ia ikut memberantas gerombolan pemberontak. Tidak hanya itu, dirinya ikut serta dalam pemberantasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di daerah Jambi.

Sekira tahun 1966, Saikoen masuk dalam pasukan pembersihan G30 S PKI. Pada tahun itu ia ditugaskan ke Bengkulu, tepatnya Desa Pekik Nyaring, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah, tepatnya. Penugasan itu tidak sendirian. Saikoen bersama rekan-rekannya atau sebanyak satu pleton prajurit setara dengan 37 prajurit.

Tidak lama berselang dirinya mengontrak rumah di daerah Kampung Bajak. Saat ini bernama Kelurahan Bajak Kecamatan Teluk Segara Kota Bengkulu. Hal tersebut lantaran Saikoen ditugaskan di Kodim 0407/Bengkulu, pada 1967. Kala itu Kodim 0407 berkantor di Benteng Marlborough.

Dalam pembersihan G30 S PKI di Bengkulu itu seluruh tahanan dimasukkan ke sel tahanan di Benteng yang berada di Kelurahan Kebun Keling, Kecamatan Teluk Segara, Kota Bengkulu. Dalam pembersihan itu terdapat golongan PKI, ada tipe A, B dan C.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya 1984, Kantor Kodim 0407/Bengkulu dibangun di Jalan P Natadirja KM 6,5 Kota Bengkulu. Tahun itu pula Saikoen memasuki masa persiapan pensiun (MPP). Ia pun resmi pensiun pada 1985, dengan pangkat terakhir Kopral Satu.

Lima tahun sebelum memasuki masa persiapan pensiun (MPP), tepatnya pada 1979, Mbah Saikoen menjadi salah satu perintis terbentuknya Palang Merah Indonesia (PMI) Bengkulu. Ia bersama tiga rekan lainnya, yaitu Alm Sulaksono Kalkuto, M Nasim BA, dan Rusli Zairin merintis PMI Bengkulu.

Setelah menjadi perintis PMI di Bengkulu, dirinya menyempatkan mengabadikan nama jalan rumahnya dengan nama gang Jenggalu 7. Angka ini memiliki makna sebagai tujuh prinsip PMI. Hingga saat ini jalan gang rumahnya bernama gang jenggalu 7. Meskipun menjadi sosok salah satu perintis terbentuknya PMI di Bengkulu, ia bersama istri memilih hidup sederhana.

"Sekarang ia telah pulang. Bengkulu kehilangan salah seorang orang hebat! Selamat jalan bapak Saikoen. Jasamu melahirkan banyak orang-orang hebat! Allah pasti sudah lama menantimu pulang dan mendudukkanmu di kursi istimewa di samping-Nya," sampai Bagus.

Pada prosesi pemakamannya, hadir Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, Kapolda Bengkulu, Civitas Gerakan Pramuka Kwartir Daerah Bengkulu, PMI Provinsi/Kota, Brigjend Iskandar Ramis, Tokoh Masyarakat, Politisi maupun Anggota Dewan. (Bisri)

*Disarikan dari berbagai sumber