Mengapresiasi Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Ekonomi Syariah

Foto Ilustrasi

Oleh : Savira Ayu

Presiden Jokowi meresmikan Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Ekonomi Syariah, 25 januari 2021. Beliau menjelaskan bahwa potensi wakaf di Indonesia sangat besar, bisa mencapai 188 triliun rupiah per tahun untuk wakaf tunai. Nantinya wakaf akan dimanfaatkan untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia.

Kita sudah mengenal istilah sedekah dan zakat fitrah, namun mungkin belum familiar dengan istilah wakaf. Menurut UU nomor 41 tahun 2004, wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau angka waktu tertentu, sesuai dengan kepentingannya, guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum.

Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Ekonomi Syariah diluncurkan oleh Presiden Jokowi pada 25 januari 2021 di Istana Negara. Menurut Presiden, potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Baik wakaf benda bergerak maupun benda tidak bergerak, termasuk uang. Untuk wakaf benda tidak bergerak, potensi asetnya mencapai 2.000 triliun. Sementara untuk wakaf uang, potensinya bisa 188 triliun per tahun.

Presiden menjelaskan bahwa selama ini wakaf mayoritas ditujukan untuk kepentingan ibadah. Padahal juga bisa dimanfaatkan untuk tujuan ekonomi dan sosial. Peluncuran Gerakan Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan edukasi terhadap ekonomi dan keuangan syariah. Namun juga memperkuat kepedulian untuk mengatasi kemiskinan.

Masyarakat mengapresasi Gerakan Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah. Hal ini menunjukkan bahwa Presiden Jokowi sangat peduli terhadap rakyatnya dan memikirkan nasib mereka yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Sehingga dicarikan solusi, yakni membuat lembaga pengelola wakaf yang hasilnya disalurkan kepada rakyat yang kurang mampu.

Situasi pandemi membuat masyarakat kehilangan kekuatan finansial. Tak hanya rakyat di golongan bawah, namun kalangan menengah juga kelimpungan. Penyebabnya karena mereka ada yang bisnisnya sepi, akibat daya beli masyarakat menurun. Ada pula yang merelakan gajinya dipotong oleh perusahaan.

Jika diteruskan, maka Indonesia bisa tenggelam dalam krisis ekonomi jilid 2. Namun pemerintah berusaha keras mencegahnya, salah satunya dengan Gerakan Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah. Jika ada lembaga resmi untuk mengelola wakaf, maka wakaf benda bergerak dari para konglomerat bisa diolah dan diberikan kepada rakyat miskin.

Yang termasuk wakaf benda bergerak adalah uang, kendaraan, logam mulia, mesin, surat berharga, hak cipta dll. Jadi bukan hanya tanah atau sawah yang bisa diwakafkan. Masyarakat perlu diedukasi lagi agar mereka tahu beda antara wakaf, zakat, dan sedekah. Karena wakaf bisa disalurkan dan diolah sehingga meringankan beban kaum miskin.

Contoh dari pengolahan wakaf adalah kendaraan yang disewakan lalu hasilnya disalurkan kepada warga yang kekurangan. Atau penyaluran wakaf mesin jahit, sehingga rakyat miskin bisa menggunakannya untuk membuka usaha konveksi. Dalam artian, mereka diberi kail, bukan ikan. Sehingga bisa memanfaatkan wakaf untuk berusaha, tidak hanya menadahkan tangan.

Jika ada lembaga khusus untuk mengelola wakaf, maka dipastikan tidak ada ketimpangan sosial di Indonesia. Penyebabnya karena kalangan kelas atas dengan rela memberi wakaf lalu diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dengan tepat sasaran. Sehingga kemiskinan akan berkurang perlahan-lahan. Pengelolaan wakaf juga sudah sesuai dengan UU nomor 41 tahun 2004.

Presiden Jokowi juga meresmikan konsep ekonomi syariah. Menurut beliau, konsep ini tidak hanya ada di negara mayoritas muslim seperti Indonesia. Namun juga diterapkan di Jepang hingga Amerika. Indonesia disiapkan untuk jadi pusat rujukan ekonomi syariah global.

Pengelolaan wakaf melalui gerakan Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah amat bermanfaat, karena bisa jadi program yang baik untuk mengurangi jumlah rakyat miskin di Indonesia. Wakaf yang diberikan adalah wakaf produktif. Dalam artian masyarakat diberi wakaf berupa mesin atau alat lain untuk membuka usaha, sehingga bisa survive dan mendapatkan keuntungan yang banyak.

(Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini)