Mendukung Percepatan Penerapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

ilustrasi

Oleh : Savira Ayu )*

Bahasan terkait RUU Omnibus Law Cipta Kerja atau RUU Cipta kerja memang cukup sering dibahas dan mendapat berbagai tanggapan baik positif maupun negatif. Padahal, RUU Omnibus Law Cipta Kerja merupakan upaya bersama untuk memudahkan investasi dan menyerap banyak tenaga kerja, sehingga masyarakat banyak yang mendukung penerapan kebijakan tersebut.

Penerapan RUU Omnibus Law Cipta Kerja masih menuai polemik. Kendati banyak manfaat yang dapat dirasakan dari kebijakan tersebut, masih terdapat segelintir orang yang menolak RUU Omnibus Law. Adanya pihak yang menolak Omnibus Law Cipta Kerja tersebut karena rancangan undang-undang tersebut telah menyinggung sejumlah isu sensitif khususnya di sektor perburuhan.

Dengan Omnibus Law, kita membentuk satu undang-undang baru dengan cara mengambil atau mencabut peraturan-peraturan yang sudah ada di dalam peraturan-peraturan yang lain.

Tentu wajar apabila ada pihak yang protes dan membuat akronim RUU Cipta Lapangan Kerja dengan RUU Cilaka, karena berbagai misinformasi dan disinformasi tentang RUU tersebut santer tersebar di dunia maya.

Simpelnya, RUU Cipta Kerja bertujuan untuk mengurangi angka pengangguran dan membuka peluang masyarakat produktif untuk mendapatkan pekerjaan. Selain itu RUU Cipta Kerja juga mendorong para pengusaha untuk berinovasi membuat pabrik baru, utamanya padat karya yang nantina akan menyerap banyak tenaga kerja.

Saat ini permasalahan yang dihadapi di ketenagakerjaan kita adalah pengangguran, tercatat ada 7 juta pencarian kerja dan setiap tahun bertambah 2 juta angkatan kerja baru. Tentu saja 9 juta angkatan kerja baru ini menjadi tanggung jawab bersama.

Oleh karena itu, RUU Cipta Kerja menjadi salah satu alternatif sekaligus solusi atas segala permasalah di sektor ketenagakerjaan. Sehingga pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja akan memberikan manfaat bagi masyarakat yang ingin mendapatkan pekerjaan.     

Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Rosan Roeslani menyelaskan, RUU Cipta kerja diajukan sebagai langkah untuk mengatasi berbagai permasalahan ekonomi dan bisnis, utamanya terkait masih banyaknya regulasi yang tumpang tindih, serta efektivitas investasi yang masih rendah.

RUU Cipta Kerja juga diharapkan dapat menjadi jalan keluar untuk mengatasi tingkat pengangguran, angkatan kerja baru dan jumlah penduduk yang tidak bekerja. Saat ini, jumlah UMKM cukup besar, tetapi produktivitasnya masih rendah.

Dirinya berharap, agar Indonesia bisa menjadi negara maju dengan ekonomi berkelanjutan dan masuk ke peringkat 5 besar ekonomi dunia, sehingga nantinya mampu keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (Middle Income Trap) dengan tingkat kemiskinan mendekati 0%, masuk ke peringkat 4 PDB Dunia dengan capaian 7 triliun US Dolar, serta memiliki tenaga kerja yang berkualitas.

RUU Cipta Kerja juga menjadi pelecut agar produk para pengusaha bisa memiliki daya saing untuk dijual sebagai pengganti impor, atau bahkan masuk pasar ekspor.

Kita tentu tahu bahwa regulasi di Indonesia memiliki berbagai atap dan pintu, sekalipun untuk mendapatkan pelayanan di satu atap, tapi ternyata masih ada beberapa pintu yang harus dilewati.

Untuk itu, segala hal yang menghambat proses investasi haruslah dipangkas habis, sehingga tidak ada lagi istilah obesitas regulasi demi penguatan ekonomi secara nasional.

Perampingan regulasi diharapkan dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang ramah terhadap investasi, dengan hadirnya investasi maka ekonomi negara akan menguat dan angka pengangguran akan berkurang.

Beberapa pihak juga mengkritisi terkait dengan sistem pengupahan yang diatur di dalam RUU Cipta Kerja, seperti isu pengubahan sistem pengupahan menjadi setiap jam, hal ini tentu menjadi pertanyaan sekaligus momok bagi beberapa pihak.

Namun mari kita kaji terlebih dahulu, dimana upah per bulan sudah ada regulasinya, tapi bagi mereka yang bekerja jam-jaman belum ada hitungannya, dan yang berkembang adalah isu terkait pengubahan sistem pengupahan dari per bulan menjadi per jam. Padahal bukan itu maksudnya, dimana RUU Cipta Kerja sendiri menawarkan kedinamisan di dunia kerja.

Kemajuan teknologi berdampak pada cara orang bekerja, mekanisme bekerja, tata kerja, alat kerja dan lain-lain. Hal ini semua berdampak kepada waktu dalam bekerja.

Pesatnya teknologi memungkinkan seseorang menyelesaikan pekerjaannya dalam 2 jam. Kalau tidak mengatur seperti ini tentu tidak ada regulasi yang mengatur sistem pengupahan tersebut.

Tentu saja kita berharap agar dalam proses pengesahan ini tidak menimbulkan banyak kegaduhan. Karena tentu saja konsep ini bukanlah konsep yang hanya lahir dalam hitungan detik.

)* Penulis adalah kontributor Pustaka Institute