Membaca Masterplan Kopi Bengkulu

Moh Fatichuddin

Peluang dan Tantangan di era Covid-19

Oleh: Moh. Fatichuddin (ASN BPS Provinsi Bengkulu)

Tanggal 6 Januari 2020 Gubernur Provinsi Bengkulu menanda tangani sebuah dokumen yang sangat berarti bagi keberlanjutan kopi Bengkulu. Dokumen tersebut adalah Masterplan Pengembangan Kopi Bengkulu, mengurai bagaimana gambaran kopi Bengkulu dimulai dari sejarah penemuan kopi hingga peran kopi Bengkulu dalam percaturan kopi nasional dan dunia. Dalam dokumen juga mengupas keterkaitan pengembangan kopi dengan pembangunan berkelanjutan, dengan adanya keterkaitan tersebut diharapkan pengembangan kopi akan memperhatikan unsur lingkungan, ekonomi dan manfaat untuk masyarakat. Masterplan pengembangan kopi Bengkulu sangat diperlukan, mengingat posisi kopi sebagai andalan.

Kopi bagi Provinsi Bengkulu menjadi bagian penting karena berada dalam sektor pertanain yang memiliki peranan terbesar dalam perekonomian, selain menjadi oleh-oleh khas Bengkulu. Kopi menjadi salah satu komoditas perkebunan utama Bengkulu selain kelapa sawit dan karet. Menurut Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Bengkulu peranan sektor perkebunan Bengkulu selama lima tahun terakhir (2015-2019) mengalami penurunan dari 4,57 persen di 2015 menjadi 3,88 persen di 2019.

Pada Tahun 2018 Provinsi Bengkulu tercatat sebagai salah satu penghasil kopi terbesar nasional, berada di posisi ke enam dengan produksi 55.385 ton. Sedangkan produsen terbesar nasional adalah Provinsi Sumatera Selatan dengan produksi 184.168 ton. Angka produksi Provinsi Bengkulu jika dibandingkan tahun sebelumnya 2017 mengalami penurunan 5,98 persen. Pentingnya kopi bagi Provinsi Bengkulu juga ditunjukkan oleh relatif banyaknya rumahtangga yang bergantung pada komoditi kopi dalam kehidupannya. Survei Pertanian Antar Sensus (SUTAS) BPS tahun 2018, menyebutkan ada 103.693 rumah tangga yang mengusahakan komoditas kopi, dengan jumlah terbesar berada di Kabupaten Rejang Lebong sebanyak 30.954 rumahtangga. Penerapan regulasi yang tertuang dalam masterplan menjadi hal yang prioritas untuk keberhasilan kopi Bengkulu.

Kopi Bengkulu Berbasis Budaya
Salah satu rekomendasi yang ditulis dalam dokumen masterplan adalah, perlunya desain pengembangan Kopi Bengkulu berbasis budaya. Hal ini sangatlah wajar mengingat Bengkulu merupakan daerah yang dikenal kaya dengan budaya. Banyaknya ragam suku yang mendiami menyebabkan banyaknya pula ragam budaya yang dimiliki. Ragam budaya tersebut dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penentuan desain pengembagan kopi. Desain yang diharapkan adalah desain dalam satu kluster pengembangan komoditas dengan prioritas utama kopi berbasis pendidikan dan budaya dengan segmen pasar kunjungan masal, diikuti prioritas kedua kluster untuk segmen kopi berbasis alam (skala kecil menengah).   

Desain ini sangat mungkin berpijak pada kondisi normal sebelum terjadinya wabah covid-19 2019. Jadwal pentas budaya terpasang di beberapa titik strategis sehingga warga masyarakat mengetahuinya secara dini. Masyarakat akan mempersiapkan waktu untuk dapat mengunjunginya.agenda pentas budaya juga tertulis dalam berbagai media komunikasi, baik untuk umum seperti surat kabar ataupun media online, sangat mungkin juga dalam media khusus. Media khusus tersebut diperuntukan kepada potensi masyarakat yang memiliki peluang akan dating, seperti bulletin yang dimiliki oleh maskapai penerbangan, bulletin dari perusahaan-perusahaan travel/perjalanan.   

Namun demikian sangat diyakini bahwa rekomendasi tersebut di atas sangat kecil peluang suksesnya saat wabah covid-19 telah melanda dunia. Entah sampai kapan covid-19 ini akan berakhir, para pakar tidak berani menyimpulkan. Konsekuensinya dengan covid-19 ini adalah tahapan kehidupan baru yang dikenal dengan “era new normal”. Sebuah kehidupan yang memaksa manusia harus “bersahabat” dengan virus covid-19. Berbagai ketentuan ditetapkan untuk membantu masyarakat dapat “bersanding” dengan covid-19. Protokol kesehatan di desain sedemikian rapih dan jelas untuk menjamin masyarakat aman terhadap covid-19.

Adanya larangan untuk masyarakat berkumpul merupakan bagian dari aturan yang diharapkan dapat membantu masyarakat terhindar dari virus covid-19. Larangan berkumpul merupakan “aksi” nyata dari physical distant yang telah didengungkan oleh pemerintah. Berkumpulnya masyarakat akan menyebabkan perilaku physical distant akan terabaikan. Akibatnya sangatlah mungkin akan tidak terjadinya pertunjukan pentas budaya.

Kondisi di atas menjadi tantangan tersendiri bagi Bengkulu untuk menggali konsep desain pengembangan kopi yang berbasis budaya dan mampu mengakomodir physical distant. Menyadari hal tersebut maka pengembangan kopi diarahkan tidak dominan perhatiannya pada proses bisnis dalam memproduksi biji kopi. Tapi bagaimana strategi yang harus diterapkan agar kopi yang telah dihasilkan dapat tersampaikan kepada konsumen, agar masyarakat tertarik untuk menikmati kopi Bengkulu. 

Kopi Bengkulu Berbasis SDM
Rekomendasi lain yang tertulis dalam masterplan adalah pengembangan kopi dengan berbasis sumber daya manusia aparatur dan masyarakat (petani) dengan kultur baru pelaku industri pariwisata (termasuk di dalamnya membangun kader pelopor pengelola kopi pedesaan). Rekomendasi ini sangat terkait dengan rekomendasi desain pengembagan berbasis pasar kunjungan masal yang tertulis sebelumnya. Banyaknya event budaya yang menjadi objek wisata akan menimbulkan banyaknya pula kunjungan masal dari wisatawan. sehingga pengembangan kopi yang dilakukan akan tepat.

Desain pengembangan kopi berbasis SDM ini membutuhkan kesadaran dari pihak masyarakat dan pemerintah terkait dengan kesadaran dari sudut pandang pariwisata, serta kesadarn para petani kopi, bahwa produk pertaniannya menjadi bagian penting dalam industry pariwisata. Petani yang sadar bahwa produk kopinya akan menjadi pendamping dalam kegiatan pariwisata, maka akan lebih optimal dalam proses bisnisnya.

Pengembangan kopi berbasis SDM atau lebih tepatnya adalah masyarakat (community) dapat juga menerapkan konsep pengembangan pariwisata berbasis sumber daya pertanian disusun draf model yang diberi nama Model Community Empowerment in Developing Agritourism yang disingkat menjadi CEDA. Model CEDA terdiri atas tiga unsur utama yaitu stakeholders, community empowerment, dan targeted results. Pemangku kepentingan dalam hal ini mencakup pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada upaya untuk meningkatkan intensitas dan keaktifan masyarakat untuk terlibat dalam pengembangan potensi sumber daya pertanian sebagai daya tarik wisata. 

Sri Marwanti, 2016 menuliskan bahwa hasil yang ditargetkan setelah dilakukan pemberdayaan masyarakat adalah terbangun partisipasi masyarakat petani dalam memanfaatkan potensi sumber daya pertanian menuju ekonomi kreatif, terwujud pemanfaatan memanfaatkan potensi sumber daya pertanian menjadi daya tarik wisata (agrowisata), dan terbangun perekonomian masyarakat petani melalui pemanfaatan sumber daya pertanian secara kreatif sebagai daya tarik wisata.

Dengan model CEDA tersebut, petani dipaksa untuk lebih kreatif, inovatif dan hati-hati dalam melakukan proses bisnis produksi kopi. Harapan yang tertulis dalam masterplan sangat mungkin akan tercapai. Model CEDA akan menjaga lingkungan dari kerusakan, menguntungkan secara ekonomi bagi masyarakat petani ataupun sekitar. Kelangsungan produksi kopi pun akan terjaga.

Dukungan Pemerintah
Di akhir rekomendasi masterplan pengembangan kopi Bengkulu tertuliskan harapan keterlibatan dari semua pihak baik internal maupun eksternal pemerintah/OPD untuk mendukung pengembangan secara sinergi dengan peran dan kontribusi maksimal. Keseriusan pemerintah dalam program pengembangan kopi Bengkulu mutlak sangat diperlukan. Proses pasca panen dari hasil perkebunan kopi akan optimal jika pemerintah ikut terlibat di dalamnya. Janganlah petani di”lepas” dalam mengarungi pasar kopi. Strategi model CEDA dengan memperhatikan protocol kesehatan sangat mungkin diterapkan di tengah-tengah wabah covid-19 sekarang ini.

Fenomena kopi Bengkulu mengalir ke Lampung kemudian di “branding” perlu menjadi perhatian pemerintah. Fenomena tersebut akan menyebabkan nilai tambah yang terjadi pada kopi dinikmati oleh mereka di Lampung. Petani Bengkulu hanya mendapat dari nilai produksi di kegiatan pertanian, sedangkan nilai tambah dari proses branding ataupun pengemasan tidak mereka terima. Di tahapan inilah peran pemerintah sangat dibutuhkan oleh petani kopi. Pembinanaan proses pengemasan kopi ataupun pengolahan kopi bisa dilakukan.

Regulasi lain yang mungkin dilakukan oleh pemerintah untuk meyakinkan petani kopi adalah penyertaan petani dalam program asuransi. Penjaminan asuransi terhadap proses produksi kopi akan sangat mungkin menambah kepercayaan diri petani dalam proses mendapatkan kopi yang berkualitas. Terapan teknologi yang dihasilkan oleh Lembaga perguruan tinggi dapat dilakukan dengan “yakin”. Sehingga pada waktu mendatangpun perkembangan teknologi dalam menghasilkan kopi bisa berlanjut tanpa ada kekuatiran dalam diri perguruan tinggi bahwa jerih payah mereka akan sia-sia.

Selanjutnya peran teknologi informasi dalam mendukung pengembangan kopi mungkin sangat diperlukan. Era new normal yang memaksa masyarakat menahan aktifitas di luar rumah, akan sangat mungkin menyebabkan kopi tidak sampai di masyarakat dengan proses “konservatif”. Penyampaian informasi tentang kopi akan lebih maksimal dengan memanfaatkan teknologi informasi. Kegiatan ekonomi digital di tahapan ini sangan mungkin akan menonjol.
Sinergitas antar para pelaku dunia perkopian sangat dibutuhkan dalam pencapaian harapan-harapan yang tertulis dalam masterplan pengembangan kopi. Tantangan dan kendala pengembangan kopi Bengkulu saat wabah covid-19 melanda sekarang ini akan sangat mungkin menjadi peluang yang terbuka. Peluang yang menguntungkan bagi pelaku usaha kopi dan selanjutnya akan berdampak “domino” juga terhadap sektor lain.  Akhirnya akan meningkatkan kemampuan daya beli masyarakat dan bermuara pada peningkatan ekonomi Bengkulu dalam arti luas.