Masihkah Buku Menjadi Jendela Dunia di Era Digital?

Meby Januardi

 

Oleh: Meby Januardi (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu)

Budaya membaca atau reading habit, suatu bangsa sering menjadi tolak ukur kemajuan atau peradaban suatu bangsa. Budaya baca tersebut, dapat diselidiki melalui konsumsi kertas per kapita pertahun. Bukti menujukkan, di mana konsumsi suatu bangsa tinggi, maka disitu budaya baca juga tinggi.

Dimana perkembangan peradapan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Bicara tentang masihkah buku menjadi jendela dunia diera digital, seperti sekarang ini buku kebanyakan hanya menjadi simbol, di era sekarangkan sudah ada internet dan orang sudah banyak jarang baca buku, pepatah mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia.

Namun, persepsi ini seakan gugur sedikit demi sedikit. Pendidikan kini tak melulu diidentikan dengan buku, banyak orang hebat yang cuman mengandalkan belajar di internet. Di era digital, orang lebih memilih mengakses internet  untuk mencari tahu sesuatu dari pada membaca buku di perpustakaan.kebanyakan mereka berpendapat, dengan mengakses internet, mereka bisa secara langsung menemukan jawabannya.

Berbeda dengan membaca buku, orang cenderung merasa bosan karena ketika membaca harus mencermati lembar per lembar untuk mengetahui jawaban. Menurut data yang dirilis UNESCO pada tahun 2012, angka minat baca di Indonesia hanya 0,001 yang artinya, dari 1000 orang indonesia hanya ada satu orang yang mebaca. Fakta yang hampir sama dikemukkan oleh Central Connecticut State University mengenai Most Littered Nation in the world pada maret 2016, Indonesia menempati pringkat ke 60 dari 61 negara. Posisi ini persis berada di bawah Thailad dan atas Bostwana. Padahal, jika dihubungkan dengan data dari Asosiasi penyelenggaraan internet indonesia, jumlah orang yang mengakses internet pada 2016 menuntukan kenaikan yang signifikan dari 88 juta di tahun 2014 menjadi 132,7 juta di tahun 2016, ini artinya, sejak beberapa tahun lalu, lebih dari setengah masyarakat Indonesia sudah terkoneksi internet.

Dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 8 menyatakan masyarakat berhak berperan serta dalam perencanan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi program pendidikan. Itu artinya buku-buku bisah saja suatu saat nanti tidak akan di digunakan lagi karena adanya evaluasi program pendidikan,dan Indonesia harus mengikuti perkembanga pendidikan yang lebih baik lagi, mengingat masyarakat Indonesia sekarang lebih suka yang praktis dari pada bususah paya. Pasal 31 ayat 1, pendidikan jarak jauh dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Ayat 2, Pendidikan jarak jauh befungsi memberikan layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.

Ayat 3, Pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus, dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Lamba laun dimasa depan teori teori yang digunakan di dalam buku akan dipatahkan dengan adanya internet, dengan adanya undang undang ini bukan tidak mungkin buku akan tidak berguna lagi pada suatu saat nanti, pada pasal 31 ayat 1-3 ini sudah mengandalkan yang namanya internet, dalam pembukaan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa, negara wajib membina dan mengebangkan pendidikan dan menyediakan sarana prasarananya yang memenuhi keperluan pendidikan. Ditahun 2020 ini banyak yang namanya terjadinya penebangan liar untuk salah satunya pembuatan kertas, dimasa yang akan mendatang pohon-pohon akan habis digunakan untuk pembuatan kertas terus menerus dan belajar di internet adalah salah satu mencega terjadinya penebangan liar.   

Kehadiran media dalam jaringan (daring) memudahkan siapa saja bisa mengakses informasi dengan cepat. Namun kemudahan ini terkadang membuat kita terlena akan keberan fakta yang dikemukakan mengakibatkan meredamnya nalar karena berita ditelan mentah-mentah dan tidak semua berdasarkan fact-based. Terkait litersi digital dalam kehidupan, alangkah baiknya kita sebagai masyarakat yang baik mencerna informasi mengidentifikasi berita yang beredar dengan cara : melihat pengguna berita, mencari sumber pembanding, mencermati alamat situs, dan tentu saja tabayyun atau mencari kebenaran.   

Akan tetapi perlu diingat lagi maraknya berita hoax yang beredar mengingatkan kita pada sebuah kesadaran bahwa masih rendahnya minat baca di masyarakat kita, padahal membaca adalah salah satu cara untuk menangkal hoax, karena dengan membaca akan memperluas wawasan dan memperkaya pengetahuan, dengan semakin banyak membaca, entah itu dari internet maupun dari baku, semakin berkembang pula kemampuan analisis seseorang sehingga bisa dengan bijaksana menanggapi berita dan tidak mudah terprovokasi.   

Sebelum mempercayai atau menyebarkan sebuah berita, budaya literasi digital adalah hal fundamental yang harus dimiliki masyarakat modern ini. Bukan hanya sekedar selintas membaca, namun juga bermakna komperhensif. Di era serba digital ini pentingnya membaca tidak boleh dilupakan. Internet boleh saja berkembang dengan masif di negara kita, tetapi budaya mennyukai membaca tak boleh terkikis dengan adanya internet. Ingat dibaca dulu,difahami, ditelaah, dimengerti, dicari kebenarannya baru berkomentar, budayakan membaca sebelum berkomentar.

Di akhir tulisan ini, agak tidak adil kalau dari tadi saya menulis keburukan buku saja, jadi saya ingin mengutip petuah Tan Malaka mengenai pentingnya kehadiran buku dalam kehidupan manusia, selama toko buku ada, selama itu pustakan dapat dibentuk kembali. Kalau keperluan memang perlu, pakaian dan makanan dikurangi.

-----------------------

Sumber bacaan : 
DatDut.Com
Kompasiana.Com
GenPI.co
TRIBUNNEWS.COM
Brainly.co.id
Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945