Majunya Pertanian Bengkulu, Sebuah Asa untuk Kemiskinan

Fatichuddin

Sangatlah menarik membaca begitu ramainya pemberitaan di berbagai media akhir-akhir ini tentang kemiskinan. Bengkulu mungkin menjadi yang paling viral dalam pemberitaan apalagi seiringakan dilaksanakan pilkada.

Rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu pada tanggal 15 Juli 2020 menyebutkan prestasi penurunan angka kemiskinan Provinsi Bengkulu kondisi bulan Maret 2020 terhadap maret 2019, tercatat pada periode Maret 2020 kemiskinan Bengkulu berhasil turun sebesar 0,2 persen dari sebesar 15,23 persen pada Maret 2019 menjadi 15,02 persen pada Maret 2020. Namun pada saat yang sama, angka 15,02 persen menjadikan Provinsi Bengkulu menjadi provinsi termiskin di Pulau Sumatera, diikuti Aceh dengan angka 14,99 persen.

Kondisi yang kontradiksi itu menjadikan Bengkulu “viral” di pemberitaan. Di sini penulis tidak menyoroti viralnya pemberitaan tersebut, tapi ingin membahas peluang penurunan angka kemiskinan di Bengkulu. Strategi yang mungkin dilakukan untuk pengentasan kemiskinan. Dari sisi mana harapan yang mungkin untuk mengurangi kemiskinan.
Selama periode Maret 2016–Maret 2020 tingkat kemiskinan di Provinsi Bengkulu mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentasenya, perkecualian pada Maret 2016.

Pada Maret 2016 angka kemiskinan Bengkulu mencapai 17,32 persen turun menjadi 15,03 persen saat maret 2020. Tingginya angka kemiskinan pada periode maret 2016 dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak. Mencermati angka kemiskinan Bengkulu akan menemui suatu kondisi “unik” yang menarik untuk renungkan. 

Kemiskinan Provinsi Bengkulu di Maret 2020 jika dibandingkan dengan angka pengangguran Februari 2020 akan memperlihatkan kondisi yang mungkin dapat dikatakan bertolak belakang. Pada saat kemiskinan berada diangka 15,02 persen berada di atas angka nasional 9,78 persen. Sedang angka pengangguran Bengkulu di Februari sebesar 3,22 persen lebih rendah disbanding angka pengangguran nasional 4,99 persen. Dari kondisi ini jika ditelusuri lebih lanjut akan mengarahkan kepada peluang pengembangan sektor pertanian untuk mengatasi kemiskinan. Kenapa demikian?

Besarnya peluang sektor pertanian menjadi harapan dalam pengentasan kemiskinan ditunjukkan dengan dominasi pekerjaan penduduk Bengkulu di sektor tersebut yaitu mencapai angka 46,70 persen di bulan Februari 2020. Sehingga jika sektor pertanian dikembangkan dapat berari melakukan pengembangan kepada Sebagian besar penduduk Bengkulu. Indikator lain yang bisa menunjukkan besarnya peruluang sektor pertanian adalah dominasinya sektor pertanian terhadap perekonomian Bengkulu. Pada tahun triwulan satu 2020 peranan sektor pertanian mencapai angka 28,13 persen. Perhatian terhadap sektor pertanian dapat diartikan sebagai perhatian terhadap sebagian besar perekonomian Bengkulu.
Hal lain yang dapat menjadikan pertanian sebagai harapan untuk pengentasan kemiskinan adalah “tahan”nya sektor pertanian terhadap bahaya krisis.

Covid-19 sejak awal tahun telah menghancurkan tatanan perekonomian tidak hanya di Bengkulu tapi di seluruh jagat ini. Namun sektor pertanian Bengkulu masih bisa bertahan dan tetap tumbuh positif 3,48 persen di triwulan pertanma 2020. Disamping itu pertanian adalah sektor yang outputnya sangat dan selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Tiap hari masyarakat membutuhkan pangan untuk dikonsumsi sebagai sumber energi dalam kegiatan sehari-harinya.

Selanjutnya Survai Petanian Antar Sensus (SUTAS) BPS 2018 menyebutkan dari 280.124 rumah tangga tani di Provinsi Bengkulu 24,25 persen berumur lebih dari 54 tahun dan 47,80 persen berumur 25-44 tahun. Angka yang bisa dikatakan menjanjikan untuk keberlanjutan sektor petani. Keberlanjutan yang menjanjikan di tengah perkembangan teknologi pertanian yang terus melaju cepat seiring dengan teknologi di sektor lain. Ditambah lagi dengan kondisi covid-19 yang mengharuskan kita melahirkan “inovasi” berbasis teknologi yang minim interaksi fisik dengan manusia.

Tantangan

Namun demikian tidaklah “mudah” menjadikan majunya sektor pertanian harapan pengentasan kemiskinan, akan banyak tantangan yang sangat mungkin dihadapi. Covid-19 saat ini memaksa masyarakat untuk merubah kebiasaan sehari-hari selama ini. Mereka diharuskan lebih banyak tinggal di rumah meski telah dikeluarkan kebijakan pelonggaran. Dampak dari kondisi tersebut adalah munculnya kebosanan dalam diri mereka. Salah satu “pelarian” dari kebosanan adalah adalah mengkonsumsi makanan. Namun demikian makanan yang dikonsumsi juga dituntut tidak menambah kejenuhan mereka, sehingga sangat dibutuhkan variasi penyajian ataupun kemasan. Inilah tantangan bagi petani agar menghasilkan output yang menarik dan tidak membosankan.

Selain variasi output hasil pertanian, yang tak kalah pentingnya adalah akses untuk mendapatkan produk tersebut. Dengan keterbatasan gerak yang dialami masyarakat saat ini tidak menjadi kendala bagi masyarakat untuk mendapatkan produk/bahan makanan/makanan yang diinginkan. Denga tetap berdiam di rumah, masyarakat masih bisa memperolehnya, sehingga kebosanan mereka dapat diminimalkan.

Hal lain yang menjadi tantangan pertanian adalah pandangan selama ini bahwa dunia pertanian adalah dunia “terbelakang” dan “tidak menjanjikan”. Nilai tambah yang ditimbulkan oleh sektor pertanian masih rendah karena penanganan pasca panennya yang belum optimal. Seperti diungkapkan sebelumnya diperlukan variasi baik dari jenis maupun kemasan dalam proses pemasaran hasil pertanian ataupun pengolahan lebih lanjut pasca panen. Dengan adanya proses pengolahan pasca panen yang menghasilkan ragam yang ditawarkan ke masyarakat, maka nilai tambahnya dapat dipastikan akan meningkat.

Selain kondisi di atas yang taka kalah pentingnya bagi pertanian dan kemiskinan adalah informasi atau data kondisi kesejahteraan petani. Selama ini informasi yang diperoleh untuk pertanian relatif hanya menyentuh proses bisnis pertanian. Bagaiamana keadaan sosial ekonomi dari rumah tangga tani sangat minim adanya. Padahal salah satu target dari Sustainable Development Goals (SDGs) adalah no poverty, zero hunger. Untuk pencapaian target tersebut sangatlah diperlukan data agar kebijakan pemerintah dapat diambil sesuai tujuan.  

Menghadapi tantangan-tantangan di atas, perlu dilakukan/direncanakan strategi jitu. Output petani yang selama ini biasa-biasa saja langsung dari lokasi hanya beda waktu tanpa merubah bentuk ataupun kemasan harus dirubah. Variasi bentuk, jenis, dan kemasan perlu dikembangkan. Diversifikasi jenis dan kemasan dari hasil pertanian perlu digalakkan. Buah Durian misalnya, yang selama ini hanya dipasarkan dalam bentuk buah segar di pinggir jalan perlu dikembangkan tidak hanya menjadi kuah sayuran (tempoyak), tetapi sangat mungkin dikemas dalam bentuk lebih menarik. Durian bisa kembangkan menjadi makanan ringan ataupun tetap durian segar tapi dikemas sehingga dapat dijadikan oleh-oleh khas Bengkulu selain kopi. Variasi bentuk, jenis dan kemasan Durian tersebut dapat juga dipromosikan dalam bentuk event terintegrasi dengan kegiatan wisata.

Strategi yang lain adalah dengan melahirkan inovasi-inovasi yang yang unggul. Potensi sekitar 50 persen petani-petani muda “milenia” di atas perlu diberdayakan dengan menggalakan pertanian berbasis teknologi. Pengembangan teknologi dalam proses bisnis dapat bersinergi dengan perguruan tinggi UNIB yang sudah memiliki pengalaman. Tekonologi juga dimanfaatkan dalam proses pasca panen dan strategi pemasaran. Potensi pasar untuk hasil pertanian seperti diungkapkan di atas sangatlah terbuka lebar. 
Pemerintah selaku pengampu kebijakan perlu kiranya menerbitkan regulasi-regulasi yang ramh dengan petani. Dari proses produksi pemerintah bisa mengajak petani untuk mengikuti pembinaan petani era modern. Pertanian yang berorientasi pada output dengan tanpa mengabaikan proses. Output yang sangat dibutuhkan masyarakat, sementar proses sangat diperlukan untuk keberlanjutan. Sinerginya pemerintah dengan petani dan perguruan tinggi mutlak diperlukan, dengan harapan menjadi perwujudan pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture).

Yang tak kalah pentingnya dalam mewujudkan majunya pertanian adalah tersedianya data/informasi yang up to date dan kaya makna seperti yang diharapkan dalam SDGs. Untuk hal tersebut strategi pelaksanaan pendataan perlu dikembangkan. Kita dapat mengharapkan peranan dari BPS selaku lembaga penyedia data yang terpercaya. BPS pada tahun 2021 akan melaksanakan Agricultural Integrated Survey (AGRIS) atau Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI). AGRIS/SITASI tersebut dilaksanakan dengan tujuan mendapatkan indikator-indikator tidak hanya di proses bisnis pertanian tapi juga kondisi sosial ekonomi petani dapat ter “tangkap”. Pemerintah daerah dan petani sangat diperlukan kerjasama dan dukungannya dalam pelaksanaan AGRIS/SITASI kelak. 

Akhirnya, kemajuan pertanian Bengkulu akan dapat diwujudkan jika terjadi sinergi petani, perguruan tinggi dan masyakat serta masyarakat. Ketertarikan petani-petani milenia sangat diharapkan sehingga pengembangan teknologi dalam pertanian dapat berlangsung. Konsistensi pemerintah dalam melaksanakan regulasi menjadi hal penting, sehingga para petani tidak kalah bersaing dengan para tengkulak. AGRIS/SITASI akan menjadi hal pendukung yang sangat dinanti, sehinga akan terwujud tersedianya data pertanian yang kekinian. Penerapan strategi diatas akan mewujudkan Majunya Pertanian Bengkulu menjadi sebuah asa/harapan bagi pengentasan kemiskinan.

*) Moh Fatichuddin, ASN BPS Provinsi Bengkulu